Berapa Usia Maksimal Seorang Dokter Boleh Melakukan Praktik?
Kapan seorang dokter dianggap terlalu tua untuk melakukan praktik secara kompeten dan aman?
Aparatur Sipil Negara, misalnya, atas nama kinerja, usia pensiunnya secara umum berada di usia 60 tahun. Sedangkan pilot, atas pertimbangan keamanan dan keselamatan, dibatasi maksimal di usia 65 tahun.
Untuk pertimbangan yang sama, apakah perlu memberi batasan usia pensiun bagi dokter? Jika iya, berapa usia pensiun ideal yang harus ditetapkan?
Pertanyaan tersebut semakin penting jika melihat laporan tahun 2021 yang diterbitkan oleh Association of American Medical Colleges bahwa 2 dari setiap 5 dokter aktif di AS akan berusia 65 tahun atau lebih dalam dekade mendatang, dengan sebagian besar mendekati usia pensiun pada umumnya.
Menurut survei tahun 2016, seperempat dokter memperkirakan akan pensiun pada usia yang lebih tua, yaitu pada usia 70 tahun, sementara 9% dokter berencana untuk berhenti pada usia 75 tahun atau lebih.
Baca Juga:
- Ahli Bedah Perempuan Lebih Baik dalam Melakukan Operasi
- Benarkah AI Dapat Mengurangi Burnout Dokter?
- Mengapa Artikel Ilmiah yang Telah Ditarik, Masih Terus Dikutip?
Di Indonesia, belum ada data pasti rata-rata usia dokter aktif, namun sangat mudah menemui dokter yang sudah melewati usia pensiun di profesi lain (>65 tahun) di sekitar kita. Salah satu yang sempat viral mungkin nama dr. Handoko Gunawan, dokter spesialis paru yang berpraktik di RS Graha Kedoya, Jakarta Barat, yang turut bergabung menjadi Tenaga Medis dalam penanganan Covid-19 lalu, saat usianya sudah menjelang 80 tahun.
Kekurangan jumlah dokter mungkin juga menjadi penyebab pertanyaan tentang usia pensiun belum menjadi fokus banyak pihak. Sehingga, para ‘dokter senior’ tetap dibutuhkan kehadirannya dalam praktik sehari-hari. Namun, jika pertimbangannya adalah keselamatan dan kualitas pasien, tentu saja pertanyaan usia pensiun adalah sebuah pertanyaan penting.
Usia dan kinerja
Beberapa tahun yang lalu, sebuah artikel di BMJ memicu kontroversi ketika menyimpulkan bahwa, “Pasien yang dirawat oleh dokter yang lebih tua memiliki angka kematian yang lebih tinggi dibandingkan pasien yang dirawat oleh dokter yang lebih muda.”
Implikasi dari artikel tersebut adalah bahwa dokter yang lebih tua kurang kompeten dibandingkan dokter yang lebih muda. Pengecualian untuk temuan ini: dokter yang merawat pasien dalam jumlah besar—usia mereka tidak menunjukkan hubungan dengan angka kematian yang lebih tinggi.
Sebuah makalah pada tahun 2016 yang diterbitkan oleh American Medical Association mendukung gagasan bahwa seiring bertambahnya usia, terjadi penurunan: “Pendekatan penilaian komprehensif menunjukkan bahwa bertambahnya usia dokter dan semakin lamanya waktu sejak kelulusan memengaruhi kinerja menjadi lebih buruk secara keseluruhan.”
Para penulis mengutip penelitian yang menunjukkan bahwa, “meningkatnya masa praktik [berhubungan] dengan penurunan pengetahuan; rendahnya kepatuhan terhadap standar perawatan berbasis bukti untuk diagnosis, pencegahan, dan pengobatan; dan hasil pasien yang lebih buruk.”
Seiring bertambahnya usia dokter, mereka cenderung membuat lebih banyak keputusan berdasarkan pengalaman dibandingkan pemikiran kognitif analitik. Meskipun, “pengetahuan yang spesifik berdasarkan pengalaman” tetap stabil, “kecerdasan fluid”—kapasitas untuk memproses informasi dalam menganalisis dan memecahkan masalah baru atau kompleks—menurun seiring bertambahnya usia.
Ketangkasan manual dan kemampuan visuospasial juga berkurang, yang mempunyai implikasi nyata bagi ahli bedah dan pasiennya. Para penulis penelitian tersebut mencatat bahwa penuaan pada ahli bedah dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan/atau mortalitas pasien dalam berbagai prosedur.
Penuaan vs. kompetensi
Namun, para peneliti tersebut mengakui bahwa seiring bertambahnya usia, bertambah pula kebijaksanaan. Meskipun fungsi kognitif mungkin menurun seiring bertambahnya usia, “Beberapa atribut yang diperlukan untuk memberikan layanan kesehatan yang berkualitas—seperti kebijaksanaan, ketangguhan, kasih sayang, dan toleransi terhadap stres—dapat meningkat seiring bertambahnya usia,” tulis mereka.
