sejawat indonesia

Konsumsi Produk Bebas Gluten Dihubungkan dengan Peningkatan Risiko Diabetes Tipe II

Banyak mengonsumsi gluten dikaitkan dengan penurunan risiko mengidap diabetes tipe 2, menurut penelitian yang dipresentasikan di American Heart Association’s Epidemiology and Prevention / Lifestyle and Cardiometabolic Health 2017 Scientific Sessions.

Gluten adalah protein yang ditemukan pada gandum, gandum hitam, dan jeli, memberi elastisitas pada roti dan makanan panggangan lainnya pada proses pemanggangan dan juga memberi tekstur kenyal pada hasil akhir produk.

Dewasa ini, penghindaran dari gandum dan produk yang mengandung gluten telah menjadi fenomena yang mendunia. Walau begitu, pemahaman kita terhadap permintaan yang meningkat terhadap produk bebas gluten dan gandum tidak diiringi dengan bukti ilmiah yang mumpuni. Penyakit Celiac, adalah penyakit yang terjadi saat pasien yang rentan secara genetik terekspos terhadap diet yang mengandung gluten, yang mengaktivasi respon imun yang spesifik [1].

Penyakit ini terjadi pada paling tidak 1% dari populasi Barat dan mengakibatkan kerusakan pada usus kecil dan meningkatkan antibodi spesifik terhadap Celiac [2]. Kemudian terdapat juga sebuah kondisi yang disebut dengan sensitivitas gluten di mana gejala-gejala inflamasi usus sampai sistemik dapat muncul akibat konsumsi gluten, tanpa adanya penyakit Celiac maupun alergi gandum.

Produk-produk bebas gluten merupakan solusi dari kondisi-kondisi tersebut. Walau begitu, diet bebas gluten telah menjamur juga pada masyarakat yang tidak mengalami kondisi tersebut, walaupun bukti bahwa pengurangan konsumsi gluten dapat memberi keuntungan kesehatan jangka panjang masih kurang.

“Makanan bebas gluten biasanya kurang mengandung serat dan mikronutrien lainnya, yang membuatnya kurang bernutrisi, dan makanan jenis ini pun biasanya lebih mahal. Orang-orang yang tidak mengidap penyakit Celiac dapat mempertimbangkan kembali untuk membatasi konsumsi gluten mereka guna mencegah penyakit kronis, terutama diabetes”, kata penulis studi Dr. Geng Zong dari Departemen Nutrisi di Harvard University, dalam sebuah rilis berita.

Pada penelitian baru ini, peneliti menganalisa tiga studi jangka panjang yang terdiri dari hampir 200.000 orang partisipan. Pada setiap penelitian, partisipan melaporkan diet mereka setiap dua sampai dengan empat tahun, dan peneliti kemudian melakukan estimasi terhadap konsumsi gluten mereka dan angka diabetes dari survei. Peneliti kemudian mengamati bahwa kebanyakan dari para partisipan mengonsumsi kurang dari 12 gram gluten per hari, dan di antara itu, mereka yang mengonsumsi paling banyak gluten mengalami risiko diabetes 13% lebih rendah dibandingkan mereka yang kurang mengonsumsi gluten. Mereka yang kurang mengonsumsi gluten juga mengonsumsi serat sereal yang lebih sedikit dibandingkan dengan partisipan lain, yang berpotensi membuat mereka lebih rentan terhadap diabetes.

Selama penelitian berlangsung, yang di mana peneliti mengamati partisipan mulai dari tahun 1984-1990 sampai dengan tahun 2010-2013, telah ditemukan 15.947 kasus diabetes Tipe 2. Partisipan pada penelitian ini melaporkan konsumsi gluten mereka sendiri dan studi ini bersifat observasional, oleh karena itu, temuan pada penelitian ini masih harus dikonfirmasi lagi oleh investigasi lanjutan.

Selain itu, kebanyakan dari partisipan dalam penelitian ini mulai ikut dalam studi sebelum diet bebas gluten menjadi sangat populer, oleh karena itu tidak terdapat data dari orang yang benar-benar tidak pernah mengonsumsi gluten.

Bagaimanapun, penemuan ini adalah penemuan yang penting dalam asosiasi antara diet bebas gluten dengan diabetes Tipe 2, dan mungkin dapat menjadi pertimbangan kembali bagi mereka yang mengonsumsi makanan bebas gluten tanpa alasan kondisi medis.   

Referensi
  1. Biesiekierski, Jessica R, and Julie Iven. “Non-Coeliac Gluten Sensitivity: Piecing the Puzzle Together.” United European Gastroenterology Journal 3.2 (2015): 160–165. PMC. Web. 12 Mar. 2017.
  2. Lionetti, Elena et al. "Introduction Of Gluten, HLA Status, And The Risk Of Celiac Disease In Children". New England Journal of Medicine 371.14 (2014): 1295-1303. Web. 12 Mar. 2017.
 

Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaPerbedaan Efek Sinar Alami vs Buatan Terhadap Ritme Sirkadian dan Patomekanisme Penyakit

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar