sejawat indonesia

Pengobatan Mental Disorder: Psikofarmaka Mana yang Sesuai?

Psikoterapi dan psikofarmaka direkomendasikan sebagai pengobatan lini pertama untuk Gangguan Kesehatan Mental. Sejumlah besar meta-analisis yang diterbitkan dalam dekade terakhir telah menunjukkan bahwa psikoterapi dan psikofarmaka memiliki bukti manfaat untuk mengurangi gejala gangguan mental.

Namun, beberapa studi yang berfokus pada psikofarmaka menyatakan bahwa pendekatan farmakologi dinilai lebih efektif karena menjanjikan dan bermakna secara klinis dalam meredakan serta mengontrol gejala gangguan mental seperti yang umum yaitu, halusinasi dan mood swing.

Meskipun, tetap memerlukan peran psikoterapi dan bukan untuk menyembuhkan gangguan mental tersebut.

Definisi dan Penggolongan Psikofarmaka

Psikofarmaka atau psikotropika (psychoactive drugs or psychotherapeutic drugs) adalah berbagai jenis zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika, yang memiliki manfaat spesifik melalui pengaruh selektif pada sistem saraf pusat (SSP) yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku, dan digunakan untuk terapi gangguan psikiatri (psychotherapeutic medication).

Penggunaan klinis psikofarmaka ditujukan untuk menekan gejala sasaran tertentu dan pemilihan jenis obat disesuaikan dengan tampilan gejala sasaran yang ingin diatasi.

Terdapat beberapa jenis obat psikofarmaka dan sasarannya yang tercantum dalam Kelas Terapi No. 23 dari DOEN 1994, 1998, dan 2002, yang didasarkan pada kegunaannya untuk pengobatan kondisi gangguan kejiwaan antara lain:

  1. Anti ansietas (obat-obatan untuk mengatasi kecemasan)
  2. Anti psikotik (obat-obatan dalam mengatasi psikosis/skizofrenia)
  3. Anti depresan (obat-obatan untuk mengatasi depresi)
  4. Anti mania (untuk mengatasi gangguan mood/bipolar/mania)
  5. Anti insomnia (untuk mengatasi kumpulan gejala insomnia)
  6. Anti obsesif kompulsif (untuk mengatasi gangguan obsesif kompulsif)

Penggolongan obat ini menganut beberapa dasar antara lain:

  • Kesamaan efek terhadap supresi gejala sasaran
  • Kesamaan dalam susunan kimiawi obat 3. Kesamaan dalam mekanisme kerja obat

Namun, dalam hal psikofarmaka, obat yang sudah masuk dalam satu golongan tertentu, dapat juga masuk ke golongan lain sesuai dengan efek klinis yang berbeda.

Anti Ansietas

Ansietas merupakan gangguan kecemasan yang secara umum memiliki gejala kekhawatiran yang berlebihan dan sulit dikendalikan, menetap, disertai dengan gejala-gejala somatik dan psikis seseorang sehingga mempengaruhi kualitas hidupnya (dapat meliputi cemas maupun serangan panik saat berada di lingkungan sosial tertentu).

Obat acuan antiansietas yaitu Diazepam/Chlordiazepoxide yang termasuk dalam golongan Benzodiazepine broad spectrum. Mekanisme kerjanya yaitu dengan bereaksi terhadap reseptornya (benzodiazepine receptors) dan akan meng-reinforce “the inhibitory action of GABAergic neuron”, sehingga menciptakan suatu kondisi hiperaktivitas dari sistem limbik.

SSP yang terdiri dari dopaminergic, noradrenergic and serotonergic neurons mereda. Golongan Benzodiazepin merupakan “drug of choice” dari semua obat yang mempunyai efek anti ansietas, oleh sebab spesifitas, potensi, dan keamanannya mempunyai rasio terapeutik lebih tinggi dan lebih kurang menimbulkan adiksi dengan toksisitas yang rendah.

Dosis anjuran diazepam sebagai anti ansietas yaitu:

  • Per oral = 2-3 x 2=5 mg/h
  • Per injeksi = 5-10 mg(im/iv)
  • Per rectal tube = Anak < 10 kg/bb = 5 mg; Anak > 10 kg/bb = 10 mg,
  • Sementara untuk dosis anjuran chlordiazepoxide sebagai anti ansietas yaitu 2-3 x 5 -10 mg/hari.

Anti Psikotik

Psikotik atau psikosis adalah suatu kondisi kejiwaan di mana terjadi gangguan terhadap penilaian atau persepsi realitas yang disertai gejala positif seperti halusinasi (gangguan persepsi pendengaran atau indera), delusi (waham), proses berpikir dan bicara yang terganggu, maupun negatif seperti gangguan perasaan (afek tumpul, respon emosi minimal), gangguan hubungan sosial (menarik diri, pasif, apatis), dan adanya sekumpulan gejala lain seperti tidak mampu bekerja, menjalin hubungan sosial, dan melakukan kegiatan rutin.

Sindrom psikosis terjadi berkaitan dengan aktivitas neurotransmitter dopamine yang meningkat (hiperaktivitas dopaminergik sentral). 

Antipsikotik terbagi menjadi dua golongan yaitu:

  1. Anti psikotik tipikal (antipsikotik generasi pertama) seperti Haloperidol, Trifluoperazine, Klorpromazin, Flufenazin yang bekerja dengan cara memblokade Dopamine pada reseptor pasca-sinaptik neuron di Otak, khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal sehingga dinilai efektif untuk gejala positif
  2. Antipsikotik atipikal (antipsikotik generasi kedua) seperti Quetiapine, Olanzapine, Risperidone, Aripiprazol yang berafinitas terhadap Dopamine D2 Receptors dan Serotonin 5 HT2 Receptors (Serotonin-dopamine antagonists), sehingga efektif juga untuk gejala negatif.

Obat acuan anti psikotik yaitu Chlorpromazine (CPZ) karena memiliki efek samping sedatif kuat terutama digunakan terhadap Sindrom Psikosis dengan gejala dominan : gaduh gelisah, hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan, dan perilaku dengan dosis anjuran 150-600 mg/h, 50-100 mg (im) setiap 4-6 jam.

Anti Depresan

Gejala sasaran obat anti depresan yaitu sindrom depresi yang mana selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami :

  • Rasa hati yang murung
  • Hilang minat dan rasa senang
  • Kurang tenaga hingga mudah lelah dan kendur kegiatan

Keadaaan ini dapat disertai gejala-gejala :

  • Penurunan konsentrasi dan perhatian
  • Penurunan rasa percaya diri
  • Merasa tidak berguna lagi
  • Pandangan suram dan psimistik terhadap masa depan
  • Terdapat ide bunuh diri
  • Gangguan tidur
  • Penurunan nafsu makan 
  • Serta hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari yaitu penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.

Obat anti depresan bekerja dengan menghambat reuptake dan penghancuran aminergic neurotransmitter oleh enzim monoamine oxidase, sehingga terjadi peningkatan jumlah “aminergic neurotransmitter” pada celah sinaps neuron tersebut yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin. 

Anti depresan terdiri dari beberapa golongan antara lain:

  • Trisiklik seperti Amitriptilin, Imipramine, Maprotilin
  • Tetrasiklik seperti Maprotiline, Mianserin, Amoxapine
  • SSRi/SNRi seperti Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Duloxetine, Citalopram
  • Atypical seperti Trazodone, Mirtazapine, Venlafaxine
  • MAOI Reversible seperti Moclobemide

Pemilihan jenis obat anti depresan tergantung pada toleransi pasien terhadap efek samping dan penyesuaian efek samping terhadap kondisi pasien.

Bila berdasarkan profil efek sampingnya, untuk penggunaan pada sindrom depresi ringan dan sedang yang datang berobat jalan pada fasilitas pelayanan kesehatan umum, pemilihan obat anti-depresi sebaiknya mengikuti urutan step care di bawah ini, dimulai dari step 1 dan perubahan ke step selanjutnya dilakukan bila dalam 3 bulan tidak ada perbaikan.

Step 1 = Golongan SSRI 

Step 2 = Golongan Trisiklik 

Step 3 = Golongan Tetrasiklik, Atypical, MAOI Reversible (Moclobemide)

Pergantian SSRI ke MAOI atau sebaliknya membutuhkan waktu 2-4 minggu istirahat sebagai “washout period” untuk mencegah timbulnya serotonin malignant syndrome. Saat ini, obat anti depresan yang dijadikan acuan adalan amitriptyline dengan dosis 75 – 150 mg/hari.

Anti Mania

Anti mania atau mood stabilizer berfungsi mengatasi kondisi bipolar dan mania yang mana dalam jangka waktu paling sedikit satu minggu hampir setiap hari terdapat keadaan afek (mood, suasana perasaan) yang meningkat, ekspresif atau iritabel.

Kondisi ini berkebalikan dengan depresi di mana pada kondisi ini terjadi peningkatan aktivitas dan gairah dengan gejala seperti meningkatnya rasa percaya diri, frekuensi bicara, menurunnya kebutuhan dan kualitas tidur dan lain sebagainya yang dapat berganti dari episode mania ke depresi maupun tidak.

Sindrom mania diduga disebabkan oleh tingginya kadar serotonin dalam celah sinaps neuron, khususnya pada sistem limbik, yang berdampak terhadap sensitivitas reseptor dopamin dengan meningkatkan cholinergic-muscarinic activity, dan menghambat cyclic AMP (adenosine monophosphate) dan phosphoinositides.

Di sinilah anti mania bekerja. Obat acuan anti mania yaitu Lithium Carbonate dengan dosis 250-500 mg/hari dengan efek anti mania yang biasanya baru muncul setelah penggunaan 7-10 hari. Untuk itu, pada kasus mania akut biasanya dikombinasi dengan Haloperidol (im).

Anti Insomnia

Sindrom target anti insomnia adalah sindrom insomnia di mana seseorang biasanya membutuhkan waktu lebih dari 30 menit untuk tertidur (troubling in falling asleep) atau tidur kembali setelah terbangun (sleep continuity interruption), sehingga siklus tidur tidak utuh dan menimbulkan keluhan gangguan kesehatan yang diikuti hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari seperti, penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.

Obat anti insomnia terdiri dari golongan Benzodiazepine (Nitrazepam, Flurazepam, Estazolam) dan golongan Non-Benzodiazepine sepeti Zolpidem.

Anti insomnia bekerja dengan menekan dan menghilangkan REM Sleep dan meningkatkan Delta Sleep. Pemakaian obat anti-insomnia direkomendasikan tidak lebih dari 2 minggu, agar risiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih dari 2 minggu dapat menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang menetap sekitar 6 bulan.

Salah satu nama generik obat anti insomnia golongan Benzodiazepine yang beredar di Indonesia adalah Nitrazepam dengan dosis harian 5-10 mg.

Anti Obsesif Kompulsif

Anti obsesif kompulsif memiliki sindrom target sindrom obsesif kompulsif yang selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami gejala-gejala obsesif kompulsif yang memiliki ciri-ciri berikut:

  1. Disadari sebagai, pikiran, bayangan atau impuls dari diri sendiri
  2. Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan (ego-distonik)
  3. Melaksanakan tindakan sesuai dengan pikiran, bayangan atau impuls tersebut di atas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau ansietas)
  4. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak berhasil dilawan/dielakkan

Mekanisme kerja obat anti-obsesif kompulsif adalah dengan menghambat reuptake neurotransmitter serotonin sehingga hipersensitivitas tersebut berkurang.

Obat acuan anti obsesif kompulsif yaitu Clomipramine (golongan trisiklik) dengan dosis 75-200 mg/hari. Namun perlu diketahui bahwa "Lethal Dose” Clomipramine yang dosisnya lebih 1-2 gr/hari yang tentunya dosis tersebut aman pada anak-anak dan usia lanjut atau sudah ada penyakit organik sebagai penyulit.

Oleh karena itu, tidak disarankan untuk memberikan obat dalam jumlah besar sekaligus kepada penderita obsesif kompulsif yang seringkali disertai juga gejala-gejala depresi dengan ide percobaan bunuh diri dan sebaiknya tidak lebih dari dosis untuk satu minggu.

Dari kesemuanya, bagaimanapun, peran agen farmakologis dalam psikiatri hanya dapat didefinisikan sebagai alat untuk mengurangi gejala dan mencegah perburukan gejala, yang diharapkan dapat menciptakan kondisi stabil untuk selanjutnya dijadikan modalitas terapi berorientasi psikologis lainnya seperti terapi kognitif.

Selain itu, tujuan lainnya yaitu dengan mengembalikan keseimbangan diri pasien dan lingkungan secara adaptif melalui pemberian obat-obatan dan/atau intervensi fisik lainnya jika diperlukan.

Referensi:

  • Kamenov K, Twomey C, Cabello M, Prina AM, Ayuso-Mateos JL. The efficacy of psychotherapy, pharmacotherapy and their combination of functioning and quality of life in depression: A meta-analysis. Psychological Medicine. 2016;47(3):414–25. 
  • Ivanov I, Schwartz JM. Why psychotropic drugs don't cure mental illness—but should they? Frontiers in Psychiatry. 2021;12. 
  • Brunton LL, Chabner BA, Knollmann BC. eds. Goodman & Gilman's: The Pharmacological Basis of Therapeutics, 12e. McGraw Hill; 2015.
  • Maslim, R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ - III. Jakarta: Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, 2003. Text
  • DiPiro, Joseph T. et al. Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition. New York: Mc Graw Hill, 2015.
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaAncaman Gangguan Neurokognitif Pada Anak Stunting

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar