sejawat indonesia

Implan Otak dan Tangan Bionik Berhasil Membuat Pasien Lumpuh Kembali Merasakan Sensasi Sentuhan

Sekelompok ilmuwan dari University of Pittsburgh School of Medicine baru saja melakukan stimulasi terhadap otak seorang lelaki lumpuh dengan cara menanam implan di otaknya, dan memberinya kesempatan untuk kembali merasakan sensasi sentuhan di tangannya.

Lelaki lumpuh yang menjadi partisipan dalam percobaan ini bernama Copeland. Ia mengalami kecelakaan lalu lintas 12 tahun yang lalu, kemudian mengalami cedera medula spinalis yang berakibat kelumpuhan pada keempat anggota geraknya. Lima tahun yang lalu, Copeland mendaftarkan diri sebagai sukarelawan di UPMC untuk riset mengenai teknologi yang diharapkan dapat membantu orang-orang lumpuh untuk kembali merasakan adanya sensasi sentuhan – sesuatu yang bahkan lebih sulit diraih dibandingkan gerakan. Penelitian ini adalah harapan untuk terciptanya tungkai neuroprostetik yang berfungsi seperti tungkai manusia asli di masa depan.

Dalam studi ini, para ilmuwan memasang implan mikroelektroda pada korteks somatosensorik primer partisipan, sebuah area pada otak yang bertanggungjawab terhadap sensasi sentuhan. Peneliti kemudian menggunakan tangan bionic sebagai tangan yang diberi sentuhan, dan sentuhan atau tekanan yang diberikan akan dibaca oleh data sensor yang kemudian diubah menjadi impuls yang dikirim ke otak. Lokasi dari pemasangan mikroelektroda sebelumnya diidentifikasi menggunakan magnetic resonance imaging (MRI) dan magnetoencephalography (MEG). Setelah implan terpasang, para ilmuwan memberi stimulasi elektrik ringan terhadap otak partisipan, sebuah teknik yang dikenal sebagai intracortical microstimulation.

Intracortical stimulation dari korteks somatosensorik menawarkan potensi untuk menciptakan neuroprostetik sensorik untuk mengembalikan sensasi taktil. Studi pada hewan yang pernah dilakukan telah menunjukkan bahwa persepsi kutaneus dan proprioseptik dapat dirangsang menggunakan metode ini, namun pada percobaan ini kualitas dari stimuli persepsi tidak dapat diukur. Penelitian ini menunjukkan bahwa mikrostimulasi terhadap area tangan dari korteks somatosensorik dari partisipan dengan cedera medulla spinalis yang lama, merangsang sensasi taktil yang dianggap berasal dari lokasi tangan partisipan, dan bahwa tempat stimulasi kortikal diatur sesuai prinsip-prinsip somatotopic yang diharapkan.

Pada empat minggu pertama dalam percobaan ini, partisipan hanya merasakan sensasi menggelitik pada tangan dan lengannya setelah korteks somatosensoriknya dirangsang. Kemudian setelah empat minggu, partisipan mulai merasakan sensasi sentuhan yang berasal dari tangannya. Pada 93 persen dari uji coba yang dilakukan untuk mengukur kelainan dari sentuhan yang dirasakan, partisipan mendeskripsikan rasanya sebagai “mungkin alami”, dengan tidak ada perasaan “sangat alami” atau “sangat tidak alami”. Pada 94 persen dari uji coba untuk mengukur kedalaman sensasi, partisipan melaporkan merasakan sensasi sentuhan baik di permukaan maupun di bawah kulit. Pada uji coba untuk mengetahui persepsi nyeri, tidak terdapat percobaan yang merangsang respon nyeri terhadap partisipan. Dan pada 190 uji coba yang dilakukan untuk mengetahui kualitas dari sensasi yang dirasakan, ilmuwan melaporkan 67 persen dari stimuli dirasakan sebagai tekanan, 15 persen terasa sebagai rasa hangat, dan 15 persen lainnya terasa sebagai stimulasi elektrik. Pada satu dari uji coba ini, partisipan merasakan stimulasi yang digambarkannya sebagai getaran yang tidak menyenangkan.

Pada percobaan kedua, ilmuwan menggunakan tangan bionic di mana mereka memetakan output dari sensor torsi ke jari tertentu pada tangan bionic, yang kemudian dipetakan ke elektroda yang sesuai untuk setiap jari. Mata partisipan ditutup, dan kemudian diminta untuk melaporkan jari mana yang merasakan tekanan atau sentuhan yang diberikan. Sepanjang 13 sesi, partisipan dapat mengidentifikasi jari dengan benar sebanyak 84 persen. Seluruh respon-respon tersebut tetap stabil sepanjang studi selama enam bulan.

Dalam laporannya yang diterbitkan di jurnal Science Translational Medicine tanggal 13 Oktober 2016, ilmuwan menjelaskan bahwa banyak dari persepsi-persepsi yang dihasilkan, menunjukkan karakteristik natural (termasuk merasakan adanya tekanan) dapat dirangsang pada amplitudo stimuli yang rendah. Lebih jauh, dengan memodulasi amplitudo stimuli, akan meningkatkan intensitas persepsi dari stimuli, yang berarti intracortical stimulation dapat digunakan untuk menyampaikan informasi mengenai lokasi kontak dan tekanan yang diperlukan untuk melakukan gerakan tangan terampil yang berhubungan dengan manipulasi objek.

Para ilmuwan saat ini tengah berusaha untuk mengkombinasi gerakan dengan sensasi. Tujuan akhir dari eksperimen ini adalah untuk menciptakan suatu sistem yang bergerak dan terasa sebagaimana tangan manusia asli. Walaupun mungkin saja akan membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai tujuan akhir itu, tapi ini adalah awal yang baik untuk masa depan penderita yang mengalami hal yang sama dengan partisipan. Bagaimana pendapat Anda?

Sumber : Scientific American.

Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaMengenal Dengan Jelas Tentang Kanker Payudara

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar