sejawat indonesia

Efek Peningkatan Dosis Dexamethason pada Pasien Pasca Operasi

Kortikosteroid ditemukan pada tahun 1950, pertama kali digunakan pada irritable bowel disease (IBD). Pasien IBD merasakan efek pangobatan gejala penyakit mereka sejak hari pertama menggunakan kortikosteroid. Kortikosteroid didefenisikan sebagai derivate hormone steroid yang dihasilakan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memiliki peranan penting seperti mengontrol respon inflamasi. Hormone steroid dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu glukokortikoid dan mineralkortikoid. Glukokortikoid memiliki efek penting pada metabolism karbohidrat dan fungsi imun, sedangkan mineralkortikoid memiliki efek kuat terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit. Kortikosteroid banyak digunakan dalam pengobatan karena efek yang kuat dan reaksi antiinflamasi yang cepat. Salah satu dari beberapa obat kortikosteroid yang paling sering digunakan adalah dexamethason. Dexamethason memiliki glukokortikoid yang tinggi 6-7 kali lebih tinggi dibandingkan dengan prednisolon. Dimana efeknya meningkat pada 2-12 jam setelah injeksi, dan bertahan 3 sampai 5 hari. Dexamethasone adalah kortikosteroid sintetis yang digunakan secara luas dalam berbagai spesialisasi, termasuk anestesi. Lebih luas dalam bidang anestesi digunakan untuk mengurangi efek mual dan muntah pasca operasi yang disebut Post-operativer nausea and vomiting (PONV). Sebagai terapi tambahan untuk PONV, dexamethason digunakan pada prosedur bedah tertentu. Juga dengan tujuan untuk mengurangi pembengkakan dan nyeri pasca operasi dengan mengurangi respon inflamasi. Post-operative nausea and vomiting (PONV) atau mual dan muntah setelah tindakan operasi adalah gajala umum yang tidak menyenangkan setelah operasi. Secara keseluruhan insidensi PONV pada pasien dewasa 70%-80%, sedangkan pada anak-anak di atas usia 3 tahun insidensi sekitar 40%. PONV ini dinilai sangat meresahkan dan mengganggu kondisi pasien, bukan hanya memperlama perawat pasien, melainkan juga mengganggu kualitas hidup pasien. Mekanisme penggunaan dexamethason sebagai terapi PONV, bekerja pada efek fisiologis dari hormone glukokortikoid. Beberapa reseptor glukokortikoid berkaitan dengan jalur konduksi fisiologis yang menyebabkan muntah. Reseptor glukokortikoid berada di bagian otak terletak di nucleus traktus soliter. Dexamethason secara efektif mengurangi peradangan reaksi lokal setelah operasi, hal ini dapat mengurangi peradangan yang dapat dipicu oleh stimulasi aferen sistem saraf parasimpatis ke pusat muntah, sehingga dapat mengurangi PONV. Di berbagai prosedur bedah, glukokortikoid telah terbukti mengurangi mual dan muntah pasca operasi, nyeri akut, kebutuhan opioid. Juga, meningkatkan kecepatan  konversi kembali ke konsumsi makanan secara normal setalah operasi usus, pemenuhan kriteria pemulangan pasien lebih awal setelah operasi vascular, rata-rata lama rawat yang lebih pendek setelah operasi mayor. Dosis yang ditetapkan untuk pencegahan mual dan muntah pasca operasi adalah dexamethason 4 mg sampai 8 mg, tetapi dosis glukokortikoid yang lebih tinggi (hingga 125 mg methylprednisolone, setara dengan 24 mg dexamethason) telah terbukti lebih unggul berbanding placebo dalam mengurangi nyeri pasca operasi dan penggunaan opioid di berbagai prosedur operasi. Namun, apakah tepat dengan peningkatan dosis dexamethason sebagai terapi PONV? Pada pasien kanker payudara, masalah dalam pemulihan awal terutama terdiri dari nyeri dan mual, meskipun sebagian dapat diatas dengan penerapan protokol pemulihan setelah operasi, termasuk dexamethason dan betametason (setara dengan dexamethason) dalam operasi kanker payudara telah menunjukkan penurunan mual dan muntah pasca