Perbedaan Gangguan Retina Mata pada Anak dan Dewasa
Retina merupakan suatu struktur yang terorganisasi dengan kemampuan untuk memulai pengolahan informasi penglihatan sebelum informasi tersebut dihantarkan. Lapisan neural retina memproses seluruh sinyal visual yang datang. Proses ini terjadi pada sel-sel fotoreseptor yang responsif terhadap rangsangan cahaya. Sel – sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsang cahaya tersebut menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan menuju korteks penglihatan.
Penyakit pada retina merupakan penyebab penting morbiditas okular dan gangguan visual secara global. Sebuah studi menemukan prevalensi dari kelainan pada retina yaitu 5.36% - 21.02% pada pasien dewasa berumur 40 tahun ke atas.
Kelainan Retina Pada Dewasa
Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa. Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada penderita diabetes melitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses radang namun disebabkan oleh aneurisma, melebarnya vena, pedarahandan eksudat lemak. Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan membran basal endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit.
Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun keadaan hiperglikemik lama dianggap sebagai faktor resiko utama. Lamanya terpapar hiperglikemik menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia yang akhinya menyebabkan perubahan kerusakan endotel pembuluh darah. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu :
-
Pembentukkan mikroaneurisma,
-
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
-
Penyumbatan pembuluh darah,
-
Proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina,
-
Kontraksi dari jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina, sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.
Diagnosis retinopati diabetik didasarkan atas hasil pemeriksaan funduskopi. Pemeriksaan dengan Fundal Fluorescein Angiography (FFA) merupakan metode diagnosis yang paling dipercaya. Namun dalam klinik, pemeriksaan dengan oftalmoskopi masih dapat digunakan untuk skrining.
Retinopati Hipertensi
Retinopati hipertensi adalah kelainan-kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi. Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edema dan perdarahan retina.
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat teori bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah.
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Selain itu, pemeriksaan penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan visus, pemeriksaan tonometri terutama pada pasien lanjut usia dan pemeriksaan USG B-Scan untuk melihat kondisi di belakang lensa diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis pasti.
Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab lain retinopati selain dari hipertensi. Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kondisi ini tidak dapat diobati lagi. Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa tanda-tanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah.
Oklusi Pembuluh Darah Retina Sentral
Pada umumnya, oklusi arteri maupun vena retina terjadi karena emboli. Emboli biasanya berasal dari trombus pembuluh darah dari aliran pusat yang terlepas kemudian masuk ke dalam sistem sirkulasi dan berhenti pada pembuluh darah dengan lumen yang lebih kecil. Etiologi trombosis adalah kompleks dan bersifat multifaktorial.
Pada oklusi arteri retina sentral Umumnya pasien akan mengeluhkan penurunan penglihatan yang terjadi secara tiba-tiba, tanpa disertai rasa nyeri. Pada beberapa pasien dapat dijumpai amaurosis fugax, merupakan proses penurunan penglihatan secara transien yang dapat terjadi selama beberapa detik hingga beberapa menit, namun dapat pula bertahan hingga 2 jam. Umumnya penglihatan dapat kembali seperti sebelumnya setelah serangan amaurosis fugax berakhir.
Pada oklusi vena retina sentral, pemeriksaan visus akan ditemukan penurunan tajam penglihatan yang bermakna. Reflex pupil bisa normal dan mungkin ada dengan reflex pupil aferen relative. Pada pemeriksaan iris harus dilihat apakah terdapat neovaskularisasi (rubeosis iridis) yang akan terbentuk pada oklusi vena retina tahap lanjut yang dapat menyebabkan glaukoma sekunder.
Prognosis untuk oklusi vaskular retina bervariasi tergantung pada lokasi dan keparahan penyumbatan, dan kondisi yang mendasarinya. Individu dapat sembuh sepenuhnya tanpa intervensi apapun, atau mungkin mengalami kehilangan penglihatan permanen parsial atau kebutaan juga dapat terjadi.
Ablatio Retina
Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membrane Bruch.
Terdapat tiga jenis utama Ablasio: ablasio regmatogenosa, ablasio traksi, dan ablasio serosa atau hemoragik.
-
Ablasio Retina Regmatogenosa Merupakan bentuk tersering dari ablasio retina. Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasi terjadi akibat adanya robekan di retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina.
-
Ablasio Retina Traksi :Merupakan jenis tersering kedua, dan terutama disebabkan oleh retinopati diabetes proliferatif, vitreoretinopati proliferatif, retinopati pada prematuritas, atau trauma mata.
-
Ablasio Retina Serosa atau Hemoragik Ablasio ini adalah hasil dari penimbunan cairan dibawah retina sensorik, dan terutama disebabkan oleh penyakit epitel pigmen retina dan koroid. Penyakit degenerative, inflamasi, dan infeksi yang terbatas pada macula termasuk neovaskularisasi subretina yang disebabkan oleh berbagai macam hal, mungkin berkaitan dengan ablasio retina jenis ini.
Penatalaksanaan terutama yaitu tindakan operatif dengan skleral buckling, Ablasio retina, atau pars plana vitrektomi. Ablasio retina mempunyai risiko berulang, namun jika ablasio retina meliputi daerah makula, maka kemungkinan untuk pengembalian penglihatan sangat rendah.
Degenerasi makula
Degenerasi makula terkait usia merupakan kondisi generatif pada makula atau pusat retina. Terdapat 2 macam degenarasi makula yaitu tipe kering (atrofik) dan tipe basah (eksudatif). Kedua jenis degenerasi tersebut biasanya mengenai kedua mata secara bersamaan. Degenerasi makula terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada epitel pigmen retina.
Degenerasi makula menyebabkan kerusakan penglihatan yang berat (misalnya kehilangan kemampuan untuk membaca dan mengemudi) tetapi jarang menyebabkan kebutaan total. Penglihatan pada tepi luar dari lapang pandang dan kemampuan untuk melihat biasanya tidak terpengaruh, yang terkena hanya penglihatan pada pusat lapang pandang.
Degenerasi makula dapat disebabkan oleh beberapa faktor dan dapat diperberat oleh beberapa faktor risiko, di antaranya :
-
Umur : faktor risiko yang paling berperan pada terjadinya degenerasi makula adalah umur. Meskipun degenerasi makula dapat terjadi pada orang muda, penelitian menunjukkan bahwa umur di atas 60 tahun berisiko lebih besar terjadi dibandingkan pada orang muda.
-
Genetik: Penyebab kerusakan makula adalah CFH, gen yang telah bermutasi atau faktor komplemen H yang dapat dibawa oleh para keturunan penderita penyakit ini.
-
Merokok : Merokok dapat meningkatkan terjadinya degenerasi makula.
-
Ras kulit putih (kaukasia): sangat rentan terjadinya degenerasi makula dibanding dengan orang Afrika atau yang berkulit hitam.
-
Riwayat keluarga: risiko seumur hidup terhadap pertumbuhan degenerasi Makula adalah 50% pada orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga penderita dengan degenerasi makula.
-
Hipertensi dan diabetes: degenerasi Makula menyerang para penderita penyakit diabetes, atau tekanan darah tinggi gara-gara mudah pecahnya pembuluh-pembuluh darah kecil (trombosis) sekitar retina. Trombosis mudah terjadi akibat penggumpalan sel-sel darah merah dan penebalan pembuluh darah halus.
-
Paparan terhadap sinar Ultraviolet
-
Obesitas dan kadar kolesterol tinggi
Degenerasi makula diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
-
Degenerasi Makula tipe non-eksudatif (tipe kering) : Rata-rata 90% kasus degenerasi makula terkait usia adalah tipe kering. Kebanyakan kasus ini bisa memberikan efek berupa kehilangan penglihatan yang sedang.
-
Degenerasi Makula tipe eksudatif : Degenerasi makula tipe ini adalah jarang terjadi namun lebih berbahaya dibandingkan dengan tipe kering. Kira kira didapatkan adanya 10% dari semua degenerasi makula terkait usia dan 90% dapat menyebabkan kebutaan.
Gejala-gejala klinik yang biasa didapatkan pada penderita degenerasi makula antara lain :
-
Distorsi penglihatan, obyek-obyek terlihat salah ukuran atau bentuk
-
Garis-garis lurus mengalami distorsi (membengkok) terutama dibagian pusat penglihatan
-
Kehilangan kemampuan membedakan warna dengan jelas
-
Ada daerah kosong atau gelap di pusat penglihatan
-
Kesulitan membaca, kata-kata terlihat kabur atau berbayang
-
Secara tiba-tiba ataupun secara perlahan akan terjadi kehilangan fungsi penglihatan tanpa rasa nyeri
Kelainan Retina Pada Pasien Anak
Penyakit Retina Herediter
Penyakit retinal herediter merupakan grup penyakit yang terdiri dari vitreoretinopati degeneratif, makulopati, kebutaan warna, dan vaskulopati. Keadaan ini biasanya terjadi bilateral yang muncul saat lahir atau masa kanak-kanak awal.
Penyakit herediter ini sering juga menyebabkan retinal detachment, perdarahan vitreus, dan edema makular pada anak. Pemeriksaan genetik kadang diperlukan untuk menarik diagnosis yang akurat.
Penyakit retina herediter dibagi menjadi: 1) abnormalitas pada fungsi sel batang dan sel kerucut, 2) abnormalitas difus dari kompleks epitel pigmen retina-fotoreseptor, 3) vitreoretinopati, 4) penyakit vaskular retina, dan 5) kelainan biosintesis melanin.
Juvenile macular degeneration (JMD)
Pasien dengan JMD biasanya datang ke neurologis atau neuro-oftalmologis dengan gangguan penglihatan atau nistagmus yang biasanya mulai muncul pada awal masa kanak. Pasien JMD biasanya juga datang tanpa keluhan (asimptomatik). Riwayat orang tua perlu juga ditanyakan untuk mencari tau adanya keterlibatan genetik.
Beberapa bentuk umum dari JMD yaitu Stargardt disease, x-linked retinkschisis, dan vitelliform macular dystrophy. JMD merupakan salah satu kelainan mata pada anak yang sering ditemukan yang terjadi pada saat sistem visual sedang dalam perkembangan.
Diagnosis dapat ditegakkan melalui temuan klinis, pencitraan dengan OCT (optical coherence tomography) dan pemeriksaan genetik. diagnosis dini dapat memberikan keuntungan tatalaksan yang lebih optimal. Sayangnya tidak terdapat tatalaksana definitif yang digunakan untuk mengobati keadaan ini. beberapa tatalaksana yang mulai banyak diteliti sebagai tatalaksana definitif yaitu terapi farmakologis, terapi genetik, dan transplantasi stem cell.
Retinopathy of Prematurity(ROP)
ROP merupakan suatu kelainan proliferasi vaskular dan kapiler pada retina yang biasanya terjadi pada bayi prematur yang diberikan terapi oksigen. Terapi oksigen yang diberikan dapat menyebabkan pertumbuhan patologis dari pembuluh darah pada retina yang sedang dalam masa pertumbuhan sehingga dapat menyebabkan kerusakan permanen pada retina, retinal detachment, dan lipatan pada makula.
Screening yang dapat dilakukan pada keadaan ini meliputi riwayat usia kehamilan dan berat badan lahir bayi, walaupun terdapat beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan keadaan ini.
The American Academy of Pediatrics (AAP) dan American Academy of Ophtalmology (AAO) telah mengeluarkan kriteria rekomendasi bayi yang memerlukan screening untuk ROP, yaitu bayi dengan berat kurang dari 1500 gram atau usia kehamilan kurang dari 31 minggu atau bayi dengan berat lahir 1500-2000 gram atau usia kehamilan lebih dari 31 minggu namun memiliki riwayat riwayat klinis penggunaan oksigen atau riwayat perawatan di NICU (neonatalogy intensive care unit) juga direkomendasikan untuk screening.
Langkah preventif yang paling memungkinkan adalah dengan mencegah kelahiran prematur, karena kelahiran prematur berbanding lurus dengan kejadian ROP. Beberapa studi juga menemukan penggunaan steroid antenatal untuk mencegah kelahiran prematur memiliki faktor protektif terhadap kejadian ROP.
Retinoblastoma
Retinoblastoma adalah penyakit retina yang disebabkan oleh tumbuhnya jaringan kanker pada retina. Jaringan kanker yang terbentuk dapat menyebar ke jaringan lain, seperti otak dan tulang belakang.
Retinoblastoma merupakan penyakit retina yang cukup langka dan biasanya terjadi pada anak-anak. Retinoblastoma (RB) adalah tumor endo-ocular pada anak yang mengenai syaraf embrionik retina. Merupakan tumor ganas primer intraokular akibat dari transformasi keganasan sel primitif retina sebelum berdiferensiasi. Insidens retinoblastoma rata-rata 1/20000 kelahiran hidup. Sepertiga dari kasus terjadi bilateral. Laki-laki dan perempuan dapat terkena dan tidak dipengaruhi oleh ras.
Sebagian besar kasus retinoblastoma di Amerika Serikat terdiagnosis sejak tumor masih di intraokular tanpa invasi lokal atau metastasis jauh. Di negara berkembang, diagnosis sering dibuat setelah penyakit menyebar keluar mata dan ekstraokular. Gejala retinoblastoma bervariasi sesuai stadium penyakit saat datang, dapat berupa leukoria, strabismus, mata merah, nyeri mata yang disertai glaucoma dan visus menurun.
Retinoblastoma dapat terjadi secara familial dan sporadik. Hanya 6%-10% pasien yang mempunyai riwayat familial. Pemeriksaan yang sangat penting untuk diagnosis adalah pemeriksaaan mata dengan oftalmoskopi dan penekanansklera oleh ahli mata yang berpengalaman.
Tatalaksana RB melibatkan beberapa bidang spesialisasi oleh tim yang terdiri dari ahli onkologi anak, kanker mata, dan ahli radiologi. Tujuan utama pengobatan adalah untuk meningkatkan survival rate dengan memelihara penglihatan dan tindakan penyelamatan bola mata. Saat ini terapi yang diberikan menggunakan kombinasi kemoterapi dengan terapi lokal lain. Dilaporkan dari 20 kasus RB dengan klinis proptosis (18 unilateral / 2 bilateral) tampak ukuran diameter tumor mengecil setelah mengikuti 2-3 siklus kemoterapi (data tidak dilaporkan).
Ablasio Retina pada Anak
Ablasio retina pada anak merupakan kasus yang jarang terjadi bila dibandingkan dengan kasus dewasa. Ablasio retina pada anak mempunyai karakteristik klinis yang berbeda dengan kasus orang dewasa. Ablasio retina dewasa paling banyak disebabkan oleh posterior vitreous detachment, sedangkan ablasio retina pada anak paling banyak disebabkan oleh trauma.
Perbedaan anatomi mata pada anak dan kelainan kongenital merupakan tantangan pada kasus ablasio retina pada anak. Prognosis visual pada pasien ablasio retina pada anak lebih buruk dibandingkan orang dewasa. Angka keberhasilan operasi untuk melekatkan bagian neurosensori retina hanya 50-80%.
Pada ablsio retina rhegmatogen anak sering terjadi proliferatif vitreoretinopati sehingga menurunkan angka keberhasilan operasi. Tajam penglihatan post operatif yang melebihi >20/200 terdapat pada 30-40% kasus. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan kasus ablasio retina pada dewasa. Ablasio retina pada anak merupakan kasus jarang dengan prognosis visual buruk dan penanganan yang sulit.
Perihal yang menjadi perbedaan dasar antara kelainan retina pada anak maupun dewasa adalah pada anak sering tidak terdeteksi pada fase awal perjalanan penyakit karena gejala yang tidak khas dan biasanya gejala dilaporkan pertama kali oleh guru di sekolah kepada orang tua pasien.
Referensi:
- Anthony E. Genetic Pediatric Retinal Diseases. Journal of Pediatric Genetics ;2014.
- Bhavsar A. Proliferative Retinopathy diabetic; 2014
- Sutaryo, Hagung P. Retinoblastoma. Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku ajar Hematologi – Onkologi anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2005
- Sandhya, N, Approach to a Case of Transient Visual Loss, 2010.
- Vaughn D, Asbury T, Eva P.R, et all. 2015. General Ophtalmology 17thedition. The McGraw-Hill
Log in untuk komentar