Peran Besar Faktor Perinatal pada Cerebral Palsy
Faktor penentu kesehatan anak seringkali terjadi di waktu proses menjelang kelahiran dan beberapa saat setelahnya. Masa perinatal adalah rentang waktu krusial bagi kondisi seorang anak. Cerebral Palsy adalah salah satu contoh kondisi tersebut.
Angka kejadian rata-rata cerebral palsy yaitu 2-3 kasus per 1000 kelahiran. Insiden tersebut didapatkan lebih tinggi pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah. Prevalensi cerebral palsy di negara maju seperti Amerika Serikat terjadi 2 per 1000 kelahiran, sedangkan di negara berkembang bisa mencapai 70 per 1000 kelahiran.
Secara umum, terjadinya Cerebral Palsy (CP) dapat terjadi karena faktor antenatal, perinatal/neonatal, dan faktor-faktor yang terjadi pada masa bayi. Walaupun perawatan intensif neonatus telah berkembang pesat belakangan ini, kejadian Cerebral Palsy tetap menjadi masalah serius di negara maju, maupun negara berkembang.
Banyak bukti kuat yang menemukan bahwa CP dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor genetik, kejadian intrauterine, komplikasi perinatal maupun neonatal seperti Small for Gestasional Age (SGA), cacat lahir, penyakit pada plasenta, mutasi genetik, asifiksia saat lahir, dan infeksi maternal.
Sebuah penelitian oleh Meberg dan Broch melaporkan, dari 166 kasus CP di norwegia pada tahun 1970-1999, 37 di antaranya disebabkan oleh faktor prenatal, 78 disebabkan faktor perinatal, dan 51 tidak terklasifikasi. Oleh karena faktor perinatal berperan paling banyak terhadap kejadian CP, mendeteksi faktor perinatal menjadi sangat penting untuk melakukan intervensi.
Asifiksia
Etiologi dari cerebral palsy bermacam-macam, dan asifiksia merupakan salah satu dari bermacam faktor yang menyebabkan terjadinya CP. Asifiksia pada bayi baru lahir adalah gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang dapat menyebabkan hipoksia dan iskemia.
Beberapa kriteria yang sering digunakan untuk menentukan asifiksia yaitu: bradikardi, warna ketuban mekonial, dan status asam basa dari arteri umbilikalis dengan pH di bawah 7.10, nilai apgar score yang rendah, dan perlunya intubasi endotrakeal.
Asifiksia adalah salah satu penyumbang yang berperan dalam peningkatan morbiditas dan mortalitas pada neonatus. Asifiksia ditandai dengan gangguan aliran darah dalam plasenta yang dapat menyebabkan hipoksia dan iskemia. Ketika durasi hipoksia dan iskemia cukup lama, itu dapat menyebabkan kerusakan neurologis permanen, yang akan menyebabkan terjadinya gangguan perkembangan neurologis seperti developmental delay dan CP.
Asifiksia ditemukan sebagai penyebab definitif pada 10% kasus Cerebral Palsy. Namun, faktor-faktor prenatal (interauterine growth retardation, malformasi otak kongenital) juga dapat ikut berperan menimbulkan stres perinatal. Pada kasus CP yang disebabkan oleh asifiksia biasanya ditemukan asidosis, ensefalopati neonatus sedang-berat, gangguan motorik berupa kuadriplegia spastik, diskinetik, atau gangguan motorik tipe campuran, dan tidak ditemukan etiologi yang lain sebagai faktor penyebab.
Selain itu, pada intrapartum didapatkan gangguan denyut jantung janin, apgar skor kurang dari 4 pada 5 menit pertama setelah lahir, kerusakan sistem organ akibat hipoksia jaringan, dan abnormalitas pemeriksaan radiologi yang ditemukan di awal perjalanan penyakit.
Walaupun skor apgar dapat menunjukkan status kardiopulmonal dan neuromotor beberapa menit awal saat lahir, skor ini tidak dapat digunakan sebagai indikator tunggal asifiksia. Skoring tersebut dapat menunjukkan keadaan-keadaan yang tidak berhubungan dengan asifiksia pada kelahiran, seperti infeksi dan kondisi prenatal yang lain.