operasi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Julia, Kristin Steinthorsdottir,et.al, mengungkapkan bahwa di institusinya, pasien yang menjalani operasi kanker payudara dirawat sesuai dengan protokol pemulihan pasca operasi meningkat sejak 2008, menjalani evaluasi rutin dan perubahan sesuai dengan bukti yang tersedia. Pada tahun 2015, 125 mg metilprednisolon (setara dengan 24 mg dexamethason) diimplementasikan sebagai bagian dari protokol pemulihan yang ditingkatkan setelah operasi (sebelum memasukkan 8 mg dexamethason). Hal ini mengakibatkan pengurangan yang nyata dalam jangka waktu rawat dan frekuensi pemindahan ke unit perawatan postanesthesia (PACU), sehingga memungkinkan sebagian besar mastektomi dilakukan sebagai operasi sehari-hari. Hasil yang menjanjikan ini mendorong investigasi terhadap efek tunggal dari 24 mg dexamethason yang akan dibandingkan dengan 8 mg pada pemulihan dan kebutuhan saat observasi di unit perawatan postanastesi (PACU) setelah operasi kanker payudara. “Kami menguji hipotesis yang mengatakan bahwa pasien yang menjalani mastektomi yang diberi 24 mg dexamethason lebih mungkin untuk melewati perawat intensif anastesi daripada mereka yang diberi dexamethason 8 mg”. Berdasarkan uji statistik yang dilakukan pada 226 pasien, lebih dari 130 dilakukan randomisasi dan 3 pasien dikeluarkan setelah alokasi (sebelum dilakukan intervensi) dikarenakan perubahan rencana prosedur. Ditemukan hasil yaitu, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok pasien yang benar-benar ditransfer ke PACU pada kedua kelompok dengan perbedaan 0,0% (P> 0,999). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar kedua kelompok terkait total skor kepulangan atau sub skor di ruang operasi atau saat tiba di bangsal, kecuali skor nyeri yang secara signifikan lebih tinggi pada kelompok 24 mg saat ekstubasi. Lama rawat inap (rumah sakit) adalah median 10,6 jam, median 11 jam pada kelompok 24 mg, median 9,2 jam pada kelompok 8 mg (p=0,217). Lebih banyak pasien yang membutuhkan drainase seroma pada kelompok 24 mg, n = 60 (94 %) berbanding n = 51 (81%), (P=0,030). Berdasarkan dari hasil di atas, dalam single-center randomized trial ini, dexamethason 24 mg tidak mengurangi pasien ke PACU, ataupun lebih sedikit merasakan nyeri, mual, atau komplikasi spesifik organ setelah masektomi, dibandingkan dengan 8 mg dexamethason. Hal lain yang ditemukan dalam penelitian tersebut adalah, lebih banyak pasien membutuhkan drainase pada kelompok 24 mg penggunaan dexamethason. Sehingga, dalam penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan dosis dexamethason pra-operasi dari 8 menjadi 24 mg tidak menunjukkan efek terhadap luaran utama terkait pemulihan awal pasca mastektomi. Secara keseluruhan, rejimen analgetik dan antiemetik sederhana menghasilkan tingkat nyeri pasca operasi yang rendah serta tidak adanya mual dan muntah pasca operasi. Lama rawat ditemukan pendek baik selama di PACU maupun lama rawat keseluruhan. Pengamatan menemukan proporsi pasien dengan  yang lebih tinggi pada kelompok 24 mg, berdasarkan hal tersebut maka disimpulkan bahwa tidak ada perbaikan luaran sehingga pemberian dexamethason 24 mg untuk mastektomi tidak dianjurkan.  
Referensi:
  1. Julia, Kristin Steinthorsdottir, et al. “Dexamethasone Dose and Early Postoperative Recovery after Mastectomy : A Double-blind, Randomized Trial.” Anesthesiology 2020; 132;678-91
  2. Apfel CC, Korttila K, Abdalla M, Kerger H, Turan A, Vedder I, et al. A factorial trial of six interventions for the prevention of postoperative nausea and vomiting. N Engl J Med 2004;350:2441e51
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaPenggunaan Metrformin pada Pasien DM Tipe 2 dengan Penyakit Ginjal Kronik

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar