sejawat indonesia

Perubahan Iklim dapat Menciptakan Pandemi Selanjutnya

Sedikitnya, ada 10.000 spesies virus yang berpotensi untuk menginfeksi manusia, meski saat ini mereka masih bergerak dalam senyap di alam liar. Namun, selama 50 tahun ke depan, perubahan iklim dapat mendorong lebih dari 15.000 kasus baru mamalia menularkan virus ke mamalia lain. Itu berarti, peluang terjadinya pandemi berikutnya akan semakin besar.

Satu penelitian dari Department of Biology, Georgetown University yang diterbitkan di Nature, April 2022 lalu, memprediksi bagaimana pemanasan global akan mengubah habitat satwa liar dan meningkatkan pertemuan antara spesies yang mampu bertukar patogen. Penelitian tersebut juga memperkirakan berapa kali virus akan melompat di antara spesies.

Banyak peneliti mengatakan bahwa pandemi COVID-19 mungkin dimulai ketika virus corona yang sebelumnya tidak diketahui, berpindah dari hewan liar ke manusia: sebuah proses yang disebut penularan zoonosis. Diperkirakan peningkatan virus yang melompat antar spesies dapat memicu lebih banyak wabah, menjadi ancaman serius bagi kesehatan manusia dan hewan.

Penelitian tersebut memperkirakan bahwa sebagian besar penularan virus baru akan terjadi ketika spesies bertemu untuk pertama kalinya saat mereka bermigrasi ke tempat yang lebih dingin karena kenaikan suhu. Pertemuan ini akan paling sering terjadi di ekosistem kaya spesies di dataran tinggi, terutama di wilayah Afrika dan Asia, serta di wilayah yang padat penduduknya, termasuk wilayah Sahel Afrika, India, dan Indonesia. 

Berdasar pada asumsi bahwa jika suhu planet menghangat tidak lebih dari 2°C, jumlah pertemuan pertama antara spesies akan berlipat ganda pada tahun 2070, sekaligus menciptakan hotspot penularan virus.


Baca Juga:


Untuk membuat prediksi mereka, Albery dan rekan-rekannya mengembangkan dan menguji pemodelan dalam penelitian, serta menjalankan simulasi selama periode lima tahun. Mereka menggabungkan model transmisi virus dan distribusi spesies di bawah berbagai skenario perubahan iklim, dengan fokus pada mamalia karena relevansinya dengan kesehatan manusia.

Mereka membangun model distribusi spesies untuk memprediksi ke mana mamalia akan pindah untuk menemukan habitat yang lebih layak huni saat planet ini menghangat. Model transmisi virus memprediksi kemungkinan virus melompat antar spesies untuk pertama kalinya, dengan mempertimbangkan di mana spesies mungkin bertemu saat habitat mereka bergeser dan seberapa dekat hubungan mereka secara evolusi—syarat utama untuk virus paling mungkin berpindah.

Satu asumsi yang harus dibuat para peneliti adalah tentang seberapa jauh dan seberapa luas spesies akan menyebar seiring perubahan iklim. Tetapi faktor-faktor seperti apa yang membuat mamalia dapat beradaptasi dengan kondisi lokal atau secara fisik melintasi batas-batas geografis, masih sulit diprediksi.

Kelelawar diproyeksikan akan jadi agen utama dalam penularan virus, sebab mampu melintasi faktor geografis dengan mudah. Selain itu, kelelawar dikenal sebagai reservoir virus yang membentuk sekitar 20% mamalia. 

Tidak setiap virus yang dapat berpindah dari spesies lain ke manusia dapat menciptakan penyakit, dan tidak setiap virus dapat menyebar lebih jauh dari satu individu ke individu lain. Tetapi, ancaman virus yang menyebar dari hewan bukanlah ancaman hipotetis. Ebola dan SARS menjadi contoh paling nyata. Bahkan, COVID-19 pun diperkirakan terjadi karena perlintasan virus dari hewan mamalia ke manusia.

Terlebih lagi, banyak migrasi hewan yang diantisipasi sebagai respons terhadap perubahan iklim dapat membawa mereka lebih dekat ke manusia, yang berarti kemungkinan besar manusia akan menghadapi patogen baru yang dapat mengancam kesehatan mereka. 

Manusia bukan satu-satunya yang rentan. "Pertemuan pertama" spesies yang biasanya tidak hidup dalam kisaran yang sama—dan penyebaran virus dan parasit berikutnya—dapat mengancam populasi satwa liar.

Gambaran perpindahan spesies mamalia di tahun 2070 akibat perubahan iklim. Mereka bergerak ke wilayah yang lebih dingin dan akan bertemu pertama kali di sana. Jika suhu bumi meningkat 2°C, itu akan membuat spesies-spesies tersebut lebih dekat ke daerah yang padat populasi dan meningkatkan peluang perpindahan patogen ke manusia.

Para peneliti mendesak agar upaya meredam pemanasan global, harus segera dilakukan secara masif. Bumi telah menghangat lebih dari 1°C di atas suhu zaman pra-industri, dan ini mendorong migrasi spesies dan pertukaran penyakit.

Albery dan salah satu rekan penulisnya, Colin Carlson, ahli biologi perubahan global juga di Universitas Georgetown, mengatakan bahwa meskipun beberapa peningkatan penularan penyakit tidak dapat dihindari, itu bukan alasan untuk tidak bertindak. Para peneliti meminta pemerintah dan masyarakat internasional untuk meningkatkan pemantauan dan pengawasan hewan liar dan penyakit zoonosis, terutama di hotspot masa depan seperti Asia Tenggara. Meningkatkan infrastruktur kesehatan juga penting, kata mereka.

Ketika orang mulai bersiap dan beradaptasi dengan pemanasan global, sebagian besar upaya berfokus pada kegiatan seperti menghentikan deforestasi, penghijauan, atau memperkuat tanggul di bibir pantai. Tetapi masih sedikit yang menyadari bahwa kesiapsiagaan akan pandemi dan pengawasan penyakit juga merupakan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Referensi:

Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaGejala Gastrointestinal pada Hepatitis B

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar