sejawat indonesia

Faktor-Faktor Prenatal yang Berhubungan dengan Kejadian ADHD pada Anak dan Remaja

Gangguan kurang perhatian dan hiperaktivitas (ADHD/Attention Deficit Hyperactivity Disorder) merupakan suatu sindrom neuropsikiatri yang paling sering dijumpai pada anak usia prasekolah hingga sekolah. Gangguan ini ditandai oleh inatensi dan/atau hiperaktivitas/impulsif dengan prevalensi 3-10% pada anak usia sekolah.

Anak akan memperlihatkan peningkatan aktivitas motorik, sering disertai dengan masalah konsentrasi, dan perhatian. Berdasarkan aspek status gizi, penelitian menunjukkan bahwa anak dengan ADHD dapat memengaruhi pola makan tidak lazim yakni binge eating. Dikenal sebagai pelampiasan perasaan tidak bahagia dengan memakan makanan secara berlebihan, yang dapat memengaruhi status gizi normal atau berlebih.

Anak khususnya pada tipe hiperaktif-impulsif cenderung memiliki berat badan lebih atau obesitas. Berbeda dengan tipe inatensi yang memiliki kecenderungan gizi kurang. ADHD dapat disebabkan oleh multifaktor dengan faktor genetik yang dominan. Walaupun ADHD banyak dikaitkan dengan faktor genetik, faktanya tidak semua ADHD disebabkan oleh faktor tersebut.

Diperkirakan sebanyak 10-40% dari kasus ADHD disebabkan oleh faktor non-genetik (Gambar 1). Faktor-faktor non-genetik biasanya didapatkan dari prenatal maupun postnatal, yaitu ketika otak sedang berkembang dan masih rentan terhadap kerusakan dari luar.

Beberapa faktor non-genetik ini dapat memengaruhi pertumbuhan dan fungsi otak. Beberapa dari ADHD dapat disebabkan oleh kerusakan otak yang terjadi setelah bayi lahir seperti trauma, tumor, stroke, atau keracunan bahan-bahan toksik.

Beberapa faktor risiko prenatal yang telah diketahui di antaranya adalah ibu hamil yang merokok, paparan toksin, komplikasi pada masa kehamilan, status sosioekonomi rendah dan keadaan psikososial.

Gambar 1 : Beberapa etiologi dari ADHD


Baca Juga :



Paparan Rokok terhadap Kejadian ADHD pada Anak

Sebuah meta-analisis oleh Huang (2018) mengumpulkan 20 penelitian observasional dengan 50.044 kasus dan 2.998.059 partisipan. Ditemukan bahwa ibu hamil yang terpapar rokok dapat meningkatkan risiko ADHD dengan nilai odd ratio 60%.

Mekanisme yang menyebabkan terjadinya ADHD pada anak akibat paparan rokok selama kehamilan. DIduga dari efek tembakau terhadap struktur dan fungsi dari otak yang sedang berkembang, dan terjadinya perubahan genetik.

Rokok tembakau mengandung lebih dari 4.000 bahan, dan beberapa dari bahan ini dapat berpotensi memengaruhi perkembangan saraf anak dari masa kehamilan. Dari semua bahan yang terkandung dalam rokok, nikotin merupakan bahan yang paling memengaruhi perkembangan saraf anak.

Konsumsi Alkohol terhadap Kejadian ADHD pada Anak

Merokok dan meminum minuman beralkohol biasanya terjadi secara bersamaan. Di mana intake alkohol juga merupakan salah satu faktor risiko penting terjadinya ADHD. Beberapa studi juga telah menemukan adanya kaitan antara intake alkohol dengan kejadian ADHD.

Alkohol telah lama diketahui bersifat teratogenik karena efeknya terhadap sistem saraf pusat dan dapat menyebabkan gangguan mental pada anak, termasuk foetal alcohol syndrome disorder (FASD).

Namun, karakteristik klinis pada FASD sulit dibedakan dengan ADHD. Sebuah meta-analisis oleh Gronimus R. (2009) menemukan bahwa anak yang terpapar oleh alkohol di dalam rahim meningkatkan risiko ADHD sebanyak 2.33 kali lebih tinggi dibandingkan yang tidak pernah terpapar. Sedangkan pada ibu peminum alkohol berat memiliki risiko melahirkan anak ADHD sebanyak 2.27 kali lebih tinggi dibandingkan peminum alkohol ringan.

Faktor lingkungan dapat memengaruhi kebiasaan minum alkohol. Di Amerika Serikat, tercatat 9-15% perempuan meminum alkohol setidaknya sekali dalam sebulan saat hamil, sedangkan di Indonesia belum ada data yang valid.

Studi oleh Pagnin D. (2018) menemukan adanya hubungan antara paparan alkohol prenatal dengan gangguan mental pada anak umur 12 tahun. Lebih spesifik, ditemukan adanya hubungan meningkatnya kejadian ADHD pada ibu yang mengonsumsi alkohol ringan maupun dalam jumlah yang banyak pada seluruh trimester kehamilan.

Konsumsi alkohol ringan-berat pada seluruh umur kehamilan dapat meningkatkan risiko anak terkena ADHD hingga 5 kali lipat pada anak berumur 12 tahun. 

BBLR dengan Kejadian ADHD pada Anak

Salah satu faktor yang diduga berperan dalam kejadian ADHD adalah berat bayi lahir rendah (BBLR). Kejadian BBLR biasanya disebabkan oleh beberapa faktor seperti merokok pada masa kehamilan, dan kurangnya nutrisi di masa kehamilan sehingga berdampak pada perkembangan saraf.

Beberapa studi telah melaporkan bahwa anak dengan BBLR atau BBLSR (berat badan lahir sangat rendah) berisiko 3.8 kali lebih besar untuk terkena ADHD. BBLR dengan peningkatan risiko defisit neuropsikologis memiliki karakteristik klinis yang mirip dengan ADHD.

BBLR juga dikaitkan dengan gangguan verbal, daya ingat, kognitif dalam mengatur pekerjaan dan juga pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan reseptif bahasa, visuospasial, dan kontrol motorik.

BBLR berhubungan dengan kejadian ADHD pada anak, temuan ini menekankan pada pentingnya pemberian nutrisi optimal, stimulasi dan perbaikan status gizi pada anak yang lahir dengan BBLR di periode emasnya. Tercapainya target tumbuh kembang yang optimal dapat menghindarkan adanya gangguan neurodevelopmental di masa anak dan remaja. 

Stres dan Kejadian ADHD pada Anak

Beberapa penelitian menemukan adanya hubungan antara keadaan stres ibu yang tinggi selama masa kehamilan dan peningkatan risiko terjadinya gangguan perkembangan neurobehavior. Dalam beberapa penelitian prospektif  berskala besar ditemukan adanya prenatal maternal stress (PNMS) yang dapat meningkatkan risiko gangguan perilaku, emosional, gangguan berbahasa, kognitif dan kejadian skizofrenia pada masa dewasa.

Sebuah meta-analisis yang meneliti kaitan antara PNMS dan ADHD menemukan adanya hubungan antara ansietas atau stres antenatal yang berhubungan dengan kejadian ADHD pada anak sekolah berumur 4-9 tahun. Dua di antara studi ini juga menemukan hubungan signifikan antara riwayat stres emosional antenatal dan kejadian ADHD pada anak berumur 6-12 tahun (Ronald A., 2010).

Aktivitas axis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA) diduga memiliki peran utama sebagai respons stres dari ibu terhadap fetus. Aktivasi HPA sebagai respon dari stres fisik dan psikis akan meningkatkan kadar hormon kortisol di sirkulasi. Pada kondisi stres yang sangat tinggi, kadar kortisol ini dapat melebihi kapasitas degradasi plasenta sehingga dapat melewati barrier plasenta dan memengaruhi otak yang sedang berkembang, atau dapat memicu aksis HPA pada fetus.

Stres maternal dapat menyebabkan konstriksi pada pembuluh darah uterus, yang menyebabkan menurunnya aliran darah pada fetus. Hipoksia pada fetus yang terjadi dapat mengganggu pertumbuhan fetus dan menyebabkan beberapa masalah kesehatan termasuk gangguan perkembangan saraf nantinya.


Referensi :
- Pagnin D, Grecco MLZ, Furtado EF. Prenatal alcohol use as a risk for attention-deficit/hyperactivity disorder. 2018.
- Huang L, Wang Y, Zhang L. Maternal Smoking and Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder in Offspring : A Meta-analysis. 2017.
Hatch B, Healy DM, Halperin JM. Associations between Birth Weight and Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) Symptom Severity: Indirect Effects via Primary Neuropsychological Functions. National Library of Medicine. 2015.
Ronald A, Pennel CE, Whitehouse AJ. Prenatal Maternal Stress Associated with ADHD and Autistic Traits in early Childhood. 2010.

Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaUpdate Diagnosis, Treatment dan Prognosis Infeksi Cytomegalovirus Kongenital

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar