sejawat indonesia

Diet Mediterania Mencegah Risiko Stroke

Lebih dari 40 tahun yang lalu, sepasang suami istri dari Amerika, Ancel dan Margaret Keys, memberi laporan tentang manfaat dari diet mediterania. Sejak saat itu, jenis diet tersebut menjadi populer karena dampaknya pada kesehatan kardiovaskular. Manfaat kesehatan lainnya termasuk memperpanjang umur, meminimalkan risiko diabetes, mengurangi indeks massa tubuh (BMI) berlebih, dan memperlambat penurunan kognitif. Sejumlah penelitian pun telah dikembangkan untuk mendukung banyak klaim kesehatan yang beragam tentang diet mediterania. Baru-baru ini, Universitas East Anglia, Aberdeen, dan Cambridge—semua di Inggris—bergabung untuk menemukan apakah diet favorit semua orang tersebut mungkin juga mengurangi risiko stroke. Awal pekan ini, temuan mereka dipublikasikan di jurnal Stroke. Secara keseluruhan, penelitian tersebut menggunakan informasi dari 23.232 orang kulit putih, berusia 40-77 tahun, selama periode 17 tahun. Data diambil dari sebuah proyek penelitian sebelumnya yang menyelidiki "hubungan antara diet, faktor gaya hidup, dan kanker." Untuk mengukur diet para peserta, para ilmuwan meminta mereka untuk menggunakan catatan harian per 7 hari—semua yang mereka konsumsi dicatat untuk periode 1 minggu. Metode tersebut lebih andal daripada kuesioner frekuensi makanan yang sering dikonsumsi yang menanyakan kepada peserta seberapa sering mereka cenderung memakan makanan tertentu. Metode tersebut diklaim sebagai yang pertama digunakan pada sekelompok orang pada jumlah yang cukup besar. Selanjutnya, mereka menilai seberapa dekat setiap peserta mengikuti diet Mediterania dan mengurutkannya menjadi empat kelompok tergantung pada kemiripan menu dengan diet mediterania tersebut. Tim itu lalu menyimpulkan bahwa diet gaya Mediterania mengurangi risiko stroke hingga 17 persen.

Sangat Bermanfaat bagi Perempuan

Ketika mereka membagi data menjadi pria dan wanita, efeknya lebih terasa pada wanita. Mereka yang mengikuti diet paling dekat, memiliki pengurangan 22 persen risiko stroke. Namun, di antara pria, hanya ada pengurangan 6 persen dan tidak signifikan secara statistik. "Tidak jelas mengapa kami menemukan perbedaan antara perempuan dan laki-laki, tetapi bisa jadi komponen makanan dapat memengaruhi laki-laki berbeda dari perempuan,” ujar Ailsa A. Welch, Profesor di Nutritional Epidemiology, University of East Anglia, salah satu anggota tim inti di penelitian tersebut. Diet Mediterania dapat mengurangi risiko stroke oleh lebih dari seperlima pada wanita berusia 40 tahun atau lebih, tetapi tidak memiliki dampak signifikan pada risiko stroke pria. Pada pria dan wanita yang berisiko tinggi terkena penyakit kardiovaskular, mereka yang mengikuti diet Mediterania memiliki 13% penurunan risiko stroke, meskipun pengurangan ini sebagian besar didapatkan oleh perempuan. Khusus pada perempuan, risiko stroke berkurang 22%. Ini berarti bahwa jika 14 wanita per 10.000 orang mengalami stroke maka risikonya akan berkurang menjadi 11 wanita per 10.000—jadi, tiga nyawa diselamatkan dalam setiap 10.000 orang. Tidak ada pengurangan risiko stroke yang signifikan secara statistik pada pria yang melakukan diet Mediterania. Penelitian selanjutnya di masa depan perlu menyelidiki mengapa pria dan wanita berbeda dalam menanggapi diet Mediterania dan jika ini disebabkan oleh perbedaan faktor risiko yang mempengaruhi wanita saja, atau apakah wanita merespons secara berbeda untuk faktor risiko seperti tekanan darah dan diabetes. Untuk ini, perlu uji coba terkontrol secara acak. Dalam analisis selanjutnya, diet Mediterania secara keseluruhan tampaknya lebih kuat melindungi terhadap risiko stroke daripada makanan individu di dalamnya. Ketika peneliti menganalisis makanan individu, ada beberapa hubungan yang signifikan dengan risiko stroke. Manfaat tampaknya berasal dari efek aditif menggabungkan diet tinggi ikan, buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, sereal, dan kentang. Diet Mediterania juga memiliki asupan daging dan susu dengan rasio yang lebih rendah dari lemak tidak jenuh hingga jenuh. Salah satu keterbatasan dalam penelitian ini, seperti yang diakui Ailsa A. Welch, adalah mereka mengukur pola makan pada awal studi saja dan tidak dapat mengesampingkan kemungkinan bahwa pola makan orang-orang bisa berubah selama masa studi. Faktor keragaman rasial ketika penelitian dilakukan di Norfolk, Inggris, juga perlu dipertimbangkan. Mengingat, ada keragaman memahami hubungan antara diet dan stroke untuk populasi non-kulit putih. Ini juga penting untuk penelitian di masa depan karena orang-orang yang berkulit hitam dan keturunan Afrika atau Karibia memiliki risiko stroke yang lebih tinggi daripada orang lain di Inggris.
Sumber: https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/STROKEAHA.117.020258
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaDiet Rendah Karbohidrat Belum Tentu Sebuah Solusi

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar