sejawat indonesia

Terobosan Medis Dokter Kontroversial dalam Ilmu Kedokteran Modern

Dalam keadaan yang ideal, para peneliti yang berpikiran bebas membantu kita untuk memperkaya pemahaman mengenai dunia di sekitar kita dan mampu menghindari kontroversi dengan baik berkat pilihan-pilihan yang etis. Sayangnya, tidak semua penelitian yang dilakukan bisa menghasilkan kepuasan. Baru-baru ini dunia kedokteran indonesia dihebohkan dengan pemecatan dr. Terawan Agus Putranto yang dilakukan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia terkait dengan metode cuci otak atau Brain Flushing yang ditemukannya, meskipun saat ini Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah menangguhkan pemecatan dr. Terawan Agus Putranto. Berikut beberapa penelitian yang meskipun telah memberikan kontribusi yang besar di dunia kedokteran namun juga menimbulkan kontroversi.

1. William Stewart Halsted (1852-1922)

Terobosan Medis: Berkontribusi untuk operasi, meliputi: teknik suture yang hati-hati dan sarung tangan bedah. Pada tahun 1899, ketika pilihan perawatan untuk kanker payudara hampir tidak ada, Dr. Halsted melakukan mastektomi radikal pertama yang melibatkan pengangkatan payudara, kelenjar getah bening dan otot dinding dada. Perawatan bedah pertama untuk hernia inguinalis dan pendekatan lanjut ke hiperparatiroidisme dan pembedahan tiroid. Dr. Halsted sendiri adalah salah satu pendiri pendiri John Hopkins School of medicine yang melalui pendekatan disiplin, serta metodologi yang teliti dan hati-hati, mampu membawa perubahan dalam praktik bedah. Dia juga membantu menciptakan dasar untuk teknik modern dalam anestesi bedah melalui eksperimen dirinya dengan kokain hidroklorida. Halsted percaya bahwa penanganan jaringan yang telaten merupakan kunci keberhasilan pembedahan. Kontroversi yang dilakukannya adalah selama percobaan yang dilakukannya pada pertengahan tahun 1880-an, Dr. Halsted menjadi kecanduan kokain dan menjalankan dua periode rehabilitasi untuk melawan kecanduan selama sisa hidupnya yaitu pada tahun 1886 dan 1887.

2. Dr. Serge Abrahamovitch Voronoff (1866-1951)

Terobosan Medis: Seorang ahli bedah pertama yang mempelajari transplantasi–tidak hanya testis tetapi juga ginjal–dan salah satu orang yang pertama melakukan xenotransplantasi. Kontroversi Dr. Serge di tahun 1920, Dr. Voronoff mencangkok testikel simpanse ke dua pria yang rupanya menderita kerusakan testis akibat tuberkulosis. Dia tidak terpengaruh oleh kegagalan operasi ini dan mengarahkan pandangannya untuk membalik proses penuaan pada pria dengan mengimplikasikannya dengan testis monyet. Dr. Voronoff percaya bahwa kelenjar endokrin memainkan peran penting dalam proses kepikunan dan bahwa testis adalah kelenjar endokrin utama. Kemajuan dalam endokrinologi membuktikan teorinya salah dan metodenya serta klaim kemanjurannya dengan cepat ditolak oleh komite Royal Society of London. Dr. Voronoff terlibat dalam kontroversi baru-baru ini, ketika dicurigai bahwa dengan memindahkan testikel simpanse ke manusia, ia mungkin telah berkontribusi pada penciptaan AIDS - sebuah teori yang sejak itu telah dibantah.

3. António Egas Moniz (1874-1955)

Terobosan Medis: Dr. Egas Moniz adalah yang pertama melakukan angiografi serebral dan yang pertama melakukan prosedur yang dikenal sebagai lobotomi. Dr. Egas Mmoniz dianugerahi Hadiah Nobel dalam Fisiologi atau kedokteran tahun 1949 (bersama dengan Walter Hess) untuk penemuan nilai terapeutik leukotomi pada psikosis tertentu. Tujuan melakukan lobotomi adalah “menenangkan” pasien gangguan jiwa dengan cara merusak atau memotong jaringan-jaringan otak dalam lobus prefrontal, letaknya di bagian depan. Pasalnya, dulu gangguan jiwa diduga disebabkan oleh emosi dan reaksi seseorang yang berlebihan. Maka, memotong jaringan-jaringan lobus prefrontal otak diharapkan mampu menghilangkan “kelebihan” emosi dan reaksi tersebut. Dengan begitu, pasien pun jadi lebih tenang dan mudah dikendalikan. Pada saat itu hal ini dianggap salah satu dari 10 inovasi medis di paruh pertama abad ini. Awalnya banyak yang antusias terhadap Lobotomi. Di Amerika Serikat, prosedur ini dengan cepat diadopsi oleh beberapa ahli saraf, termasuk Walter Freeman dan James Winston dan sekitar 5000 tindakan lobotomi dilakukan di Amerika Serikat saja. Namun, setelah dilakukan pengamatan selama beberapa periode, konsekuensi yang mengganggu dari prosedur menjadi jelas–seperti kehilangan kemampuan bicara, berkoordinasi, berpikir, dan merasakan emosi–terdapat kecenderungan ke arah "Ketidakseimbangan Mental". Dr Egas dituduh telah mengecilkan komplikasi prosedurnya, melakukan penelitian yang tidak memadai, menyediakan dokumentasi riset yang tidak memadai dan kurangnya informed consent dari pasiennya.

4. Henry Heimlich (1920 - 2016)

Terobosan Medis: Heimlich Maneuver–prosedur anti-tersedak–ditemukan pada tahun 1970-an, menggunakan udara yang terperangkap di paru-paru orang dan memberikan tekanan pada bagian punggung yang tersedak untuk membantu mengeluarkan objek yang menghalangi jalan napas mereka. Metode yang dilakukan oleh Dr. Heimlich disetujui oleh American Medical Association sebagai pertolongan pertama bagi orang yang tersedak kemudian diadopsi juga oleh American Red Cross and American Heart Association sebagai salah satu metode CPR (Cardiopulmonary Resusication). Dia juga adalah orang Amerika pertama yang melakukan gastric tube operation. Penemu yang ciptaannya termasuk katup pembuangan dada Heimlich dan sistem pengiriman oksigen portabel, MicroTrach. Kontroversi yang dihasilkannya adalah dengan penelitian yang ia mulai pada tahun 1980, Dr Heimlich percaya bahwa induksi demam malaria yang tinggi dapat merangsang tubuh untuk melawan kanker dan neurosifilis. Dia juga mengusulkan, dalam surat yang diterbitkan di New England Journal of Medicine, bahwa malarioterapi digunakan untuk mengobati Penyakit Lyme. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di China dan diterbitkan pada tahun 1997, ia mencari cara untuk menentukan apakah pasien HIV yang menjalani malarioterapi mengalami perubahan imunologi yang menguntungkan tanpa komplikasi iatrogenik. Dalam laporan tahun 1990, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention / CDC) mengutuk "praktek usang" Malariotherapy, mengutip masalah seperti tidak adanya penelitian terkontrol, respons yang tidak dapat diprediksi terhadap pengobatan, dan durasi remisi penyakit yang bervariasi. Dalam artikel New York Times yang terbit tahun 2003, Dr. Peter Lurie, seorang dokter kesehatan masyarakat dan mantan peneliti AIDS menggambarkan penggunaan Heimlich pada subjek manusia untuk menguji teorinya yang berkaitan dengan malarioterapi sebagai hal yang sangat keterlaluan. Dalam artikel yang sama, Dr. Mark Siegler, yang pada waktu itu menjabat sebagai Direktur Pusat Etika Medis Klinis di Rumah Sakit Universitas Chicago, berkomentar bahwa "menyuntik pasien dengan penyakit berbahaya untuk melawan penyakit lain sangat tidak bisa ditoleransi."

5. Dr.dr.Terawan Agus Putranto, Sp.Rad (K)

Terobosan Medis: Mayjen TNI Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad (K), yang merupakan seorang penemu Metode "Cuci Otak" atau Brain Flushing yang digunakan untuk membantu mengobati pasien dengan penyakit stroke. Hal ini pernah dipaparkan dalam disertasinya berjudul 'Efek Intra Arterial Heparin Flushing terhadap Regional Cerebral Blood Flow, Motor Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis'. Metode pengobatan lulusan doktor Universitas Hasanuddin ini bahkan telah diterapkan di Jerman dengan nama paten ‘Terawan Theory’. Berkat penemuan yang dilakukannya, dr Terawan mendapatkan penghargaan Bintang Mahaputra Naraya (2013), Hendropriyono Strategic Consulting (HSC) pada 2015. Pada 2017, ia berhasil memecahkan rekor dari Museum Rekor Indonesia sebagai Penemu Terapi Cuci Otak dan Penerapan Program Digital Substraction Angiography (DSA) terbanyak. Terawan juga mendapat penghargaan Achmad Bakrie (PAB) XV pada 2017. Sayangnya, metode ini banyak memicu perdebatan di kalangan medis. Latar belakang dr. Terawan yang sebagai spesialis radiologi, dianggap tidak memiliki kaitan dengan penyakit stroke. Radiologi merupakan ilmu kedokteran yang menggunakan radiasi untuk diagnosis maupun pengobatan penyakit. Sedangkan penyakit stroke berhubungan dengan syaraf.
Sumber:
- MedScape
- The Journal of Emergency Medicine. (http://www.jem-journal.com/article/0736-4679(85)90047-2/abstract)
- CNN Indonesia
- Gatra
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaDiagnosis Digital, Ketika Pasien Mencoba Mendiagnosis Penyakitnya Sendiri

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar