sejawat indonesia

Melihat Efektivitas Metformin Untuk Menurunkan Berat Badan Pada Pasien Obesitas-Nondiabetes

Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah obesitas pada anak, remaja dan dewasa muda terus meningkat sehingga insiden diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) terus meningkat. Resistensi insulin yang diakibatkan oleh berat badan berlebih adalah awal mula dari patogenesis perkembangan dari diabetes yang diakibatkan oleh penurunan fungsi dari sel β pankreas. Diet dan olahraga merupakan terapi nonfarmakologis yang telah banyak dilakukan untuk menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitivitas insulin guna mencegah terjadinya DMT2. Sayangnya dalam praktik klinis, efektifitas jangka panjang dari perubahan gaya hidup terhadap obesitas pada anak dan dewasa kadang mengecewakan. Walaupun modifikasi gaya hidup dan operasi bariatrik dapat dilakukan untuk menurunkan berat badan, namun untuk mempertahankan berat badan yang normal menjadi sulit akibat adanya kompensasi berupa dorongan makan untuk mengembalikan keseimbangan energi. Hal ini yang mendorong klinisi untuk mencari pendekatan farmakologi untuk mengatasi obesitas pada anak dan dewasa. Dalam penatalaksanaan obesitas pada anak, metformin merupakan pilihan yang paling popular, efektif, dan aman dengan keuntungan metabolik dan kardiovaskular. Metformin dapat menurunkan berat badan dengan menurunkan intake makanan yang mulai tampak pada awal konsumsi obat ini. Perubahan pola makan ini diakibatkan oleh adanya perubahan regulasi pada otak dalam mengatur nafsu makan. Hipotalamus merupakan bagian otak yang kaya akan sel saraf yang mengatur rasa lapar, dan metformin bekerja langsung dalam mempengaruhi pola makan. Pada sampel tikus yang diberikan metformin, didapatkan adanya peningkatan kadar obat ini dalam cairan serebrospinal yang berarti obat ini dapat tembus melalui sawar darah otak (blood brain barrier) sehingga dapat secara langsung mempengaruhi hipotalamus. Metformin dapat menurunkan nafsu makan melalui penekanan produksi peptida oreksigenik, neuropeptide Y (NPY), dan agouti-related protein (AgRP) di hipotalamus. Mekanisme metformin ini didapatkan melalui regulasi kadar monophosphate-activated kinase (AMPK) pada hati, jaringan lemak, dan otot skelet. Metformin menurunkan nafsu makan dengan mengubah kadar AMPK secara langsung pada hypothalamus. (Gambar 1) [caption id="attachment_5045" align="alignnone" width="300"] Gambar 1. Metformin memiliki efek spesifik terhadap AMPK jaringan yang menyebabkan menurunnya nafsu makan melalui mekanisme neuronal dan hormonal. Metformin juga meningkatkan oksidasi lemak, dan menurunkan cadangan lemak yang menebabkan penurunan berat badan.[/caption] Mekanisme lain yang diduga menjadi penyebab turunnya nafsu makan pada konsumsi metformin, yaitu dengan efek samping gastrointestinal yang sering ditimbulkan oleh obat ini seperti mual, muntah, diare,dll) dan adanya gangguan pengecap. Metformin juga mempengaruhi adipose-brain axis untuk mengatur nafsu makan. Leptin merupakan hormon yang berasal dari adiposit yang memiliki fungsi utama dalam menekan nafsu makan di hipotalamus melalui aktivasi STAT3 (signal transducer and activator of transcription 3) di nukleus tractus solitarius (NTS), dan meningkatkan pengeluaran energi melalui ikatannya dengan reseptor obesitas B yang juga terletak di hipotalamus. Metformin dapat meningkatkan sensitivitas leptin dangan meningkatkan ekspresi reseptornya. Metformin juga meningkatkan metabolisme lemak sehingga menurunkan berat badan. Bukan hanya menurunkan sirkulasi lipid dalam darah, metformin juga dapat menurunkan konsentrasi lipid pada hepar. Hal ini diakibatkan oleh peningkatan oksidasi lemak, dan menurunkan lipogenesis. Pada tahun 2016, American Association of Clinical Endocrinologist (AACE) dan American College of Endocrinology (ACE) mengeluarkan guideline terpadu dalam penanganan medis pada pasien dengan obesitas. Pada guideline tersebut dibutuhkan manajemen diet, pola hidup, dan peningkatan aktivitas sebagai upaya awal dalam penanganan obesitas. Walaupun begitu, beberapa studi kohort menunjukkan bahwa pasien dengan obesitas yang tidak mengalami kelainan metabolik, memiliki komplikasi lain akibat obesitasnya. Penatalaksanaan obesitas dengan perubahan gaya hidup sering gagal. FDA (US Food and Drug Administration) menganjurkan 5 macam regimen farmakologi untuk tatalaksana obesitas yaitu orlistat, phentermine + Topiramat, locarserin, naltrexone + bupropion, dan liraglutide. Namun banyak penelitian yang mendukung metformin untuk menurunkan berat badan. Review sistematik (McDonagh 2014) dengan menggunakan sampel 946 (rata-rata umur 10-16 tahun) remaja yang mengalami obesitas menunjukkan adanya penurunan signifikan dari IMT (penurunan rata-rata 1.38)  setelah konsumsi metformin. Telah banyak berbagai penelitian klinis yang mendukung profil kemanan dan efektifitas penggunaan metformin untuk obesitas. Disamping itu efek samping metformin dapat dikatakan ringan yang berupa reaksi gastrointestinal dimana efek samping ini  akan menghilang jika terapi metformin tetap dilanjutkan. Disamping itu, metformin juga memiliki beberapa keunggulan klinis lain seperti meningkatkan sensitivitas insulin pada pasien dengan obesitas, dan mengurangi kondisi hiperandrogen pada wanita dengan PCOS (polycystic ovary syndrome). Sebuah studi meta-analisis dilakukan oleh Ruiyang Pu et all (2020) yang menganalisis 21 studi menggunakan total sampel sebanyak 1004 dengan topik penggunaan metformin pada pasien obesitas. Perbandingan sampel yang meminum metformin pada obesitas dengan komplikasi dan tanpa komplikasi metabolik seperti DM dan gangguan lipid didapatkan penggunaan metformin pada obesitas tanpa komplikasi lebih spesifik dalam menurunkan berat badan dibandingkan obesitas dengan komplikasi. Dari segi dosis pemberian didapatkan sampel yang diberikan dosis >1500 mg perhari mengalami penurunan IMT lebih tinggi   dibandingkan sampel yang diberi dosis < 1500 mg/hari. Selanjutnya dari segi durasi terapi dibandingkan antara pemberian metformin < 6 bulan, selama 6 bulan, dan > 6 bulan. Dari ketiga durasi tersebut, didapatkan penelitian dengan pemberian selama 6 bulan lebih spesifik dalam menurunkan IMT  dibandingkan durasi pemberian lainnya. Pada sebuah penelitian (Tankova 2003) dengan menggunakan sampel sebanyak 26 pasien (16 wanita, dan 10 pria) dengan umur rata" 37 dan rata-rata IMT 32.3 diberikan diet hipokalori dan metformin dengan rata-rata dosis 2.38 gram selama 6 bulan. Dari percobaan ini didapatkan rata-rata penurunan berat badan, lingkar pinggang (3.24%) dan massa lemak (7.45%). Walaupun begitu, metformin belum di terima secara resmi sebagai pengobatan untuk menurunkan berat badan dikarenakan belum ada laporan sistematik mengenai efek samping dari metformin ini pada populasi dan kondisi klinis yang berbeda-beda guna mempelajari keamanan penggunaan terapi metformin pada pasien dengan obesitas tanpa komplikasi. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian lebih lanjut.  
Referensi:
- Ruiyang P, Gan T, Shi D et all. Effect of Metformin in Obesity Treatment in different populations : a meta-analysis. SAGE Endocrinology and Metabolism. 2020
- Atabek ME, Pirgon O: Use of metformin in obese adolescents with hyperinsulinemia: a 6-month, randomized, double-blind, placebo-controlled clinical trial. J Pediatr Endocrinol Metab. 2014
- McDonagh MS, Selph S, Ozpinar A, et al. Systematic review of the benefits and risks of metformin in treating obesity in children aged 18 years and younger. JAMA Pediatr 2014;
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaPotensi Penggunaan Asam Traneksamat Sebagai Terapi Pada Kasus Perdarahan Intraserebral Akut

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar