Teknologi Praktik Bedah di Masa Depan
“Teknologi apa pun yang cukup maju, (keajaibannya) tak berbeda dari sihir.” Kutipan dari Arthur C. Clarke tersebut cukup merangkum masa depan praktik bedah, masa depan yang menawarkan perpaduan fantastis antara manusia dan teknologi dalam meningkatkan tingkat presisi dan efisiensi pembedahan yang belum pernah kita lihat sebelumnya.
AI, robot bedah, pencetakan 3D, dan metode pencitraan baru telah digunakan dalam berbagai prosedur. Namun, masih banyak lagi yang bisa diharapkan dari masa depan praktik bedah.
Meskipun operasi dengan bantuan robot belum menjadi cara umum untuk mengoperasi pasien, prosedur ini sudah digunakan di lebih dari 70 negara di seluruh dunia, jutaan kali setiap tahun. Menurut beberapa statistik yang banyak digunakan – meskipun sulit ditemukan sumbernya – sekitar 15-20% operasi di Amerika Serikat menggunakan bantuan robot.
Dengan meningkatnya teknologi AI, dokter bedah dapat memanfaatkan bantuan teknologi tambahan, karena algoritma tentu akan berperan dalam kehidupan mereka di masa depan, mulai dari membantu perencanaan bedah hingga merancang implan khusus. Berikut ini beberapa dampak signifikan dari teknologi terhadap masa depan bedah.
Langkah awal: dokter bedah akan memikirkan kembali profesi mereka
Sebelum menyentuh teknologi, kita perlu memikirkan tentang kecerdasan manusia di departemen tersebut. Dokter bedah memikul tanggung jawab yang besar: mereka dapat menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki dan keajaiban medis dengan satu sayatan pada tubuh pasien. Dengan munculnya teknologi digital, ruang operasi dan dokter bedah dibanjiri dengan perangkat baru untuk membuat sayatan seminimal mungkin. Kita perlu menangani teknologi bedah baru ini untuk membuat semua orang mengerti bahwa teknologi tersebut memperluas kemampuan dokter bedah, bukan menggantikannya.
Dokter bedah juga cenderung membatasi diri dari pasien. Sentuhan manusia tidak selalu menjadi inti dari pekerjaan mereka; namun, seiring solusi teknologi masuk ke dalam praktik mereka dan mengambil alih sebagian tugas berulang mereka, masuk akal untuk memikirkan kembali pendirian mereka. Memperlakukan pasien dengan empati sebelum dan sesudah operasi akan memastikan layanan mereka tidak tergantikan juga di era robotika dan kecerdasan buatan.
BACA JUGA:
- Masa Depan Patologi Digital
- Manfaatkan Teknologi dan AI, Peneliti Berikan Suara Lagi ke Penderita Locked-In Syndrome
- Melihat Lagi Whole Genome Sequencing (WGS): Penerapan, Tantangan, dan Penggunaannya di Masa Depan
1) Virtual Reality (VR)
Pada bulan April 2016, dokter bedah kanker Shafi Ahmed melakukan operasi menggunakan kamera VR di Royal London Hospital. Itu merupakan langkah besar dalam dunia bedah, dan siapa pun dapat berpartisipasi di dalamnya, secara langsung. Sejak saat itu, perusahaan seperti Osso VR , ImmersiveTouch, OramaVR, atau Fundamental VR telah menggunakan VR sebagai solusi pelatihan atau pencitraan.
VR dapat meningkatkan pengalaman mengajar dan belajar dalam bidang kedokteran ke tingkat yang sama sekali baru, menggantikan mahasiswa yang mengintip dari balik bahu dokter bedah selama operasi. Dengan menggunakan VR, dokter bedah dapat melakukan streaming operasi, sehingga mahasiswa kedokteran dapat berada di ruang operasi secara virtual, menggunakan kacamata VR mereka.
Selain pelatihan bedah, VR juga dapat digunakan untuk membantu pasien memahami prosedur yang mereka jalani dan mengelola rasa sakit dan kecemasan . Teknologi ini berpotensi meningkatkan hasil perawatan pasien dengan memungkinkan perencanaan pra-operasi yang lebih baik dan pelaksanaan bedah yang lebih tepat.
Meskipun VR belum menjadi standar dalam pelatihan atau pendidikan medis selama beberapa tahun terakhir, universitas dan lembaga terkemuka tentu saja memanfaatkan teknologi ini. Bahkan, lebih dari itu: pelatihan realitas virtual dapat berkontribusi pada efisiensi sistem perawatan kesehatan di daerah pedesaan.
2) Augmented Reality
AR berbeda dari VR dalam dua fitur penting. Pengguna AR tidak kehilangan kontak dengan realitas, sementara VR sepenuhnya melindungi Anda dari dunia fisik. Realitas campuran menggabungkan fitur-fitur VR dan AR. Dan jika Anda mendengar seseorang berbicara tentang XR (Extended Reality): ini adalah istilah umum untuk semua realitas yang disebutkan sebelumnya.
Fitur-fitur yang unik ini memiliki potensi besar dalam membantu dokter bedah menjadi lebih efisien dalam melakukan pembedahan. Baik saat melakukan prosedur minimal invasif maupun menemukan tumor di hati, aplikasi perawatan kesehatan AR dapat membantu menyelamatkan nyawa dan merawat pasien dengan mudah.
Operasi fusi tulang belakang pertama yang didukung AR dilakukan pada tahun 2020 di AS, di mana sistem panduan AR yang disetujui FDA membantu dokter bedah memvisualisasikan anatomi tulang belakang 3D pasien selama operasi – seolah-olah dokter memiliki penglihatan sinar-X. Tim di Rumah Sakit Johns Hopkins memuji alat tersebut karena keakuratan, keamanan, dan efisiensi pengoperasiannya. Perusahaan lain, Proprio, mendukung para profesional medis dengan menciptakan gambar 3D yang sangat presisi dengan dukungan AI.
Sistem visualisasi medis True 3D dari EchoPixel memungkinkan dokter berinteraksi dengan organ dan jaringan spesifik pasien dalam ruang 3D terbuka. Sistem ini memungkinkan dokter mengidentifikasi, mengevaluasi, dan membedah struktur yang signifikan secara klinis dengan segera.
3) Robot bedah
Robot bedah saat ini memiliki kamera 3D yang merekam operasi. Video tersebut ditayangkan ke layar komputer di suatu tempat di dekat kaca plexiglass saat dokter melanjutkan operasi. Robot bedah yang paling dikenal adalah sistem bedah da Vinci, dan percaya atau tidak, robot ini diperkenalkan 25 tahun yang lalu! Robot ini dilengkapi dengan sistem penglihatan definisi tinggi 3D yang diperbesar dan instrumen kecil yang dapat ditekuk dan diputar jauh lebih besar daripada tangan manusia. Dengan da Vinci dari Intuitive, dokter bedah hanya perlu melakukan beberapa sayatan kecil – tidak mengherankan jika robot ini telah digunakan dalam lebih dari 14 juta prosedur di seluruh dunia hingga saat ini.
Dalam prosedur ini, dokter bedah memegang kendali penuh atas sistem robotik setiap saat. Nilai tambah robot adalah membantu dokter bedah dalam menjahit, membedah, dan menarik kembali jaringan. Robot bedah dapat meningkatkan presisi operasi secara drastis, tetapi terobosan sesungguhnya hanya akan terjadi dengan robot yang sepenuhnya otonom di ruang operasi. Itu mungkin akan memakan waktu cukup lama, tetapi robot jelas memiliki tempat dalam perawatan kesehatan.
4) Bedah minimal invasif
Pada abad ke-18, setelah Edison menemukan bola lampunya, seorang dokter dari Glasgow memasang bola lampu kecil di dalam tabung untuk melihat bagian dalam tubuh. Namun, baru pada paruh kedua abad ke-20, benang serat optik membawa cahaya yang lebih terang ke dalam rongga tubuh. Bahkan kemudian, kamera chip komputer kecil mulai mengirimkan gambar kembali ke luar. Akhirnya, dokter tidak hanya dapat melihat dengan jelas bagian dalam tubuh seseorang tanpa membuat sayatan yang panjang, tetapi juga dapat menggunakan alat-alat kecil untuk melakukan operasi. Salah satu teknik yang merevolusi pembedahan adalah diperkenalkannya laparoskop dan kemudian endoskopi.
Operasi minimal invasif memungkinkan lebih sedikit pemotongan tetapi lebih presisi dan lebih sedikit sayatan, sehingga mengurangi rasa sakit dan mempercepat pemulihan. Perusahaan rintisan perangkat medis Levita bertujuan untuk menyempurnakan prosedur tersebut dengan Sistem Bedah Magnetik MARS yang disetujui FDA. Platform teknologi inovatif ini menggunakan retraksi magnetik selama operasi laparoskopi. Perusahaan ini telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, persetujuan FDA pertama mereka adalah untuk solusi pengangkatan kantong empedu laparoskopi, sementara MARS ditujukan untuk membantu berbagai prosedur bedah perut.