Selain itu, usia bukanlah satu-satunya faktor yang memengaruhi kompetensi, dan bahkan mungkin bukan faktor yang paling penting. “Praktik tunggal, pelatihan internasional, kurangnya sertifikasi dewan, praktik umum, dan ketidaksesuaian antara pelatihan dan ruang lingkup praktik menciptakan kemungkinan peningkatan hasil penilaian kinerja yang buruk.”
Para penulis studi di BMJ tersebut menunjukkan bahwa hasil yang lebih buruk pada pasien mungkin disebabkan oleh cara dokter yang lebih tua berpraktik, dibandingkan dengan penurunan mental akibat penuaan. “Ada kemungkinan bahwa dokter yang belum pernah menjalani pelatihan cenderung tidak mematuhi pedoman berbasis bukti, lebih jarang menggunakan pengobatan yang baru terbukti, dan lebih sering mengandalkan bukti klinis yang tidak mutakhir.”
Faktor lain mengapa sulit menentukan standar usia pensiun bagi dokter adalah penuaan yang membawa serta tingkat variabilitas yang sangat besar. Jika kita mengamati kelompok orang berusia 80 tahun, akan ada lebih banyak variabilitas dibandingkan dengan kelompok orang berusia 40 tahun.
Beberapa orang berusia 80 tahun dapat dengan mudah terus mengajar mata pelajaran di perguruan tinggi, mengikuti lomba lari 10K, atau melakukan operasi rumit. Namun, orang lain dalam kelompok sebayanya mungkin kesulitan mengancingkan bajunya dengan benar, menaiki tangga, atau mengingat makanan yang dikonsumsinya kemarin. Usia fungsional tidak sama dengan usia kronologis.
Bagaimana sebaiknya?
Evaluasi rutin dan wajib adalah pilihan paling memungkinkan untuk dilakukan. Beberapa pihak mengusulkan tiga pemeriksaan wajib saat dokter mencapai usia tertentu yang disepakati: pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurokognitif, dan pemeriksaan mata.
Beberapa organisasi di luar negeri telah melakukannya. Misalnya, LifeBridge Health, mulai melakukan evaluasi saat dokternya telah berusia 75 tahun dan akan rutin dilakukan setiap dua tahun dan untuk semua spesialisasi.
University of California San Diego, bahkan telah lama melakukannya. Physician Assessment and Clinical Education (PACE), program yang telah dihadirkan sejak tahun 1996, mengevaluasi kembali para dokter yang melakukan tindakan indisipliner, namun ada juga yang datang karena keinginan mereka sendiri.
PACE terdiri dari dua fase: pertama, serangkaian tes selama 2 hari untuk mengukur pengetahuan kompetensi inti. Kedua, lebih komprehensif dan berlangsung selama 5 hari. Di sini, dalam spesialisasinya, dokter berpartisipasi dalam kegiatan program residensi terkait. Fakultas mengevaluasi dokter, dan tim multidisiplin bertemu untuk meninjau semua temuan dari fase gabungan.
Tergantung pada hasilnya, dokter mungkin menghadapi langkah-langkah remedial yang berkisar dari program untuk mengatasi kekurangan kinerja hingga pengalaman klinis di tingkat residensi. Menurut makalah tentang program yang diterbitkan oleh lembaga tersebut, "kebanyakan dokter yang dirujuk ke program PACE ditemukan mengalami diskompetensi kinerja ringan hingga sedang."
Menerapkan evaluasi wajib dan rutin mungkin akan mendapat resistensi dari berbagai Teman Sejawat, khususnya mereka yang lebih senior. Namun, itu bukan sesuatu yang tidak mungkin untuk diterapkan, sama seperti profesi lain, misalnya pilot yang harus menjalani pemeriksaan fisik dan pengujian rutin mulai usia 40 tahun dan menerimanya sebagai bagian rutin dari pekerjaan mereka.
Referensi:
- Physician age and outcomes in elderly patients in hospital in the US: observational study, BMJ 2017; 357 doi: https://doi.org/10.1136/bmj.j1797 (Published 16 May 2017)
- The Average Retirement Age in Every State in 2015, Smartasset.com
- Hawkins, Richard E. MD; Welcher, Catherine M. BA; Stagg Elliott, Victoria MA; Pieters, Richard S. MD; Puscas, Liana MD, MHS; Wick, Paul H. MD. Ensuring Competent Care by Senior Physicians. Journal of Continuing Education in the Health Professions 36(3):p 226-231, Summer 2016. | DOI: 10.1097/CEH.0000000000000080
Log in untuk komentar