sejawat indonesia

Yang Penting dan Yang Genting dalam Manajemen Fraktur Terbuka di Layanan Primer

Fraktur, khususnya fraktur terbuka masih terus menjadi tantangan dalam penanganannya di Layanan primer. Di Indonesia, berdasarkan dari Riset Kesehatan Dasar 2018, fraktur memiliki prevalensi yang tinggi sekitar 67,9% dari total kejadian penyakit musculoskeletal. 

Fraktur ini dapat melibatkan morbiditas yang signifikan dan secara inheren mengkhawatirkan, karena kulit sebagai pelindung tubuh telah rusak sehingga potensi kontaminasinya tinggi. Manajemen yang benar dan tepat waktu dari cedera ini dapat bermanfaat bagi pasien dan mengarahkan pada hasil yang lebih baik. 

Strategi pengobatan fraktur terbuka terus dipelajari, ditingkatkan, dan disesuaiakan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. 

Klasifikasi Gustilo telah menjadi sistem yang paling banyak digunakan dan diterima secara umum sebagai sistem klasifikasi untuk fraktur terbuka. Sistem ini mempertimbangkan besar energi penyebab fraktur, kerusakan jaringan lunak, dan tingkat kontaminasi. 

Tipe ILuka kecil, bersih, pinpoint atau <1cm. Cedera jaringan lunak minimal tanpa remuk. Fraktur yang terjadi bukan fraktur kominutif.
Tipe IILuka dengan panjang >1cm, tanpa hilangnya kulit penutup luka. cedera jaringan lunak tidak banyak. Remuk dan Komunion sering terjadi.
Tipe IIILaserasi luas, kerusakan kulit dan jaringan lunak yang hebat, hingga kerusakan vaskular.
  • IIIA
  • IIIB
  • IIIC
  • Laserasi luas namun tulang yang fraktur masih dapat ditutup oleh jaringan lunak.
  • Periosteal stripping ekstensif dan fraktur tidak dapat ditutup tanpa flap.
  • Terdapat cedera arteri yang memerlukan penanganan khusus (repair), dengan atau tanpa cedera jaringan lunak.
Sistem Klasifikasi Gustilo
Dari laporan insidensi dilaporkan 0 hingga 2% untuk fraktur tipe I, 2 hingga 20% untuk fraktur tipe II, dan 10 hingga 50% untuk fraktur tipe III. Studi yang terbaru menunjukkan bahwa tingkat infeksi klinis meningkat menjadi 1,4% untuk fraktur tipe I, serta 3,6% untuk fraktur tipe II, dan menjadi 22,7% untuk fraktur tipe III. 

Pengobatan antibiotik dalam manajemen fraktur terbuka harus segera dilakukan sebagai tatalaksana awal, idealnya dalam kurun waktu 3 jam pasca cedera sehingga resiko infeksi telah terbukti berkurang enam kali lipat. 


Berdasarkan dari data epidemiologi, kecenderungan infeksi disebabkan oleh bakteri gram positif pada tipe fraktur I dan II, sehingga sefalosporin generasi pertama sangat dianjurkan. Dalam pengobatan fraktur di rumah sakit, tenaga medis harus memperhatikan infeksi nasokomial, yaitu Stapilococcus aureus dan basil gram negatif aerobic seperti Pseudomonas. Cakupan antibiotik spesifik dapat diberikan, durasi terapi antibiotik dalam pengobatan fraktur terbuka disarankan berkisar 3 hari sampai penutupan luka selesai. Dengan rejimen pengobatan berdasarkan tabel berikut: 

Tipe FrakturTingkat InfeksiAntibiotikDurasi
I1.4Cefazolin*
Setiap 8 Jam untuk 3 dosis
II3.6Pipercacillin/tazobactam** atau Cefazolin dan tobramycin
Lanjutkan selama 24 jam setelah penutupan luka
IIIA22.7Pipercacillin/tazobactam atau Cefazolin dan tobramycin*** ditambah penicillin untuk bakteri anaerob jika diperlukan
3 hari
IIIB10-50Pipercacillin/tazobactam atau Cefazolin dan tobramycin ditambah penicillin**** untuk bakteri anaerob jika diperlukan
lanjutkan selama 3 hari setelah penutupan luka
IIIC10-50Pipercacillin/tazobactam atau Cefazolin dan tobramycin ditambah penicillin untuk bakteri anaerob jika diperlukan

lanjutkan selama 3 hari setelah penutupan luka

*1-2 g intravena (IV) setiap 8 jam;
**3.375 g IV setiap 6 jam;
***5,1 mg/kg IV setiap 24 jam
****2–4 juta unit IV setiap 4 jam

Beberapa literatur memberikan rekomendasi yang berbeda terkait intervensi bedah. Secara historis, aturan 8 jam telah digunakan sebagai batas di mana fraktur terbuka harus dilakukan tindakan operasi untuk debridement awal. Debridement awal ini harus mencakup evaluasi berurutan dari kulit, lemak fasia, otot, dan tulang. Idealnya, salah satu penilaian terpenting dalam proses debridement adalah vaskularisasi ke jaringan yang terkena.

JaringanPrinsip 
KulitLakukan eksisi semua kulit yang mengalami devitalisasi dan reseksi tepi sampai terjadi perdarahan dermal. Perluas luka terbuka untuk mengevaluasi struktur di bawahnya. Sayatan memanjang adalah yang terbaik.
Jaringan dan lemak subkutan
Eksisi semua jaringan yang mengalami devitalisasi. Lemak dan jaringan subkutan yang terkena harus dieksisi secara bebas. Jaringan ini memiliki suplai darah yang jarang dan pada debridement berikutnya, devitalisasi lebih lanjut dapat terlihat.
FasciaEksisi semua jaringan yang mengalami devitalisasi. Seperti halnya lemak subkutan, fasia yang terkontaminasi harus dieksisi secara bebas. Penting untuk diingat bahwa sindrom kompartemen masih dapat terjadi pada fraktur terbuka dan pelepasan kompartemen lengkap harus dilakukan jika dicurigai adanya sindrom kompartemen.
OtotEksisi semua jaringan yang mengalami devitalisasi. Otot menyediakan lingkungan yang sangat baik bagi bakteri untuk berkembang. Dengan demikian, debridement ekstensif dari jaringan yang terkontaminasi dan devaskularisasi harus diselesaikan. Perhatian pada "C" klasik dari viabilitas otot dapat membantu keputusan untuk eksisi: warna, konsistensi, kontraktilitas, dan kapasitas untuk berdarah. Perhatikan lebih jauh eksisi tendon dan ligamen. Ini harus dibersihkan dengan cermat dan dibiarkan untuk debridement nanti jika terbukti rusak.
TulangSingkirkan semua tulang yang mengalami devitalisasi. Ujung tulang harus dimasukkan ke dalam luka dan dibersihkan/didebridement. Fragmen tulang yang rusak harus disingkirkan. Sebagian besar tulang kanselus dapat dibersihkan dan digunakan sebagai bahan cangkok (hanya jika tidak terlibat langsung dalam lingkungan fraktur terbuka dan tidak terlalu terkontaminasi. Penilaian klinis diperlukan dalam kasus ini).
Prinsip debridement pada manajemen fraktur terbuka
Penelitian lain yang dilakukan oleh Enninghorst dkk. menunjukkan bahwa debridement tepat waktu dalam waktu 8 jam pasca trauma akan menghasilkan hasil yang baik, dengan tingkat infeksi rendah secara keseluruhan sebesar 17% dalam studi prospektif pada 89 fraktur tibia terbuka.

Namun, banyak faktor yang memengaruhi parameter untuk segera dilakukan debridement di kamar operasi, termasuk ketersediaan ruang operasi, di antaranya ketersediaan ahli bedah, alat dan bahan habis pakai, dan status fisiologi pasien. 

Ketika datang pasien dengan fraktur terbuka, dan diharuskan untuk mengikuti aturan 8 jam pasca trauma dilakukan tindakan debridement, namun keadaan lapangan memperlihatkan kondisi yang tidak ideal. Sebagai dokter umum yang berada pada layanan primer sebelum melakukan rujukan, sudah seharusnya melakukan stabilisasi terhadap pasien terlebih dahulu. Tindakan perawatan yang diberikan akan memberikan arah prognosis pasien setelah sampai ke rumah sakit tujuan.  

Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk mempertahankan kehidupan pasien, yang kedua adalah mempertahankan baik anatomi maupun fungsi ekstremitas seperti semula. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan fraktur yang tepat adalah (1) survey primer yang meliputi Airway, Breathing, Circulation, (2) Meminimalisisr rasa nyeri (3) Mencegah cedera iskemia-reperfusi, (4) Menghilangkan dan mencegah sumber-sumber potensial kontaminasi. Setelah itu, dilakukan rujukan untuk dilakukan reduksi dan reposisi, sehingga dapat mengoptimalkan kondisi tulang untuk proses persambungan dan meminimalisasi komplikasi lebih lanjut. 
Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan napas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi oleh benda asing atau fraktus di bagian wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus memproteksi tulang cervikal, karena itu teknik Jaw Thrust dapat digunakan. Pasien dengan gangguan kesadaran atau GCS biasanya memerlukan pemasangan airway definitive. 

Breathing. Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi dari paru paru yang baik, dinding dada, dan diafragma. Beberapa sumber mengatakan pasien dengan fraktur ektrimitas bawah yang signifikan sebaiknya diberi high flow oxygen 15 l/m lewat non-rebreathing mask dengan reservoir bag.  

Circulation. Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan di sini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac output. Pendarahan sering menjadi permasalahan utama pada kasus patah tulang, terutama patah tulang terbuka. 

Pada tahapan circulation ini, tujuan utamanya adalah menghentikan perdarahan. Antara bebat tekan dan jahitan situasional yang terbaik yang dilakukan adalah menggunakan penekanan langsung pada lokasi fraktur. Penggunaan bebat tekan steril umumnya dapat menghentikan pendarahan. Penggantian cairan yang agresif merupakan hal penting di samping usaha menghentikan pendarahan.

Dalam literatur oleh William et.all, menuliskan bahwa, jika pembedahan untuk fraktur terbuka akan ditunda, pengobatan sementara harus mencakup penutup steril dan antiseptik (yaitu, dengan larutan sabun Technicare atau yodium) dan bebat sementara dengan memperhatikan panjang dasar, rotasi, dan kesejajaran. Setelah luka dibalut dan dibidai, penutup tidak boleh diangkat sampai pasien dikirim ke ruang operasi, karena praktik ini dapat meningkatkan tingkat infeksi hingga 3-4 kali lipat. 

Idealnya, foto X-ray dapat diambil pada evaluasi awal dan digunakan untuk komunikasi lebih lanjut dalam sistem rujukan. 

Penanganan fraktur tidak selalu sama, bahkan di antara jenis fraktur yang identik. Di beberapa kasus pun, lebih dari satu pilihan penanganan seringkali ditawarkan terlebih dahulu kepada pasien untuk jenis fraktur yang mereka alami.

Nah, untuk tahu lebih jauh tentang penanganan fraktur yang lebih tepat, langsung akses saja CME tentang fraktur di sini!

Referensi:
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaTips Konsultasi Online yang Efektif pada Layanan Primer

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar