sejawat indonesia

Pengaruh Berat Badan Lahir Rendah Terhadap Penyakit Jantung Kongenital

Penyakit jantung kongenital (PJK) merupakan abnormalitas dan malformasi pada jantung maupun pembuluh darah besar yang terjadi sejak lahir. Prevalensi penyakit ini diperkirakan terjadi sebanyak 5 hingga 8 kasus per 1000 kelahiran, yang menyebabkan defek jantung kongenital merupakan cacat kongenital yang paling lazim terjadi. Derajat keparahan bervariasi, pada defek jantung berat dapat menyebabkan masalah mulai dari kehidupan intrauterine hingga defek ringan yang menyebabkan gejala ringan atau bersifat asimptomatik dari lahir hingga dewasa. Penyebab dari penyakit jantung kongenital belum diketahui pasti, namun biasanya dikaitkan dengan interaksi antara faktor lingkungan dan faktor genetik. Hubungan antara penyakit jantung kongenital dan berat badan lahir rendah telah lama diketahui.

Berat badan lahir rendah (BBLR) di definisikan sebagai berat lahir kurang dari 2.5 kg. Beberapa studi telah menemukan hubungan yang signifikan antara BBLR, kecil masa kehamilan, dan prematuritas terhadap anomali kongenital pada jantung. BBLR merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berdampak jangka pendek maupun jangka panjang terhadap bayi. Insiden penyakit jantung kongenital dapat meningkat hingga dua kali lipat pada kasus BBLR dibandingkan bayi dengan berat lahir normal. Insiden PJK dapat meningkat hingga 20-40 per 1000 kelahiran pada kasus berat badan lahir sangat rendah (Berat lahir < 1500).  

Sebuah studi yang dilakukan oleh Osama H (2017) di sudan didapatkan kesimpulan bayi yang mengalami penyakit jantung kongenital rata-rata lahir dengan berat badan yang rendah. Kasus terbanyak pada sampel secara berurut yaitu Atrial septal defect, patent ductus arteriosus, ventricular septal defect , pulmonary stenosis, dan tetralogy of fallot. Sebuah studi yang dilakukan di rumah sakit Hasan sadikin menemukan bahwa jenis penyakit jantung kongenital yang paling sering terjadi pada bayi dengan berat lahir rendah pada tahun 2010 hingga 2014 adalah Patent ductus arteriosus, oleh karena itu sangat penting untuk dilakukan screening lebih dini pada tiap bayi dengan Berat badan lahir rendah (BBLR). Sebuah studi di Hong Kong menemukan sebanyak 15% bayi yang lahir dengan PJK memiliki berat lahir dibawah dari -2 Z score. Dari hasil penelitian ini bayi dengan defek atrium maupun ventrikel, tetralogy of fallot, atresia pulmonar, ventricular septal defect, defek univentrikel dengan tiga koneksi ventrikel atau dengan double outlet ventrikel kanan secara signifikan berhubungan dengan kejadian BBLR, sedangkan bayi dengan transposition of the great arteries tidak ditemukan berhubungan dengan kejadian BBLR.

Studi di korea juga menemukan bahwa insiden tertinggi bayi yang mengalami PJK berada pada berat lahir 1000-2500 gram dan terhitung 9.3% dari seluruh kelahiran di korea. Jenis PJK yang paling sering adalah ventricular septal defect yang terdiri dari 48.9% dari total 7245 kasus. Lesi PJK dapat menimbulkan BBLR pada bayi akibat stress hemodinamik intrauterine yang ditimbulkan. Terlebih lagi, bayi dengan dengan PJK dan BBLR biasanya disertai dengan kondisi komorbid lain sehingga dapat meningkatkan insiden kematian pada bayi. Bayi dengan PJK juga memiliki risiko yang tinggi untuk terjadinya gangguan pertumbuhan dibandingkan bayi tanpa PJK. Oleh karena itu perlunya manajemen nutrisi terpadu pada bayi dengan PJK sebelum terjadinya gagal tumbuh (failure to thrive). Di Indonesia sendiri tidak banyak studi yang meneliti insiden PJK pada pasien dengan BBLR.

Bayi dengan BBLR yang mengalami PJK memiliki mortalitas dan morbiditas yang lebih tinggi dibandingkan bayi PJK yang tidak mengalami PJK. Hal ini memiliki banyak faktor diantaranya adalah penyebab yang mendasari BBLR. Pasien dengan PJK asianotik biasanya memiliki berat badan lahir yang lebih rendah dibandingkan PJK sianotik, dimana PJK sianotik dengan BBLR memiliki morbiditas lebih tinggi dibandingkan PJK asianotik dengan BBLR. Pasien dengan penyakit jantung kongenital sianotik memiliki morbiditas yang lebih tinggi akibat lebih rentan untuk terkena bronchopulmonary dysplasia (BPD). Studi juga telah melaporkan terdapat peningkatan risiko sebesar 13-20% terjadinya anomali kongenital lain, atau sindrom genetik pada pasien dengan PJK. Miokardium pada neonatus prematur dengan BBLR akan lebih kaku dibandingkan neonatus matur tanpa BBLR. Hal ini akan menyebabkan kurangnya kemampuan jantung neonatus untuk meningkatkan output jantung sebagai mekanisme kompensasi, sehingga dapat menimbulkan masalah aliran darah, terutama pada pasien PJK dengan left-to right shunt. Perkembangan post-natal jantung dapat terganggu pada pasien PJK. Walaupun begitu, jantung neonatus lebih resisten terhadap iskemia sehingga menurunkan risiko diperlukannya tindakan operatif.

 

 

Referensi
- Hafiz OH, Husain M, Hafiz O. The Relationship between Congenital Heart Disease and Low Birth Weight in Sudanese Children. Sudan ; 2021
- Ades A, Johnson BA, Berger S. Management of Low Birth Weight Infants with Congenital Heart Disease. Elsevier ; 2005
- Damayantie V, Rahayuningsih SE, Afriandi I. Congenital heart disease characteristics in Low Birth Weight Infants at Dr. Hasan Sadikin General Hospital in 2010-2014. 2019
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaBagaimana Suplementasi Vitamin C Dalam Meningkatkan Kualitas Sperma?

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar