sejawat indonesia

Istilah 'Obesitas' Harus Diganti

Istilah "obesitas" harus diganti. Itulah rekomendasi dari satu penelitian yang terbit dalam Jurnal Obesity Review bulan Juni 2023 lalu. Para peneliti percaya bahwa istilah tersebut perlu dievaluasi ulang karena tidak secara akurat menggambarkan sifat kompleks penyakit yang melibatkan faktor lingkungan, genetik, fisiologis, perilaku, dan perkembangan individu.

Selama ini, obesitas selalu dititikberatkan pada indeks BMI yang akhirnya membatasi dalam berbagai aktivitas pencegahan maupun penanganan risiko penyakit. Misalnya, dalam permintaan obat pengontrol nafsu makan, individu dengan obesitas sering tidak diprioritaskan dalam antrean karena kepercayaan yang salah bahwa mereka membutuhkan pengobatan lebih sedikit daripada pasien diabetes.

Faktor lainnya adalah tentang stigma yang hadir dari penggunaan istilah ‘obesitas’. 

Terdapat 42% orang dewasa yang hidup dengan ukuran tubuh lebih besar mengalami stigma berat badan. Mereka seringkali dinilai atas keyakinan, sikap, asumsi, dan penilaian negatif orang lain yang memandang mereka sebagai pemalas dan kurang kemauan atau disiplin diri.

Orang dengan tubuh lebih besar mengalami diskriminasi di banyak bidang, termasuk di tempat kerja, hubungan intim dan keluarga, pendidikan, perawatan kesehatan, dan media.

Stigma berat badan dikaitkan dengan bahaya termasuk peningkatan kadar kortisol (hormon stres utama dalam tubuh), citra tubuh negatif, peningkatan berat badan, dan kesehatan mental yang buruk. Stigma berat badan bahkan dapat menimbulkan ancaman yang lebih besar bagi kesehatan seseorang daripada peningkatan ukuran tubuh.

Para peneliti tersebut mengusulkan nama “adipose-based chronic disease” atau "penyakit kronis berbasis adiposa" sebagai gantinya. 

Lalu, Haruskah kita mengganti istilah obesitas?

Seruan untuk mengubah atau mengganti nama kondisi atau identifikasi kesehatan untuk mengurangi stigma bukanlah hal baru. Misalnya, dalam beberapa minggu terakhir, para peneliti Eropa telah mengganti nama penyakit hati berlemak non-alkohol (NFLD) menjadi “penyakit hati steatotik terkait disfungsi metabolik” (MASLD). Hal tersebut dilakukan setelah 66% profesional perawatan kesehatan yang disurvei menganggap istilah "non-alkohol" dan "berlemak" sebagai sebuah stigma.

Mungkin inilah saatnya untuk mengikuti dan mengganti nama obesitas. Tetapi, apakah “penyakit kronis berbasis adipositas” atau “adipose-based chronic disease” adalah jawabannya?

Melampaui BMI

Ada dua cara umum orang melihat obesitas. Pertama, kebanyakan orang menggunakan istilah untuk orang dengan indeks massa tubuh (BMI) 30kg/m² atau lebih. Sebagian besar, jika tidak semua, organisasi kesehatan masyarakat juga menggunakan BMI untuk mengkategorikan obesitas dan membuat asumsi tentang kesehatan.

Namun, BMI saja tidak cukup untuk menyimpulkan kesehatan seseorang secara akurat. Itu tidak memperhitungkan massa otot dan tidak memberikan informasi tentang distribusi berat badan atau jaringan adiposa (lemak tubuh). 

Nilai BMI yang tinggi dapat terjadi tanpa indikator biologis dari kesehatan yang buruk.

Secara sederhana, itu mencerminkan bagaimana tubuh telah beradaptasi dengan lingkungan sedemikian rupa sehingga membuatnya lebih rentan terhadap risiko kesehatan dengan kelebihan berat badan sebagai efek sampingnya.

Menggantinya dengan istilah "penyakit kronis berbasis adipositas" akan mengubah fokus kita dan mengakui disfungsi metabolisme kronis yang terkait dengan apa yang saat ini kita sebut obesitas. Itu juga akan menghindarkan kita dari pelabelan terhadap orang lain hanya berdasarkan ukuran tubuh.

