sejawat indonesia

Henti Jantung Mendadak adalah Pertarungan Melawan Waktu

Henti Jantung Mendadak atau Sudden Cardiac Arrest (SCA) menjadi momok mengerikan, bukan hanya bagi mereka yang mengalaminya, tapi juga bagi para tenaga medis yang menanganinya.

 

SCA masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat. Di seluruh dunia, Angka kejadiannya mencapai 55 per 100.000 orang tiap tahun. Sekitar 70% dari SCA ini terkait dengan penyakit arteri koroner dan, oleh karena itu, kemungkinan disebabkan oleh ritme jantung yang shockable dan bisa merespons defibrilasi dengan segera.

 

Ada empat ritme jantung yang terjadi pada SCA: Ventricular Fibrillation (VF) dan Ventricular Tachycardia (VT) yang shockable, Dua lainnya adalah asystole dan pulseless electrical activity (PEA) yang non-shockable. Untuk dua jenis SCA yang pertama, defibrilasi dini dengan Automated external defibrillator (AED) menjadi langkah ampuh menjaga tingkat kelangsungan hidup dan penelitian menunjukkan bahwa setiap menit penggunaan AED yang tertunda, meningkatkan risiko kematian sebesar 10%).

 

Meskipun ketersediaan defibrillator dan kampanye kesehatan masyarakat di banyak negara maju tentang pentingnya resusitasi jantung paru (RJP) semakin tinggi, namun kelangsungan hidup dari SCA yang terjadi di luar RS atau Out of hospital cardiac arrest (OOHCA) tetap rendah, hanya 8% pasien yang bertahan hingga keluar dari rumah sakit.

 

Defibrilasi (mengembalikan ritme normal jantung menggunakan listrik) pada ritme yang shockable dengan AED dapat mengubah dan mengembalikan ritme sinus (ritme alami jantung yang normal). Ritme sinus, dinamakan demikian karena dimulai dari nodus sino-atrial (bagian dari jantung yang mengeluarkan ritme listrik).

 

AED adalah alat yang dapat secara otomatis mendeteksi ritme abnormal jika bantalannya ditempatkan pada pasien tanpa denyut nadi untuk memberikan kejutan listrik dengan menekan satu tombol. Alat ini secara otomatis memutuskan apakah kejutan diperlukan dengan menganalisis ritme listrik dan mengatur energi yang akan dikirim secara otomatis.

 

Kesederhanaan proses (memasang bantalan perekat ke pasien, menyalakan alat, menekan tombol kejut jika diminta) berarti bahwa bantalan tersebut dapat digunakan oleh orang awam tanpa pelatihan yang diperlukan seperti defibrilasi manual yang lebih kompleks: resusitasi untuk mengidentifikasi irama jantung, memutuskan energi kejut yang akan diberikan, mengisi daya perangkat, dan kemudian memberikan kejutan.

 

Namun, AED hanya digunakan sebagai bagian dari resusitasi jantung-paru yang juga melibatkan kompresi dada dan ventilasi buatan AED adalah bagian penting dari CPR tetapi tidak boleh menggantikan kompresi dada dan ventilasi buatan yang terus berlanjut selama periode henti jantung tanpa nadi karena intervensi ini menjaga sirkulasi ke organ tubuh vital ketika curah jantung minimal.

 

Peran mekanistik AED dalam memulihkan denyut jantung

Ketika seorang pasien menderita henti jantung shockable, cara paling efisien untuk memulihkannya adalah dengan menghentikan aritmia yang mengancam jiwa (VT atau VF) dan memungkinkan dimulainya kembali fungsi ritme jantung yang normal, yang dikenal sebagai ritme sinus.

 

Walaupun patofisiologi dari gangguan ritme ini berbeda, metode tercepat untuk memulihkan ritme sinus pada kedua kasus adalah dengan menerapkan stimulus arus searah yang disinkronkan hingga 360 Joule. Hal tersebut menyebabkan depolarisasi semua miosit jantung (sel otot jantung) secara bersamaan, memungkinkan alat pacu jantung intrinsik, nodus sino-atrial, mengambil alih stimulasi lagi. Pemulihan kontraksi akan terkoordinasi dalam keadaan yang tepat dan membangkitkan kembali denyut jantung.

 

Defibrilasi yang dilakukan segera = kelangsungan hidup jadi lebih tinggi

Ritme yang shockable akan berubah menjadi non-shockable. Itu berarti kondisi kian buruk. Defibrilasi lebih awal telah terbukti meningkatkan hasil penanganan henti jantung. Pasien dengan ritme yang shockable, memiliki waktu terbatas untuk dilakukan defibrilasi. Semakin lama pasien dibiarkan tanpa kejut jantung, dengan atau tanpa kompresi dada, semakin lama pasien hipoksia.


Baca Juga:

Argumen patofisiologis ini telah didukung oleh data observasional. Sebuah studi observasi di beberapa kasino (Valenzuela 1997) berperan penting dalam menunjukkan bahwa waktu untuk defibrilasi eksternal berbanding terbalik dengan kelangsungan hidup karena waktu dari serangan jantung dan defibrilasi berikutnya secara akurat direkam oleh kamera keamanan.

 

Hal ini menunjukkan bahwa untuk setiap menit defibrilasi tertunda, risiko kematian meningkat sebesar 10%. Jika defibrilasi untuk ritme yang dapat diberi kejutan diberikan dalam waktu tiga menit, tingkat kelangsungan hidup terbukti sekitar 74%.

 

Kompresi dada tetap penting

Seperti yang dijelaskan di atas, kompresi dada adalah bagian penting dari respons terhadap setiap serangan jantung. Kompresi dada yang berkualitas baik, merupakan bagian integral untuk mempertahankan perfusi serebrovaskular sehingga meningkatkan celah waktu yang mengarah kepada keberhasilan resusitasi.

 

Tanpa kompresi dada, celah waktu untuk keberhasilan defibrilasi di tempat umum sangat sempit.

 

Metode untuk mencapai ‘defibrilasi dini’

Seperti yang dijelaskan di atas, defibrilasi dini meningkatkan kelangsungan hidup ritme yang dapat dikejutkan. Di negara maju, sebagian besar petugas layanan medis darurat/emergency medical service (EMS) selalu membawa defibrilator sehingga faktor penghambat untuk defibrilasi adalah waktu respon kru layanan darurat. Oleh karena itu, intervensi yang diperiksa di sini adalah intervensi yang bertujuan untuk membawa dan memasangkan AED pada pasien sebelum EMS tiba.

 

Ada empat metode yang telah digunakan untuk mencapai hal ini:

 

·      AED ditempatkan secara strategis di lokasi yang mungkin mengalami serangan jantung (misalnya pusat olahraga, pusat perbelanjaan, bandara, stasiun kereta api, restoran) dan, jika terjadi serangan jantung, setiap orang di sekitar dapat mengakses dan menggunakan AED.

 

·      Seorang volunteer ditempatkan di sekitar lokasi-lokasi strategis dan diberi tahu dalam beberapa cara (biasanya telepon, pesan teks, atau aplikasi smartphone) oleh operator atau petugas EMS. Relawan ini dapat mengakses AED dan melakukan penanganan sebelum petugas tiba.

 

·      Seorang profesional terlatih dalam CPR, tetapi bukan profesional kesehatan (misalnya, petugas pemadam kebakaran, petugas polisi atau penjaga keamanan) dikirim dengan AED, dan sekali lagi dapat tiba lebih awal dari EMS.

 

·      Sebuah AED dibawa ke lokasi oleh drone yang dikirim. Tujuan umum dari metode ini adalah untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk memasang AED pada pasien.

 

Penegasan tentang metode penggunaan AED pada insiden SCA menjadi penting, karena pengadaan alat tersebut di berbagai tempat, baik publik maupun personal, bukan jaminan penanganan Henti Jantung Mendadak bisa segera dilakukan. Sebab bagaimanapun, penanganan SCA ini adalah pertarungan melawan waktu, sehingga kecepatan menghubungkan tambalan AED ke dada pasien, adalah sesuatu yang utama.


Ketahui lebih banyak informasi terbaru tentang Penyakit Jantung melalui Artikel Sejawat lainnya, serta dapatkan penatalaksanaan terbaru terkait gagal jantung di Sejawat CME on Demand.


Sumber:

Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaKetika keluarga Pasien Meminta Diagnosis Kanker Dirahasiakan

Event Mendatang

Komentar (1)
Andi Fasaya
Posted at 02 February 2022 20:35

👍🏻👍🏻

Komentar

Log in untuk komentar