Vicarious Surgical, perusahaan robotika bedah generasi berikutnya, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi prosedur bedah. Sistem Vicarious memiliki jangkauan yang luar biasa dan kemampuan untuk "meniru" semua gerakan dokter bedah – dan lebih banyak lagi. Sistem ini menciptakan satu sayatan dengan lebar hanya 1,5 cm yang masih memungkinkan dua lengan robotik dan kamera untuk masuk.
5) Percetakan 3D dan simulasi dalam perencanaan dan pendidikan pra-operasi
Operasi yang rumit dan berisiko yang berlangsung berjam-jam memerlukan banyak perencanaan yang cermat. Teknologi yang ada seperti pencetakan 3D atau berbagai teknik simulasi sangat membantu dalam mereformasi praktik medis dan metode pembelajaran, serta pemodelan dan perencanaan prosedur bedah yang rumit dengan sukses.
Pada bulan Maret 2016, di Tiongkok, sekelompok dokter berpengalaman memutuskan untuk membuat model jantung bayi yang lahir dengan kelainan jantung dalam ukuran sebenarnya. Mereka merencanakan operasi yang sangat rumit pada jantung mungil tersebut. Ini adalah pertama kalinya seseorang menggunakan metode ini di Tiongkok. Tim profesional medis berhasil menyelesaikan operasi tersebut. Bocah kecil itu selamat tanpa efek samping yang berarti.
Para peneliti di Penn State University telah mengerjakan bioprinting kulit dan tulang, setidaknya selama satu dekade. Mereka telah memperbaiki kulit dan tulang dengan bioprinting selama operasi pada model tikus. Cedera wajah dan tengkorak sangat sulit diperbaiki karena terdapat banyak lapisan berbagai jaringan. Selama operasi tersebut, Ibrahim T. Ozbolat, Hartz Family Career Development Associate Professor of Engineering Science and Mechanics, Biomedical Engineering and Neurosurgery, Penn State dan timnya mencetak tulang dan jaringan lunak. “Butuh waktu kurang dari 5 menit bagi bioprinter untuk meletakkan lapisan tulang dan jaringan lunak,” jelas profesor tersebut. Mereka berharap dapat menerjemahkan penelitian ini ke aplikasi manusia .
Teknologi pencetakan 3D juga mulai digunakan dalam pendidikan kedokteran. Untuk menyediakan alternatif bagi dokter bedah dan mahasiswa untuk bekerja sebagai pengganti manusia hidup, sepasang dokter di University of Rochester Medical Center (URMC) mengembangkan cara menggunakan pencetakan 3D untuk membuat organ buatan pada tahun 2016. Organ tersebut tampak, terasa, dan bahkan berdarah seperti organ asli. Sejak saat itu, pencetakan 3D telah diadopsi berbagai lembaga karena meningkatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang anatomi dan patologi bagi calon dokter, menghasilkan pemahaman yang lebih baik tentang prosedur, dan meningkatkan keterampilan serta kepercayaan diri peserta pelatihan.
Kita telah mendengar tentang pencetakan 3D dalam bidang kedokteran selama beberapa waktu, tetapi sejauh ini kemajuannya lambat – sebagian besar karena tingginya biaya. Hal ini mungkin mulai berubah. Stratasys telah mengumumkan printer 3D yang ditujukan untuk rumah sakit, produsen perangkat medis, dan lembaga penelitian, yang dirancang untuk produksi model anatomi yang realistis dan spesifik untuk pasien. Materialise menawarkan Kursus Pencetakan 3D dalam Kedokteran sebagai pelatihan langsung bagi rumah sakit untuk melatih personel tentang teknologi tersebut dan apa yang dapat dilakukannya di lingkungan rumah sakit.
6) Operasi jarak jauh
Bedah jarak jauh atau telesurgery berada di persimpangan antara 5G, teknologi robotik, dan jaringan nirkabel. Dalam jangka panjang, hal ini mungkin akan mendefinisikan ulang bidang yang memungkinkan ahli bedah untuk melakukan operasi pada pasien yang secara geografis terpisah jauh.
Hal ini mengatasi banyak masalah yang umum terjadi: kebutuhan akan kehadiran fisik dan tantangan logistik dalam penjadwalan, serta memungkinkan kolaborasi waktu nyata di antara para ahli bedah di seluruh dunia, sehingga meningkatkan akurasi dan hasil. Secara teoritis, teknologi canggih ini memungkinkan perawatan bedah berkualitas tinggi untuk menjangkau daerah-daerah yang kurang terlayani secara medis, termasuk daerah pedesaan, medan perang, dan lingkungan terpencil seperti kapal selam, dan stasiun ruang angkasa.
Meskipun berpotensi transformatif, telesurgery menghadapi beberapa keterbatasan dan tantangan. Biaya awal dan biaya perawatan yang tinggi dapat menjadi penghalang, dan ada kekhawatiran signifikan terkait keselamatan pasien dan privasi data. Risiko serangan siber dan koneksi internet yang tidak stabil dapat membahayakan integritas dan keberhasilan prosedur pembedahan.
7) Pengaruh AI yang semakin meningkat
Kecerdasan Buatan akan merevolusi profesi bedah, yang berdampak pada setiap tahap jalur bedah, dari perencanaan pra-operasi hingga perawatan pasca-operasi, meningkatkan pengambilan keputusan dan memperbaiki hasil pasien.
Pada fase pra-operasi, AI dapat membantu diagnosis dini dan akurat dengan menganalisis gambar medis, mengidentifikasi faktor risiko potensial, dan menyarankan rencana perawatan yang dipersonalisasi. Selama operasi, alat yang didukung AI dapat memberikan panduan waktu nyata kepada dokter bedah, meningkatkan keterampilan dan ketepatan mereka. Setelah operasi, AI dapat memantau pemulihan pasien, memprediksi komplikasi, dan memfasilitasi perencanaan pemulangan yang efisien.
Namun, algoritma tidak hanya akan memengaruhi lingkungan ruang operasi. Algoritma juga akan menyederhanakan tugas administratif, mengoptimalkan alokasi sumber daya, dan meningkatkan pelatihan dan pendidikan bedah. Dengan mengotomatiskan tugas rutin, AI membebaskan waktu yang berharga bagi dokter bedah untuk fokus pada pengambilan keputusan yang rumit dan perawatan pasien. Selain itu, simulasi bertenaga AI dapat memberi dokter bedah pengalaman pelatihan yang mendalam, mengasah keterampilan mereka dalam lingkungan yang bebas risiko.
Integrasi AI dengan robotika, sensor, dan teknologi canggih lainnya menjanjikan untuk mendefinisikan ulang prosedur pembedahan, membuatnya kurang invasif, lebih tepat, dan pada akhirnya lebih berhasil. Namun, meningkatnya ketergantungan pada AI juga menimbulkan pertimbangan etika. Memastikan privasi pasien dan keamanan data adalah yang terpenting, seperti halnya mengatasi potensi bias dalam algoritma AI. Sangat penting untuk menetapkan pedoman dan peraturan yang jelas untuk penggunaan AI yang bertanggung jawab dalam pembedahan.
Masa depan bedah terletak pada kolaborasi antara keahlian manusia dan kemampuan AI. Dengan memanfaatkan kekuatan AI, dokter bedah dapat meningkatkan keterampilan mereka, mengoptimalkan pengambilan keputusan, dan pada akhirnya memberikan perawatan yang lebih baik kepada pasien mereka. Integrasi AI ke dalam profesi bedah menjanjikan era baru presisi, efisiensi, dan hasil yang lebih baik bagi pasien. Keduanya akan saling melengkapi pekerjaan masing-masing dengan cara yang sangat sukses yang belum pernah kita lihat atau impikan sebelumnya.
Namun itu akan terjadi hanya jika kita belajar bagaimana melakukannya dengan tepat.
Referensi:
- Top Robotic Surgery Statistics to Follow in 2023, Strategic Market Research
- Robotic-assisted surgery: A pathway to the future, The Royal College of Surgeons of England
- The Robot Surgeon Will See You Now, The New York Times, 30 April 2021
- First Augmented Reality Spine Surgery Using FDA-Cleared Augmedics xvision™ Spine System Completed in U.S., Orthospine News
- More than the Eye Can See: Hospital for Special Surgery First in NYS to Use Augmented Reality Guidance in Spine Surgery, Hospital for Special Surgery, 2022
- Virtual reality technology in the ER helps UK medical students learn safely, Study International, May 2021
Log in untuk komentar