Prematuritas dan Berat badan lahir rendah (BBLR)
Kelahiran prematur merupakan kelahiran bayi yang lahir di bawah usia kehamilan 37 minggu, dan di klasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu kelahiran yang terjadi pada usia 32-36 minggu, 28-31 minggu, dan sebelum 28 minggu. Perkembangan neurologis yang terjadi pada bayi prematur yang lahir 32-36 minggu sama dengan perkembangan neurologis bayi dengan kelahiran matur.
Usia kehamilan 20-32 minggu merupakan masa di mana terjadi pertumbuhan dan perkembangan otak yang pesat. penyakit, kurang nutrisi, dan infeksi pada masa ini dapat mengganggu perkembangan otak yang dapat menyebabkan timbulnya Cerebral Palsy, gangguan pendengaran, gangguan visual, gangguan psikologis dan kognitif.
Kelahiran prematur merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kasus Cerebral Palsy. Komplikasi postnatal sekunder dapat terjadi akibat immaturitas atau adanya kerusakan otak yang terjadi pada saat periode prenatal maupun perinatal. Beberapa faktor risiko perinatal yang dapat terjadi akibat prematuritas seperti infeksi fetomaternal, sepsis neonatal, dan beberapa komplikasi serius lain pada masa neonatal dapat memicu terjadinya CP.
Baca Juga:
- Pengujian Darah Yang Dapat Memprediksi Kelahiran Prematur
- Cerebral Palsy: Protein Haptoglobin dan Kadar Trombosit pada Bayi
Terjadinya kerusakan otak akibat perdarahan periventrikular, leukomalasia kistik periventrikular, dan hidrosefalus post-hemorragik merupakan faktor prognostik terjadinya gangguan perkembangan saraf pada CP. Kelahiran prematur telah diketahui sebagai faktor risiko besar untuk terjadinya CP, khususnya yang terjadi sebelum kehamilan 32 minggu.
Sebuah meta-analisis dari 26 studi menemukan 14.6% dari kejadian CP lahir di usia gestasi 22-27 minggu, 6.2% usia gestasi 28-31 minggu, 0.7% terjadi pada usia gestasi 32-36 minggu, dan 0.1% terjadi pada kehamilan matur.
Lebih dari sepertiga bayi dengan Cerebral Palsy (CP) lahir prematur dan kejadian CP berbanding lurus dengan usia gestasional yang pendek. Risiko terjadinya cerebral palsy lebih tinggi sebanyak 8 kali pada bayi prematur, dan lebih tinggi sebanyak 30 kali pada bayi yang lahir di bawah dari 32 minggu. Risiko tinggi ini dapat disebabkan oleh beberapa hipotesis:
- CP pada bayi prematur disebabkan oleh faktor perinatal karena rentannya kerusakan pada otak yang immatur.
- beberapa kelainan klinis prenatal dapat terjadi akibat kelahiran prematur dan kerusakan otak.
- Kondisi prenatal yang biasa terjadi akibat prematuritas seperti pertumbuhan janin terhambat, akan membuat bayi lebih rentan terhadap komplikasi-komplikasi perinatal yang dapat menyebabkan terjadinya Cerebral Palsy.
- selain itu kelahiran prematur juga dapat menyebabkan beberapa faktor risiko maternal lain seperti perdarahan antepartum, korioamnionitis, pre-eklampsia, dan polihidramnion di mana kondisi-kondisi ini dapat meningkatkan risiko terjadinya cerebral palsy.
Bayi dengan barat badan lahir rendah memiliki angka survival yang lebih kecil, dan ketika mereka hidup, mereka akan lebih rentan terhadap penyakit, gangguan pertumbuhan, dan gangguan perkembangan.
Faktor risiko CP khususnya meningkat pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah, dan berat badan lahir amat sangat rendah. Berat badan lahir sangat rendah adalah berat badan lahir pada bayi < 1500 gram sedangkan berat badan lahir amat sangat rendah yaitu berat lahir < 1000 gram. Semakin rendah berat badan lahir, maka semakin besar risiko signifikan untuk terjadinya CP.
Kebanyakan dari bayi dengan BBLR juga lahir prematur. Hal tersebut akan meningkatkan risiko terjadinya CP yang lebih besar. Sebuah penelitian dilakukan oleh NRNJ (Neonatal Research network of Japan) untuk melihat hubungan antara berat badan lahir sangat rendah dengan perkembangan saraf pada anak. Dari 17.078 jumlah bayi dengan BBLSR, 1204 di antaranya memiliki cerebral palsy.
Korioamnionitis
Korioamnionitis atau inflamasi dari membran plasenta dapat meningkatkan risiko terjadinya CP sebesar 2 hingga 12 kali lipat. Walaupun begitu, beberapa studi masih terbatas, dan risiko relatif masih tidak signifikan. Asifiksia telah lama diketahui sebagai penyebab tersering terjadinya CP, namun kondisi klinis dari asifiksia seperti apgar skor yang rendah dan Ensefalopati Neonatus dapat juga dikarenakan adanya korioaminonitis.
Sebuah meta-analisis (wu yv, 2000) pada tahun 2000 mencari hubungan antara korioamnionitis dan CP, ditemukan hubungan yang signifikan antara korioamnionitis dan cerebral palsy. Bagaimana korioamnionitis menyebabkan cerebral palsy tidak diketahui dengan pasti. Kemungkinan disebabkan oleh berbagai mekanisme yang berjalan bersamaan menyebabkan keruakan otak pada fetus.
Terdapat beberapa hipotesis mekanisme terjadinya cerebral palsy pada bayi dengan riwayat korioamnionitis:
- Peningkatan kadar sitokin pada fetus akibat adanya infeksi maternal yang menyebabkan kerusakan langsung pada otak fetus (respon inflamasi fetus).
- inflamasi pada membran plasenta yang menyebabkan gangguan pertukaran gas dan aliran darah plasenta, sehingga menyebabkan terjadinya cidera otak hipoksik-iskemik pada fetus.
- Demam pada saat hamil akan menyebabkan peningkatan suhu inti pada fetus, sehingga dapat mengganggu perkembangan otak fetus, khususnya jika terdapat iskemik serebral.
- Infeksi intrauterine pada masa maternal menyebabkan infeksi langsung pada otak atau lapisan menings pada fetus walaupun ini jarang terjadi.
Masa Perinatal yang berada di antara dua periode lain: Prenatal dan Postnatal, menjadi periode krusial yang berperan besar menentukan kondisi Cerebral Palsy. Melakukan pengecekan yang rinci dalam periode ini bisa menjadi kunci untuk menentukan langkah-langkah preventif dalam menekan faktor risiko terjadinya Cerebral Palsy.
Jangan lupa untuk terus mendapatkan informasi terbaru tentang Cerebral Palsy atau Kesehatan Anak lainnya di Artikel Sejawat Indonesia, ikuti pula Sejawat CME untuk mengetahui penatalaksanaan terbaru berbagai kondisi, sekaligus tambah poin SKP IDI Anda. Salam, Sejawat!
Penulis: dr. Dody Abdullah Attamimi
Referensi:
- Wu YM, Colford JM Jr. Chorioamnionitis as a risk factor for cerebral palsy JAMA 2000;84:1417–24.
- Wu YM, Escobar GJ, Grether JK. Chorioamnionitis and Cerebral Palsy in term and near-term infants. 2003
- Grether JK, Nelson KB. Maternal infection and cerebral palsy in infants of normal birth weight. JAMA. 1997;278:207-211. [published correction appears in JAMA.
- Topp M, Langhoff-Ross J. Preterm birth and Cerebral Palsy: Predictive value of pregnancy complications, mode of delievery, and Apgar scores. Acta Obstetric and Gynecologic. 1997
- Kono Y. Neurodevelopmental outcomes of very low bith weight infants in neonatal research network of japan: importance of neonatal intensive care unit graduate follow-up. Neonatal research network Japan; 2020
Log in untuk komentar