Bagaimana Obat Penurun Berat Badan Mengubah Cara Pandang Kita tentang "Perubahan Gaya Hidup"
Ketika perusahaan farmasi menarik obat penurun berat badan fen-phen dari pasaran pada tahun 1997, banyak orang yang merasa tersiksa. Bukan karena FDA memperingatkan bahwa obat tersebut dapat merusak jantung atau bahkan membunuh mereka, tetapi karena mereka telah berusaha menurunkan berat badan dan satu-satunya hal yang berhasil adalah obat tersebut. Obat yang justru direnggut dari tangan mereka.
Itu adalah reaksi yang ekstrem. Orang-orang justru lebih memilih mengonsumsi obat yang berpotensi mematikan daripada menghadapi hidup tanpa obat tersebut, sesuatu yang menggambarkan betapa frustrasinya mereka ketika diberitahu bahwa mereka harus menurunkan berat badan berulang kali, berusaha semaksimal mungkin untuk melakukannya, tetapi merasa itu sama sekali tidak bekerja dengan baik.
Selama beberapa dekade, resep utama untuk menurunkan berat badan adalah asupan makanan yang lebih baik dan lebih banyak bergerak alias melakukan perubahan gaya hidup. Namun, perubahan tersebut sangat sulit dipertahankan dalam jangka panjang. Bahkan, ketika seseorang terus melakukannya selama bertahun-tahun, hasilnya seringkali tidak maksimal. Hanya sedikit orang yang diobati dengan obat-obatan. Bahkan lebih sedikit lagi yang memilih intervensi bedah.
Sekarang obat GLP-1 seperti Ozempic dan Mounjaro telah memasuki perbincangan. Dan mereka telah mengubah pola sepenuhnya, termasuk bagaimana dokter berbicara dan berpikir tentang pasien, bagaimana kita berpikir tentang diri kita sendiri dan apa yang dapat dicapai, dan mengapa kita terkunci dalam siklus "pengobatan" yang sangat membuat frustrasi bagi banyak orang untuk waktu yang lama, sementara tingkat obesitas terus meningkat .
Mengapa diet dan olahraga?
Pada pertengahan tahun 90-an, para ahli kesehatan masyarakat mencari cara untuk mengurangi meningkatnya angka obesitas, terutama karena obesitas dikaitkan dengan penyakit seperti diabetes tipe 2 dan beberapa jenis kanker.
NIH meluncurkan sebuah studi pada tahun 1996 yang sebagian besar akan mendefinisikan pemikiran klinis seputar pengobatan di masa selanjutnya. Para peneliti mengamati bagaimana pola makan lebih baik dan lebih banyak bergerak memengaruhi kasus diabetes tipe 2. Mereka menemukan bahwa perubahan gaya hidup yang menghasilkan penurunan berat badan meskipun dalam jumlah sedang memiliki dampak besar pada pencegahan diabetes tipe 2. Peserta yang memenuhi target penurunan berat badan lebih dari 5 persen dari berat badan mereka mengurangi kejadian diabetes tipe 2 hingga 58 persen.
Pejabat pemerintah mengeluarkan seruan untuk bertindak. Dokter memiliki bukti nyata bahwa perubahan gaya hidup penting. Diet dan olahraga menjadi resep untuk mengelola berat badan.
Batasan diet dan olahraga
Faktor budaya, tentu saja, mengambil temuan tersebut dan dengan cepat mengolahnya kembali agar sesuai dengan standar kecantikan dan narasi tentang tanggung jawab pribadi yang ada. Argumennya bukan lagi: Turunkan sedikit berat badan agar lebih sehat. Sebaliknya, argumennya menjadi, Jika saja orang yang mengalami obesitas dapat mengendalikan diri, mereka dapat mencapai tujuan mereka.
Namun, faktor biologi lebih kompleks dari itu.
Tubuh memiliki idenya sendiri tentang berat yang diinginkannya. Menurunkan berat badan memicu berbagai macam respons biologis yang menghambat penurunan berat badan. Kita menjadi semakin lapar dan tubuh kita menimbun energi (alias lemak). Ini dulunya membantu saat kita tinggal di gua. Sekarang setelah kita menjinakkan serigala dan bekerja dari rumah dengan celana yang lembut, hal tersebut tidak lagi membantu.
Maka, obat ajaib itu menjadi semacam penyakit tersendiri.
Revolusi Ozempic
Telah ada obat-obatan untuk mengatasi obesitas selama beberapa dekade. Namun, tidak ada yang terbukti seefektif atau semenarik ide untuk makan lebih baik dan berolahraga. Sampai tiba obat yang bernama Ozempic–Obat suntik yang meniru hormon untuk memperlambat pencernaan dan memicu rasa kenyang, yang berarti seseorang makan lebih sedikit dan juga ingin makan lebih sedikit. Sudah dapat diduga, dia akan kehilangan banyak berat badan — sekitar 15 persen rata-rata.
Dan, seperti obat kolesterol atau radang sendi, obat ini tidak bergantung pada kemauan keras untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Perbincangan pun bergeser. Pasien datang meminta GLP-1 dengan merek dagang, sesuatu yang tidak terjadi pada kebanyakan kondisi lain, lalu dokter dapat menulis resep cepat alih-alih membuat seseorang menyiksa diri sendiri selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sebelum mereka mempertimbangkan intervensi medis.
Adanya pengobatan yang efektif tampaknya telah mengubah obesitas dari sekadar kegagalan pribadi menjadi penyakit yang dapat diobati.
Ada ironi yang perlu disebutkan di sini: Orang yang mengonsumsi obat GLP-1 seringkali melaporkan ketidaksukaan terhadap makanan olahan dan lebih menyukai buah dan sayuran segar. Obat-obatan ini tidak menggantikan perubahan gaya hidup. Obat-obatan ini tampaknya memungkinkan perubahan tersebut.
BACA JUGA:
- Ozempic Vs. Wegovy. Sebuah Peringatan Sebelum Meresepkan
- Semaglutide, Obat Primadona yang Kini Mengkhawatirkan
- Mengapa Obat Obesitas Punya Potensi Menangani Berbagai Penyakit?
Perspektif Baru, Masalah Baru
Tidak semua orang yang memiliki tubuh berukuran besar perlu menurunkan berat badan. Dan gerakan body positivity telah membantu banyak orang menghilangkan fatphobia yang mereka alami dan keluar dari penjara yang terbuat dari standar kecantikan yang tidak terjangkau.
Namun, sebagian orang merasa perlu melakukan perubahan untuk mencegah diabetes tipe 2 atau mengelola kondisi kesehatan lainnya. Jika mereka memilih untuk mengonsumsi obat GLP-1, ada beberapa tantangan dan kekurangan.
Efek sampingnya bisa sangat parah: Orang-orang melaporkan sembelit dan muntah yang sangat parah. Obat-obatan tersebut juga sangat mahal dan sebagian besar asuransi tidak menanggungnya untuk pengobatan obesitas. Dan ada aspek lain dari penggunaan obat-obatan ini yang membuatnya khawatir: dampak emosional yang dapat ditimbulkannya.
Makan seringkali merupakan aktivitas sosial, jadi mengubah hubungan dengan makanan secara drastis dapat mengubah hubungan antarmanusia juga. Penurunan berat badan yang signifikan dapat memicu percakapan yang tidak mengenakkan tentang pilihan kesehatan pribadi seseorang yang sulit untuk dipahami. Dan mereka yang telah berusaha keras untuk menerima berat badan mereka dapat merasakan konflik yang mendalam karena mampu mengubah tubuh yang mereka cintai.
Era baru pemikiran seputar obesitas dan pengobatannya mungkin membantu memecahkan beberapa masalah dari era sebelumnya. Namun, ada banyak masalah baru yang perlu dipertimbangkan sekarang.
Harga diperkirakan akan stabil karena semakin banyak perusahaan yang memasarkan lebih banyak obat GLP-1, serta ada alasan kuat bagi perusahaan asuransi untuk akhirnya menanggung biaya obat-obatan tersebut. Mengobati diabetes tipe 2 dan kanker itu mahal. Mencegah penyakit tersebut dapat menghemat biaya dalam jangka panjang. Masih belum jelas kapan kita akan mengembangkan sistem untuk menangani efek psikologis dari perubahan tubuh fisik seseorang. Namun, karena semakin banyak orang yang mengambil jalan ini, kita harus mempelajari lebih lanjut tentang konsekuensi yang tidak diinginkan dari pengobatan ini.
Referensi:
- Can you be overweight and healthy?; UChicago Medicine, 2022
- Wadden TA, Berkowitz RI, Silvestry F, Vogt RA, St John Sutton MG, Stunkard AJ, Foster GD, Aber JL. The fen-phen finale: a study of weight loss and valvular heart disease. Obes Res. 1998 Jul;6(4):278-84. doi: 10.1002/j.1550-8528.1998.tb00350.x. PMID: 9688104.
- Bettadapura, S., Dowling, K., Jablon, K. et al. Changes in food preferences and ingestive behaviors after glucagon-like peptide-1 analog treatment: techniques and opportunities. Int J Obes (2024). https://doi.org/10.1038/s41366-024-01500-y
Log in untuk komentar