Fokusnya harus pada patofisiologi yang mendasari obestas, alih-alih terpaku pada ukuran tubuh. Memperkenalkan istilah diagnostik yang berbeda, seperti 'penyakit kronis berbasis adipositas', dapat mengkomunikasikan sifat penyakit dengan lebih baik sambil menghindari kebingungan dan stigma.

Apakah obesitas adalah penyakit?

"Penyakit kronis berbasis adipositas" adalah pengakuan dari keadaan penyakit. Namun, masih belum ada konsensus universal mengenai apakah obesitas adalah penyakit. Juga tidak ada kesepakatan yang jelas tentang definisi “penyakit” itu sendiri.

Orang yang mengambil pendekatan disfungsi biologis terhadap penyakit berpendapat bahwa disfungsi terjadi ketika sistem fisiologis atau psikologis tidak melakukan apa yang seharusnya.

Dengan definisi tersebut, obesitas tidak dapat diklasifikasikan sebagai penyakit sampai setelah bahaya dari penambahan berat badan terjadi. Itu karena kelebihan berat badan itu sendiri mungkin awalnya tidak berbahaya.

Bahkan, jika kita mengkategorikan obesitas sebagai penyakit, tetaplah perlu untuk mengganti namanya. 

Mengganti nama obesitas dapat meningkatkan pemahaman publik bahwa meskipun obesitas sering dikaitkan dengan peningkatan BMI, peningkatan BMI itu sendiri bukanlah penyakitnya. Perubahan tersebut dapat mengalihkan fokus dari obesitas dan ukuran tubuh, ke pemahaman dan diskusi yang lebih bernuansa tentang faktor biologis, lingkungan, dan gaya hidup yang terkait dengannya.

Upaya yang perlu dilakukan

Sebelum memutuskan untuk mengganti nama obesitas, kita memerlukan diskusi antara pakar obesitas dan stigma, profesional perawatan kesehatan, anggota masyarakat, dan yang terpenting, orang yang hidup dengan obesitas.

Diskusi semacam itu dapat memastikan bukti kuat dalam menginformasikan setiap keputusan di masa depan, dan persyaratan baru yang diusulkan juga tidak memiliki potensi untuk menstigmatisasi.

Meski begitu, mengganti nama obesitas mungkin tidak cukup untuk mengurangi stigma tersebut.

Perspektif alam bawah sadar kita yang menilai tubuh ideal dan proporsional adalah tubuh yang langsing, sehingga dalam kondisi yang sama akan menganggap bahwa tubuh yang berukuran besar dari ‘yang semestinya’ adalah sebuah kesalahan dan harus diubah, anggapan yang telah lama hidup di dalam kehidupan sosial kita. 

Sehingga, mengurangi atau menghapus stigma terkait obesitas yang sebenarnya hanya dapat berasal dari perubahan masyarakat yang mengakui kesehatan dan kesejahteraan dapat terjadi pada berbagai ukuran tubuh.

Referensi:

  • Steele, M & Finucane, F. M.,(2023) Philosophically, is obesity really a disease?. Obesity Reviews. doi.org/10.1111/obr.13590.
  • Spahlholz J, Baer N, König HH, Riedel-Heller SG, Luck-Sikorski C. Obesity and discrimination - a systematic review and meta-analysis of observational studies. Obes Rev. 2016 Jan;17(1):43-55. doi: 10.1111/obr.12343. Epub 2015 Nov 24. PMID: 26596238.
  • Mechanick JI, Hurley DL, Garvey WT. ADIPOSITY-BASED CHRONIC DISEASE AS A NEW DIAGNOSTIC TERM: THE AMERICAN ASSOCIATION OF CLINICAL ENDOCRINOLOGISTS AND AMERICAN COLLEGE OF ENDOCRINOLOGY POSITION STATEMENT. Endocr Pract. 2017 Mar;23(3):372-378. doi: 10.4158/EP161688.PS. Epub 2016 Dec 14. PMID: 27967229.
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaPolusi Udara Dapat Meningkatkan Resistensi Antibiotik

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar