Anemia di Awal Kehamilan Memengaruhi Perkembangan Otak pada Anak
Kekurangan zat besi di awal kehamilan menunjukan risiko gangguan perkembangan neurologi seperti gangguan spektrum autism, gangguan pemusatan perhatian, hiperaktif, dan retardasi mental.
Hasil dari studi yang diperoleh dari data populasi yang besar menyatakan bahwa risiko dari gangguan spektrum autism, gangguan pemusatan perhatian, dan hiperaktif pada anak terkait dengan ibu yang mengalami anemia di masa awal kehamilan
Terdapat risiko 44% gangguan spektrum autism, serta 37% gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, dibandingkan dengan anak-anak yang lahir dari ibu yang tidak mengalami anemia di awal kehamilan. Sedangkan, untuk risiko retardasi mental menunjukan sebesar 120%.
Temuan lain yang menarik adalah anemia yang didiagnosis pada ibu hamil di atas 30 tahun tidak berkaitan dengan peningkatan berbagai risiko tersebut. Sehingga, pemeriksaan berkelanjutan, terutama jika ditemukan kadar hemoglobin yang rendah pada ibu saat pemeriksaan standar antenatal.
Meningkatkan zat besi yang rendah pada ibu hamil terutama di minggu-minggu awal menjadi sangat penting. Nutrisi pada ibu hamil sangat memengaruhi sistem saraf yang berkembang pada janin. Kekurangan nutrisi tertentu pada ibu,
memiliki efek yang mendalam pada perkembangan otak dan sistem saraf anak. Hal tersebut dapat dibuktikan dangan folat yang dapat mencegah Neural Tube Defect (NTD)--cacat bawaan yang timbul akibat tidak sempurnanya penutupan neural tube (tabung saraf) selama pertumbuhan embryonal. Penelitian terbaru ini mengambil data dari Stockholm Youth Cohort, sebuah studi kohort prospektif dari individu yang lahir antara 1 Januari 1984 dan 31 Desember 2011. Penelitian yang melibatkan 532.232 anak-anak (51,3% laki-laki) antara usia 6 dan 29 tahun (rata-rata usia [SD], 17,6 [7,1] tahun) serta 299.768 ibu. Di antara para ibu, 5,8% didiagnosis dengan anemia selama kehamilan; dari diagnosis ini, 5% terjadi sebelum kehamilan 30 minggu, sementara 90,9% terjadi setelah kehamilan 30 minggu.
Para peneliti menganalisis usia ibu, pendapatan, tingkat pendidikan, indeks massa tubuh (IMT), riwayat rawat inap psikiatris, jarak kehamilan, infeksi selama kehamilan, dan apakah anak itu adalah anak pertama.
Para peneliti menggunakan model regresi logistik bersyarat untuk membandingkan saudara kandung yang terpapar anemia dengan saudara kandung yang tidak terpapar,
menyesuaikan jenis kelamin, tahun kelahiran, dan jarak kehamilan untuk mengevaluasi kemungkinan hubungan genetik bersama sebagai faktor yang potensial. Karakteristik ibu dengan anemia, dibandingkan dengan mereka yang tidak anemia, misalnya kelebihan berat badan dan obesitas, usia yang lebih tua (> 40 tahun).
Sejarah kejiwaan, penghasilan, ibu primipara, jarak interval > 5 tahun dan rawat inap kasus infeksi selama kehamilan. Sedangkan karakteristik ibu dengan anemia dini (kehamilan ≤ 30 minggu) meliputi tingkat pendidikan yang lebih rendah, penghasilan lebih rendah, kurang berat badan, usia lebih muda (<25 tahun).
Hasil studi
Hasil dari data yang didapatkan menunjukan bahwa anak-anak dengan ibu yang didiagnosis dengan anemia pada ≤ 30 minggu, lebih mungkin dilahirkan prematur (rasio odds [OR], 7,10; interval akurasi 95% atau lebih kecil menurut usia kehamilan (OR, 2,81; 95% CI, 2,26 - 3,50), dibandingkan dengan mereka yang ibunya tidak didiagnosis dengan anemia.
Di sisi lain, anak-anak yang ibunya didiagnosis dengan anemia pada usia kehamilan lebih dari 30 minggu, lebih mungkin terlahir setelah masa kehamilan normal dan lebih besar menurut usia kehamilan (Ketika para peneliti menyesuaikan faktor sosial ekonomi, ibu, dan kehamilan, mereka menemukan bahwa anemia pada usia kehamilan ≤ 30 minggu dikaitkan dengan peningkatan risiko diagnosis gangguan spektrum autisme, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif , serta retardasi mental pada keturunan dalam model yang mencakup tiga faktor.
Analisis saudara kandung yang cocok menghasilkan temuan yang serupa, meskipun hubungan tersebut lebih tinggi untuk gangguan spektrum autisme dibandingkan dengan analisis primer. Kelahiran prematur terutama ketika persalinan diinduksi ikut menyumbang sekitar sepertiga dari hubungan antara anemia pada kehamilan ≤ 30 minggu dan risiko gangguan spektrum autisme, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, serta retardasi mental.
Namun, studi ini menyatakan bahwa anemia yang terjadi selama periode 30 minggu pertama cenderung memiliki fenomena yang berbeda dengan anemia yang terjadi kemudian pada kehamilan setelahnya. Sebab, janin mulai mengonsumsi zat besi lebih cepat sekitar 30 minggu di awal kehamilan dan bayi yang lahir dari ibu yang didiagnosis dengan anemia pada kehamilan lebih dari 30 minggu cenderung memiliki berat lahir lebih dan kemungkinan dilahirkan cukup bulan antara 37 dan 42 minggu kehamilan.
Selain itu, bayi yang lahir dari ibu yang didiagnosis dengan anemia sebelum 30 minggu cenderung lebih kecil dan lebih mungkin dilahirkan prematur, dan ibu juga cenderung mengalami komplikasi kehamilan.
Kesimpulan
Kekurangan zat besi atau nutrisi lain untuk jangka waktu yang lebih lama selama kehamilan memengaruhi perkembangan otak. Studi ini memberi bukti bahwa perhatian khusus pada kekurangan zat besi dalam kehamilan sangat penting untuk dievaluasi terutama individu yang berpotensi mengalami kekurangan zat besi.
Bahkan, calon ibu yang berencana untuk program hamil perlu memperhatikan hal ini. Namun penting bagi seorang perempuan untuk mendiskusikan asupan zat besi mereka, terutama setiap asupan zat besi tambahan untuk memastikan bahwa asupan yang mereka terima cukup dan tidak berlebihan. Karena, terlalu banyak zat besi dapat menjadi racun bagi ibu dan bayi.
Penulis: dr. Natasya Trivena Rokot
Sumber: Association of Prenatal Maternal Anemia With Neurodevelopmental Disorders. Aline Marileen Wiegersma, Christina Dalman et al. JAMA Psychiatry, 2019
Log in untuk komentar