sejawat indonesia

Antihipertensi untuk Preeklampsia Mengurangi Risiko Stroke

Pernah dilaporkan bahwa pada tahun 2006 sampai 2015, terjadi peningkatan penggunaan antihipertensi pada wanita dengan preeklampsia untuk menurunkan kejadian stroke. Penelitian ini telah dipublikasikan secara online untuk jurnal Obstetrics and Gynecology. Obat antihipertensi bisa membantu menurunkan risiko pendarahan intrakranial yang disebabkan hipertensi yang fatal pada wanita hamil. American College of Obstetricians and Gynecologists merekomendasikan pemberian antihipertensi untuk preeklampsia pada wanita dengan tekanan darah diastolik 160 mm Hg sistolik 110 mmHg yang berkelanjutan, termasuk labetalol atau hidralazine intravena atau nifedipal oral. Dalam sebuah podcast yang disediakan di dalam jurnal, Alexander Friedman, MD, MPH dari Universitas Columbia, New York City mengatakan bahwa dalam rangkaian klinis yang luas, penggunaan antihipertensi meningkat. Kirsten L. Cleary, MD, dan rekannya dari Columbia University melakukan analisis kohort retrospektif tentang penggunaan nifedipin, hidralazin, dan labetalol oral dan intravena untuk persalinan di rumah sakit yang dipersulit oleh preeklampsia dari tahun 2006 sampai kuartal pertama 2015 untuk mengevaluasi peran antihipertensi dalam memerangi stroke yang berhubungan dengan preeklampsia serta mengevalusai mengenai risiko stroke. Informasi tersebut didapatkan dari database Perspective yang memantau 15% rumah sakit rawat inap setiap tahun di Amerika Serikat. Dari 239.454 wanita yang telah dievaluasi, ada 126.595 yang memiliki preeklampsia ringan, 31.628 dengan superimposed preeklampsi dan 81.231 menderita preeklampsia berat. Dari semua wanita, sebanyak 105.409 mendapatkan antihipertensi. Penggunaan antihipertensi meningkat secara keseluruhan selama masa studi, walaupun tingkat resep bervariasi di setiap rumah sakit. Pada tahun 2006, sebanyak 37,8% wanita mengkonsumsi antihipertensi dan pada tahun 2015 sebanyak 49,4%. Secara khusus, penggunaan labetalol oral meningkat dari 20,3 % menjadi 31,4%, labetalol intravena dari 13,3% menjadi 21,4%, hidralazine dari 12,8% sampai 16,9%, dan nifedipin dari 15,0% menjadi 18,2%. Penggunaan lebih dari satu obat meningkat dari 16,5% menjadi 25,8%. Bersamaan, risiko stroke menurun selama periode yang sama. Untuk preeklampsia berat, risiko menurun dari 13,5 per 10.000 kelahiran pada tahun 2006 sampai 2008 (n = 27) menjadi 9,7 pada tahun 2009 sampai 2011 (n = 25) sampai 6,0 pada tahun 2012 sampai 2014 (n = 20; P = .02). Alexander Friedman menyebutkan bahwa penyedia secara istimewa meresepkan labetalol intravena dan oral merupakan "pilihan pertama yang baik" dalam pengobatan. Selama masa periode dilakukan penelitian tersebut, proporsi pasien dengan preeklampsia berat atau superimposed preeklampsi meningkat dibandingkan dengan preekalmsia ringan. Pasien preeklampsia berat menyumbang sebanyak 36,9% kasus pada tahun 2015 dibandingkan dengan tahun 2006 yakni sebanyak 30,9% kasus. Dari kesimpulan yang didapatkan oleh para peneliti, bahwa dari tahun 2006 sampai awal 2015, penggunaan beberapa antihipertensi meningkat seiring laju penurunan angka kelahiran ibu. Keterbatasan terhadap penelitian ini termasuk pada ketergantungan pada catatan administratif yang tidak mencakup data mengenai praktik rumah sakit individu, kurangnya informasi mengenai tanda-tanda vital sebelum melakukan pemberian obat, tidak adanya data tentang jenis stroke, tidak ada informasi mengenai risiko seperti obesitas dan ketidakmampuan untuk bisa terhubung secara kausal menghubungkan penggunaan antihipertensi dengan penurunan stroke pada ibu.
Category: Research. Source: Medscape Journal: https://journals.lww.com/greenjournal/Abstract/publishahead/Use_of_Antihypertensive_Medications_During.98145.aspx
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaDefisiensi Phenylalanine Hydroxylase (PAH)

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar