Covid-19 dan Hipertensi: Mekanisme Perburukan dan Tatalaksana
Pada Desember 2019, Acute Respiratory Infection Disease yang lebih lazim disebut Coronovirus disease 2019 (COVID-19) disebabkan oleh virus corona yang pertama kali ditemukan di Wuhan, Cina.
Coronovirus adalah clade yang terkait dengan sindrom pernapasan akut manusia (SARS) dan sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS), saat ini telah resmi oleh World Health Organization sebagai SARS CoV-2. SARS CoV-2 telah diidentifikasi sebagai virus RNA untai tunggal berselubung 39 milik genus beta- coronavirus. Virus corona ini memilki tiga dimensi spike protein yang akan mengikat reseptor ACE2 dengan erat.
Sehingga, baik SARS CoV-2 dan SARS CoV telah diidentifikasi menggunakan reseptor angiotensin converting enzyme II (ACE2) sebagai jalur masuknya virus Corona ke dalam sel target khususnya yaitu system pernapasan.
ACE2 adalah aminopeptidase terkait membran dengan peran penting dalam system kardiovaskuler. Oleh karena itu asumsi bahwa tes troponin diusulkan untuk menjadi penanda dalam mengetahui infeksi Covid 19 cukup rasional. Penyakit yang menyerang sistem pernapasan ini telah menyebabkan jutaan orang terinfeksi baik dari usia lanjut, penyakit kardiovaskuler, diabetes militus dan orang-orang dengan hipertensi yang akan memperberat komorbiditas juga meningkatkan kematian pasien-pasien COVID-19.
Sekitar 44% penderita hipertensi di dunia berasa dari Asia selatan atau Asia timur. HOPE Asia Network yang berdiri tahun 2016 dan anggota dari Word Hypertension League mempunyai misi yaitu memperbaiki tatalaksana hipertensi dan proteksi organ agar tercapai “zero” kejadian kardiovaskuler di Asia.
Dengan situasi pandemi saat ini di mana infeksi SARS CoV-2 HOPE merangkum penelitian-penelitian termasuk ACE2 yang telah terbukti menjadi portal masuknya virus corona ke dalam sel target. Dalam penelitian yang dilakuakan oleh Ganxiao Chen et al, menemukan bahwa hipertensi merupakan sekuel dari infeksi SARS-CoV-2. Meskipun sejumlah penelitian tentang COVID-19 telah dilaporkan, hanya ada sedikit yang memberikan hasil tentang sekuel penyakit ini, hal ini dikarenakan karena kurangnya tindak lanjut klinis jangka panjang. Sehingga, SARS Cov-2 dapat merusak kardiomiosit oleh peradangan sistemik dan juga melibatkan cTnI yang akan memperparah tingkat infeksi.
Oleh karena itu, hal ini memungkinkan angiotensin receptor blocker (ARBs) dapat mempengaruhi ekspresi ACE 2 sehingga pengaruh kerentanan dan severitas infeksi COVID-19 dapat ditekan. ARB merupakan senyawa non-peptida yang ditandai dengan kepemilikan gugus biphenyl, tetrazole, benzimidazole, atau non-biphenyl non-tetrazole. Candesartan, olmesartan, irbesartan, losartan, dan valsartan memiliki struktur tetrazolo-biphenyl yang sama, candesartan dan telmisartan memiliki gugus benzimidazole yang sama, dan eprosartan memiliki strukturkimia non-biphenyl, nontetrazole.
Dengan pengecualian irbesartan, semua ARB aktif memiliki gugus asam karboksilat bebas. sisi lain, azilsartan medoxomil secara structural mirip candesartan kecuali memiliki 5-oxo-1, 2, 4-oxadiazole sebagai pengganti cincintetrazole. Manfaat Potensial ARB Melampaui Efek Antihipertensi Angiotensin receptor blockers (ARB) adalah obat yang ditoleransi baik, diketahui bermanfaat menghambat aktivitas sistem renin-angiotensin (RAS), mengobati hipertensi dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular.
Penghambat sistem renin angiotensin akan sangat bermanfaat pada Pasien dengan gagal Jantung atau penyakit ginjal karena jenis obat ini memiliki efek positif terhadap prognosis. Pasien usia lanjut dengan hipertensi tanpa komorbiditas atau faktor risiko lainnya, pilihan obat penghambat kanal kalsium mungkin merupakan pilihan yang baik. Kontrol glukosa darah juga penting karena hal ini dapat menurunkan risiko infeksi SARS-CoV-2 dan terjadinya perburukan pada Covid-19.
Monitor tekanan darah di rumah akan memastikan tercapainya target dan terkontrolnya target tekanan darah pada penderita Hipertensi. Larangan keluar rumah (atau isolasi) pada keadaan pandemi Covid-19 akan menghambat orang untuk dapat melakukan olahraga di luar rumah secara teratur.
Disarankan untuk melakukan olahraga di rumah untuk menjaga kebugaran, menjaga fungsi kardiovaskular, metabolik, kesehatan pernapasan. dan stimulasi fungsi kekebalan tubuh. Olahraga teratur dapat mencegah terjadinya epidemic obesitas akibat pandemi Covid-19 yang mana dapat meningkatkan kejadian komorbidas kardiovaskular dan metabolik.
Covid-19 Dan Komorbiditas: Penilaian Dan Tatalaksana
-
Pasien dengan hipertensi khususnya usia lanjut dan diadapatkan faktor-faktor risiko lainnya mempunyai risiko gejala yang berat selama infeksi COVID-19.
-
Pasien dengan diabetes mellitus memerlukan monitor ketat dalam mengantisipasi terjadinya injuri miokard dan trombosis arteriovenous.
-
Saturasi oksigen harus dipantau ketat saat pemeriksaan pertama, jika saturasi oksigen <94% maka perlu dipertimbangkan infeksi COVID-19 masuk dalam kategori berat.
-
Obat-obat antihipertensi golongan ACE-I atau ARB pada pasien dengan COVID-19 dilanjutkan secara hati-hati dengan memantau ada tidaknya hipotensi dan injuri renal.
-
Perlu perhatian terjadinya manifestasi stres. Pada pasien-pasien COVID-19 yang tidak dirawat terapi antihipertensi harus dilanjutkan untuk meminimalisir risiko, termasuk memperbaiki pola hidup seperti pola makanan dan tidur cukup. Pasien-pasien hipertensi dengan terapi ACE-I atau ARB tetap melanjutkan pengobatannya dan tidak didapatkan efek negatif terhadap proses penyembuhan COVID-19. Penghambat RAS (RAS inhibitor) sangat bermanfaat pada pasien COVID-19 dengan gagal jantung atau penyakit ginjal karena akan memberikan prognosa lebih baik. Pada pasien hipertensi lanjut usia dan mempunyai komorbiditas dan faktor risiko lainnya pemberian calcium channel blocker merupakan pilihan obat antihipertensi lainnya. Kontrol gula darah sangat diperlukan untuk mengurangi risiko infeksi terhadap SARS-CoV-19. Latihan rutin juga diperlukan dalam mengelola status kesehatan setiap individu dan untuk menangkal konsekuensi negatif akibat infeksi SARS-CoV-19 ini.
Telemedicine Selama Pandemi Covid-19
Pembatasan sosial berskala besar (lockdown) dan social distancing yang masih berlangsung dibanyak negara termasuk Indonesia bertujuan untuk mencegah penularan virus corona baru ini lebih luas lagi. Banyak prosedur baik elektif maupun non-esensial menjadi tertunda untuk mengatasi menyebarnya kasus ini. Untuk mengatasi hambatan konsultasi kesehatan tatap muka maka dibuat konsultasi tatap muka melalui daring yaitu telemedicine. Dalam melaksanakan telemedicine diperlukan pendekatan multidisiplin dengan memonitor tandatanda vital; penelusuran obat-obat; edukasi pola hidup dan konsultasi video (gambar) Telemedicine ini dapat menentukan apakah seseorang :- Suspek atau sudah menderita hipertensi
- Usia lanjut
- Individu yang memerlukan bantuan medis
- Pasien-pasien dengan risiko tinggi
- Pasien-pasien dengan multiple komorbid
- Pasien isolasi (COVID-19)
Referensi:
-
Ganxiao Chen, Xun Li2, Zuojiong Gong2, et al. Hypertension as a sequela in patients of SARS-CoV-2 infection. 2021. Department of Cardiology & Cardiovascular Research Institute, Renmin Hospital of Wuhan University, Wuhan, China.
-
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia. Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2021: Update Konsensus PERHI 2019. 2021.
Log in untuk komentar