Memahami Omicron dari Varian hingga Vaksin
Omicron menjadi varian kelima setelah Alpha, Beta, Gamma, dan Delta yang menjadi Variant of Concern (VoC) dari SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19. Setelah dilaporkan pertama kali di Afrika Selatan pada November lalu, dan kini mulai menyebar luas di Indonesia, beberapa fakta tentang varian terbaru ini mulai diketahui dengan lebih pasti.
Varian SARS-Cov-2, selain yang digolongkan oleh WHO sebagai Varian of Concern (VoC), juga ada Varian of Interest (VoI). Variant of Concern merupakan varian yang menjadi perhatian karena memiliki tingkat penularan dan virulensi yang tinggi, serta menurunkan efektivitas diagnostik dan vaksin.
Sedangkan, Variant of Interest adalah varian Covid-19 yang memiliki kemampuan genetik yang dapat memengaruhi karakteristik virus, Misalnya: tingkat keparahan penyakit, pelepasan kekebalan, penularan, dan kemampuan menghindari diagnostik. Jadi, Virus yang masuk kategori variant of concern akan lebih berbahaya dibandingkan dengan virus berkategori variant of interest.
Sesuai dengan skema Nextrain, kaitan satu varian SARS-Cov-2 dengan yang lainnya bisa dijelaskan dengan ilustrasi berikut:
Dari data awal yang didapatkan oleh Zoe Covid Study, gejala dari Omicron lebih variatif dibanding varian delta, namun kondisinya lebih ringan. Dari penelitian mereka akhir tahun lalu, didapatkan 5 gejala teratas Varian Omicron ini: Pilek, Sakit kepala, Kelelahan, Bersin, dan Sakit tenggorokan.
Salah satu fakta dari Omicron yang kini telah diketahui seiring luas penyebarannya adalah kemampuan penularan yang lebih cepat dibanding varian Delta. Salah satunya karena terdapat setidaknya 50 mutasi genetik Omicron pada lebih dari 30 protein lonjakan (Spike Protein), bagian virus yang terpapar yang mengikat sel manusia.
Para ilmuwan juga menjelaskan, mekanisme ini yang membuat Omicron lebih mungkin untuk menghindari perlindungan kekebalan yang diberikan oleh vaksin atau infeksi sebelumnya. Perkiraan terbaik menunjukkan bahwa vaksin bekerja 30%-40% efektif untuk mencegah infeksi dan 70% efektif untuk mencegah penyakit parah.
Vaksin+Booster, seberapa efektif?
Berbagai penelitian terkait efektivitas vaksin mengungkap bahwa dosis ketiga akan membantu meningkatkan respons imun dan perlindungan terhadap omicron, dengan perkiraan efektivitas 70%-75%.
Pfizer telah melaporkan bahwa orang yang telah menerima dua dosis vaksinnya rentan terhadap infeksi dari omicron. Tapi, suntikan ketiga meningkatkan aktivitas antibodi terhadap virus. Temuan ini didasarkan pada percobaan laboratorium menggunakan darah orang yang telah menerima vaksin. Sedangkan, pihak Moderna mengatakan suntikan booster vaksin mRNA-nya meningkatkan kadar antibodi 37 kali lipat jika setengah dosis disuntikkan dan 83 kali lipat untuk dosis penuh.
Di waktu-waktu mendatang, dosis Booster mungkin akan disesuaikan dengan varian baru yang muncul. Seperti pada kasus vaksin Influenza yang terus diperbarui seiring dengan jenis influenza yang hadir.
Baca Juga:
- Skoring Terbaru Badai Sitokin pada Pasien COVID-19
- Covid-19 dan Hipertensi: Mekanisme Perburukan dan Tatalaksana
Fakta paling menggembirakan dari teknologi pembuatan vaksin, seperti mRNA, adalah waktu yang dibutuhkan hanya sekitar 100 hari. Jadi, kalau nanti ada varian baru yang kebal terhadap vaksin yang tersedia, kita tidak perlu menunggu terlalu lama untuk hadirnya vaksin baru yang lebih sesuai.
Oh iya, untuk mengetahui lebih jauh tentang varian Omicron ini, yuk ikuti CME On-Demand dari Sejawat, What is Omicron Variant and How to Beat it. Gratis dan bisa diakses kapan saja.
Jangan lupa untuk selalu menjaga kondisi dan disiplin menerapkan protokol kesehatan, yah sejawat. Semoga tetap sehat dalam melalui pandemi Covid-19.
Download Infografiknya di sini
Sumber:
- Zoe Covid Study
- Nextrain.org
- Ulrich Elling; Bjorn Meyer; Kevin McCarthy; Covariants.org
- SARS-CoV-2 variants of concern and variants under investigation in England, UK Health Security Agency (31 Desember 2021)
- Growth, population distribution and immune escape of Omicron in England, Imperial College COVID-19 response team (16 Desember 2021)
- Rafael Araos dan Alejandro Jara, Kementerian Kesehatan Chile (Oktober 2021).
- Alasdair P. S. Munro, dkk (The Lancet, 2 Desember 2021).
- Robert L. Atmar, dkk (15 Oktober 2021).
- Pfizer and BioNTech Press Release (8 Desember 2021)
Log in untuk komentar