Beban Tersembunyi Defensive Medicine
Di setiap sekolah kedokteran dan program residensi, calon dokter diajarkan untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan, menjunjung tinggi perawatan yang etis, serta berpraktik dengan tekun dan empati.
Namun, ada pelajaran lain yang jarang diformalkan tetapi sangat tertanam dalam diri: Berhati-hatilah—satu keluhan pasien dapat menghancurkan karier dokter. Rasa takut akan litigasi, pengaduan resmi, atau investigasi regulasi membayangi hampir setiap keputusan yang dibuat dokter. Kondisi psikologis yang tidak hanya memengaruhi dokter—tetapi juga mengubah cara layanan kesehatan diberikan. Ketakutan yang dapat berujung pada Defensive Medicine.
Defensive Medicine
Defensive Medicine (DM) adalah istilah yang telah digunakan dalam literatur penelitian medis sejak akhir 1960-an. Istilah ini berasal dari AS dan sejak itu telah dilekatkan berbagai konotasi.
Definisi yang paling umum digunakan menggambarkan DM sebagai penyimpangan 'dokter' dari praktik medis yang seharusnya karena takut akan klaim pertanggungjawaban dan tuntutan hukum.
DM juga dapat dibagi lagi menjadi dua bentuk perilaku utama:
- DM positif (juga diberi label DM aktif), dokter yang melakukan tes diagnostik tambahan, prosedur atau kunjungan.
- DM negatif (juga diberi label DM pasif atau perilaku penghindaran), dokter menghindari tindakan tertentu atau berisiko tinggi yang dapat bermanfaat bagi pasien.
Persamaan di antara keduanya adalah tujuan untuk menghindari risiko gugatan atau persepsi buruk.
Fenomena tersebut terjadi secara global. Sebuah systematic review oleh Zheng et al. pada tahun 2023 terhadap 23 negara menemukan bahwa prevalensi total Defensive Medicine adalah sebesar 75,8%. Prevalensinya lebih tinggi di negara lower middle income, yaitu sekitar 78,2%-99,8%.
DM telah dikaitkan dengan meningkatnya biaya perawatan kesehatan, pengobatan dan peresepan yang tidak perlu, serta diagnosis yang berlebihan terhadap pasien. Selain itu, DM mengakibatkan kepercayaan dalam hubungan dokter-pasien, menyebabkan pasien tidak mempercayai motivasi dokter dan sebaliknya dokter menganggap pasien sebagai semata calon penggugat.
Motivasi Profesional Kesehatan melakukan DM
Litigasi dan pengaduan
Motivasi yang paling sering disebutkan untuk pengobatan defensif adalah ketakutan akan dituntut, menjadi sasaran pengaduan resmi, atau diskors dan diberhentikan oleh regulator profesional. Namun, alasan ini justru jarang terjadi karena adanya pengalaman langsung sebelumnya, justru karena kekhawatiran akan litigasi, lebih sering hadir sebagai desas-desus tentang kejadian yang menimpa pihak lain. Desas-desus yang akhirnya tumbuh dan menjadi batasan bagi dokter dalam melakukan atau tidak melakukan tindakan.
Hubungan dengan rekan klinis
Salah satu pengaruh penting adalah pandangan rekan sejawat profesional. Ketakutan akan litigasi tampaknya memiliki dampak yang lebih besar ketika dokter merasa bahwa mereka tidak didukung oleh institusi atau rekan sejawat profesional mereka. Hilangnya dukungan secara tiba-tiba, dan perasaan 'sendirian', merupakan fokus utama ketakutan dalam narasi ini.
Faktor pasien
Adanya stereotip tentang pasien mana yang cenderung 'menuntut', misalnya berdasarkan kelompok sosial ekonomi atau pekerjaan seperti guru atau pengacara. Dalam kasus lain, penilaian ini lebih didasarkan pada karakteristik individu seperti kepribadian pasien. Pada tingkat klinisi individu, komunikasi dengan pasien mungkin merupakan faktor penting dalam menghindari perlunya praktik defensif.
Faktor sosial
Tekanan dari pasien juga dikaitkan dengan budaya 'konsumerisme' yang lebih luas dan keinginan pasien untuk menantang otoritas medis dalam meminta tes-tes tertentu. Selain itu, norma sosial yang lebih luas telah bergeser ke arah toleransi risiko yang lebih rendah dan harapan yang lebih tinggi terhadap hasil pengobatan, membuat praktik defensif seolah makin dibutuhkan.
Ketakutan litigasi dan pengaduan tidak melulu tentang pelaporan hukum, ia bisa saja didorong oleh faktor memburuknya citra profesional kesehatan atau institusi tempatnya bekerja. Misalnya ketakutan akan rendahnya skor kepuasan pasien, ulasan online yang buruk atau menjadi viral sebagai postingan media sosial.
Mencegah Defensive Medicine
Salah satu strategi paling penting untuk mengurangi DM yaitu dengan pengelolaan pengaduan. Menurut satu penelitian, para dokter menyarankan untuk mempekerjakan hakim yang memahami konteks medis atau mendorong mereka untuk meminta nasihat dari dokter sebelum membuat keputusan.
Dengan demikian, dokter dapat yakin bahwa pengaduan akan ditangani sesuai dengan prinsip ilmiah dan keputusan yang tepat akan berlaku. Dari penelitian tersebut, beberapa strategi dibagi ke dalam 3 kategori utama, yaitu:
Strategi terkait modifikasi sistem pengelolaan pengaduan medis:
- Konsolidasi institusi penanganan pengaduan pasien dalam satu organisasi dan penggunaan metode standar dalam penanganan pengaduan.
- Memperkuat aspek ilmiah dalam putusan pengadilan dengan meningkatkan kesadaran hakim terhadap isu medis atau mencari pendapat konsultatif dari dokter.
- Melakukan telaah awal terhadap pengaduan sebelum memanggil dokter ke pengadilan untuk memastikan perlunya proses hukum.
- Mengembangkan dan memperkuat proses penanganan pengaduan yang sah di tingkat rumah sakit atau fasilitas kesehatan dan mencegah gugatan di pengadilan.
- Menangani pengaduan semaksimal mungkin di tingkat rumah sakit atau puskesmas dan mencegah tuntutan hukum di pengadilan
- Mengecualikan tuntutan hukum medis dari tanggung jawab pidana
- Memastikan tingkat rasa hormat yang dapat diterima bagi dokter selama proses penilaian pengaduan
- Memperjelas peraturan peradilan dan disiplin serta proses penanganan pengaduan terhadap dokter
- Membuat keputusan tentang praktik dokter berdasarkan kondisi klinis unik setiap pasien daripada berfokus pada data para-klinis
- Mengembangkan kepekaan yang diperlukan dalam evaluasi hukum dan teknis
- Menangani pengaduan dokter berdasarkan komitmen, tugas, dan tanggung jawab dokter, bukan hanya berdasarkan hasil yang diperoleh.
- Memperkuat pandangan sistematis terhadap kesalahan medis dalam organisasi penanganan pengaduan
Strategi sosial:
- Memanfaatkan seluruh kapasitas yang ada, termasuk media untuk meningkatkan tingkat literasi kesehatan masyarakat.
- Berusaha mengurangi peredaran informasi palsu dan pseudo-ilmiah di masyarakat dan media sosial.
- Mengoreksi keyakinan keliru bahwa merujuk pasien ke rekan kerja merupakan indikasi ketidakmampuan.
- Mengenalkan masyarakat dengan hak-haknya yang sebenarnya untuk mencegah pengaduan yang tidak berdasar.
- Mempromosikan kepercayaan publik terhadap sistem pengaturan mandiri Dewan Medis untuk menghindari rujukan kasus ke pengadilan.
- Berusaha mengurangi pelecehan sosial terhadap dokter dan menjaga serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem medis.
- Mendidik pasien untuk menunjukkan perilaku sopan dan damai terhadap penyedia layanan kesehatan.
- Menghapus peran negatif beberapa pengacara yang mendorong orang untuk mengajukan tuntutan hukum terhadap dokter
Strategi organisasi-manajerial:
- Memperkuat dan mereformasi sistem penggantian biaya seperti asuransi tanggung jawab bagi dokter
- Melengkapi rumah sakit, khususnya rumah sakit umum dan rumah sakit di provinsi, agar mampu mengelola pasien kritis dengan baik
- Memberikan informasi yang cukup kepada pasien dan menginformasikan mereka tentang kemungkinan komplikasi
- Memperkuat mekanisme yang diperlukan untuk melindungi hak dokter
- Meningkatkan daya analisis dan kemampuan pengambilan keputusan dokter melalui peningkatan metode pendidikan dan evaluasi, termasuk mengubah pertanyaan berbasis memori menjadi pertanyaan analitis.
- Mengintegrasikan pendidikan terkait akibat DM dan ekonomi medis dalam kurikulum pendidikan mahasiswa kedokteran.
- Menawarkan pendidikan tentang keterampilan komunikasi kepada penyedia layanan kesehatan.
- Memasang sistem pemantauan yang tepat untuk mengevaluasi praktik dan resep dokter.
- Membentuk komite ekonomi kesehatan di setiap rumah sakit untuk memantau dan membimbing aktivitas dokter.
- Meningkatkan kemampuan ilmiah dokter untuk meningkatkan rasa percaya diri mereka.
- Memberikan penekanan lebih besar pada peran penting komunikasi efektif, pemeriksaan fisik akurat, pengambilan riwayat, dan penalaran klinis dalam pendidikan mahasiswa kedokteran daripada penggunaan layanan para klinis yang berlebihan.
- Manajemen kunjungan pasien sedemikian rupa sehingga waktu yang cukup dapat dialokasikan untuk setiap pasien.
- Mengurangi jam kerja dokter untuk mengurangi kemungkinan kesalahan.
- Memperkuat sistem rujukan untuk mengurangi kemungkinan kesalahan.
- Meningkatkan pendidikan kedokteran untuk manajemen dan pengambilan keputusan medis yang benar.
- Merancang dan mengembangkan sistem pembaruan informasi medis.
- Merancang dan melakukan kegiatan penelitian untuk membuktikan ketidakefektifan intervensi berlebih.
- Mengundang profesor klinis berpengalaman untuk berpartisipasi serius dalam pengajaran kedokteran non-defensif kepada mahasiswa kedokteran.
- Mengembangkan pedoman nasional, melembagakan penggunaan rutin pedoman tersebut oleh dokter, dan menggunakannya untuk pengambilan keputusan formal oleh lembaga penanganan pengaduan.
- Meningkatkan motivasi dokter melalui revisi tarif medis dan peningkatan kesejahteraan finansial mereka.
- Menciptakan lapangan kerja dan tempat kerja bagi dokter melalui penguatan sistem pendukung.
- Menetapkan batas maksimal permintaan paraklinis yang diperbolehkan untuk berbagai tingkatan dokter.
- Menyelenggarakan kursus kompetensi klinis untuk membekali dokter dengan hak dan tanggung jawab terhadap pasien, dan organisasi penanganan pengaduan.
- Meningkatkan profesionalisme dokter melalui metode seperti pendidikan berkelanjutan.
- Mempertimbangkan tindakan pencegahan yang serius dan bersifat menghukum bagi dokter yang berulang kali meminta layanan para-klinis yang berlebihan.
- Mengendalikan biaya prosedur paraklinis berlebih dengan meningkatkan pengawasan asuransi kesehatan.
- Bergerak menuju penghapusan hubungan finansial langsung antara dokter dan pasien.
- Meningkatkan sistem pendidikan dalam hal memberikan pelatihan dokumentasi yang akurat dan benar atas prosedur yang dilakukan.
- Penilaian yang akurat terhadap pelamar program pendidikan kedokteran untuk memastikan mereka tidak memiliki gangguan kepribadian.
- Memberikan dukungan hukum bagi dokter melalui perekrutan pengacara di pusat kesehatan.
- Menciptakan keseimbangan antara peralatan medis di pusat medis dan harapan masyarakat terhadap dokter.
- Pelatihan anggota komisi penanganan pengaduan untuk memperlakukan dokter dengan hormat.
- Menyusun rencana perawatan dan prosedur standar untuk masing-masing rumah sakit sesuai dengan peralatan dan karakteristiknya oleh para profesor yang berpengalaman.
- Memberikan lebih banyak dukungan finansial dan hukum bagi dokter terkait penerimaan dan perawatan pasien berisiko tinggi.
- Memberikan landasan kerjasama dan kolaborasi seluruh pemangku kebijakan dan pemangku kepentingan di bidang kesehatan di Kementerian Kesehatan, Konsil Kedokteran, Organisasi Kedokteran Hukum, dan Peradilan dalam menanggulangi DM.
- Mengubah sistem pembayaran kepada dokter dari pembayaran berdasarkan jenis dan jumlah intervensi menjadi pembayaran tetap.
DM merupakan fenomena signifikan dan multidimensi yang berdampak besar pada sistem kesehatan, tenaga medis, dan pasien. Mempertimbangkan intervensi atau prosedur medis sebagai praktik defensif bergantung pada adanya motif perlindungan diri.
Untuk memahami sepenuhnya berbagai aspek fenomena ini, seseorang harus memeriksa dengan saksama struktur kompleks, faktor-faktor yang mendasarinya, dan elemen kontekstual yang berkontribusi padanya. Selain itu, contoh dan metode praktik defensif mungkin berbeda berdasarkan latar belakang sosial, budaya, hukum, dan profesional.
Demikian pula, strategi untuk mengurangi dan mencegah DM terkait erat dengan kompleksitas dan multidimensi fenomena ini. Akibatnya, serangkaian strategi di berbagai tingkat pribadi, organisasi, dan makro dapat diusulkan untuk menguranginya secara efektif.
Referensi:
- Pischedda G, Marinò L, Corsi K. Defensive medicine through the lens of the managerial perspective: a literature review. BMC Health Serv Res. 2023 Oct 17;23(1):1104. doi: 10.1186/s12913-023-10089-3. PMID: 37848915; PMCID: PMC10580549.
- Lorenc T, Khouja C, Harden M, et alDefensive healthcare practice: systematic review of qualitative evidenceBMJ Open 2024;14:e085673. doi: 10.1136/bmjopen-2024-085673
- Baungaard N, Skovvang P, Assing Hvidt E, et alHow defensive medicine is defined and understood in European medical literature: protocol for a systematic reviewBMJ Open 2020;10:e034300. doi: 10.1136/bmjopen-2019-034300
- Arafa, A., Negida, A., Elsheikh, M. et al. Defensive medicine practices as a result of malpractice claims and workplace physical violence: a cross-sectional study from Egypt. Sci Rep 13, 22371 (2023). https://doi.org/10.1038/s41598-023-47720-6
Log in untuk komentar