sejawat indonesia

Meninjau Efektifitas Dan Keamanan Penggunaan Amlodipine Pada Pasien Hipertensi Dengan Gangguan Ginjal

Pada hipertensi esensial, perubahan fisiologi maupun patologi dari ginjal sering didahului oleh perubahan organ lain namun tidak diketahui apakah perubahan organ tersebut didahului atau mengikuti timbulnya hipertensi itu sendiri. Pasien yang mangalami hipertensi kronik biasanya memperlihatkan adanya gangguan fungsi ginjal. Penurunan tekanan darah yang cepat dan tiba-tiba dapat menurunkan aliran darah ginjal yang juga dapat mengganggu fungsi ginjal. Sebaiknya obat anti-hipertensi tidak menurunkan tekanan darah secara cepat, dan tiba-tiba sehingga dapat mengganggu aliran darah ginjal untuk menghindari efek samping dari fungsi ginjal. Pada pasien dengan penyakit ginjal kronis, proteinuria merupakan penanda dari progresifitas gangguan ginjal dan merupaka prediktor risiko kardiovaskular. Perbaikan dari proteinuria dikaitkan dengan menurunnya insiden kardiovaskular.

Amlodipine merupakan obat anti hipertensi golongan calcium channel blocker (CCBs) yang bekerja dengan memblokir kanal kalsium dependen energi (diklasifikasikan menjadi CCB subtipe L,N,T,P/Q, dan R). CCbs digunakan secara luas sebagai antihipertensi lini pertama di jepang. Amlodipine, nifedipine, clevidipine, dan felodipine termasuk subtipe L dari CCBs. subtipe L ini mempengaruhi arteriole afferent ginjal namun tidak arteriole efferent pada ginjal. Pengaruh ini akan meningkatkan tekanan intraglomerular dengan cara dilatasi arteriole afferent ginjal yang lama kelamaan akan menurunkan fungsi ginjal dan menyebabkan kerusakan ginjal melalui penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) dan peningkatan jumlah protein urine. Dilatasi dari arteriole afferent ini akan menginduksi hiperfiltrasi glomerulus sehingga amlodipine tidak bersifat renoprotektif terhadap ginjal.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Agodoa et al menemukan bahwa peningkatan laju filtrasi glomerulus terjadi pada awal 3 bulan terapi hipertensi dengan amlodipine yang diperkirakan peningkatan LFG ini akibat vasodilatasi arteriole afferent ginjal, dan hilangnya autoregulasi ginjal. Setelah itu ditemukan adanya perubahan berupa menurunnya LFG setelah terapi dilanjutkan hingga 36 bulan terapi pada pasien tanpa proteinuria. Beberapa penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan laju filtrasi glomerulus pada awal terapi dengan amlodipine. Peningkatan LFG ini dikaitkan dengan dilatasi arteriole aferen yang menyebabkan hiperfiltrasi. Studi lain membandingkan antara penggunaan CCBs subtipe L, L/T, L/N/T dan L/N pada pasien hipertensi dengan diabetes mellitus tipe 2, dan ditemukan tidak terdapatnya perubahan dari laju filtrasi glomerulus yang signifikan sehingga amlodipine dinyatakan aman terhadap fungsi ginjal setidaknya untuk terapi selama 12 bulan. (Gambar 1).

[caption id="attachment_5223" align="aligncenter" width="391"]Gambar 1 : studi perbandingan diatas menunjukkan tidak terdapatnya perubahan yang signifikan terhaadap laju filtrasi glomerulus dari pemberian 5 subtipe CCBs selama 12 bulan terapi Gambar 1 : studi perbandingan diatas menunjukkan tidak terdapatnya perubahan yang signifikan terhaadap laju filtrasi glomerulus dari pemberian 5 subtipe CCBs selama 12 bulan terapi[/caption]  

Pada kurva diatas ditemukan pola yang hampir sama pada pemberian amlodipine dan nifedipine, hal ini kemungkinan diakibatkan oleh efek antihipertensi dari kedua obat ini yang menyebabkan penurunan tekanan intraglomerular sebagai kompensasi peningkatan GFR beberapa bulan setelah terapi dimulai. Penelitian lain mengatalam bahwa calcium channel blocker diketahui dapat menurunkan proteinuria, menurunkan mortalitas, dan pendekatan terapi yang efektif pada penyakit ginjal kronis. Namun hal ini bertentangan dengan hasil penelitian oleh haider (2015) yang menemukan hubungan antara penggunaan CCBs dan peningkatan mortalitas.

Hasil yang sama juga ditemukan oleh beberapa penelitian dengan pemberian amlodipine jangka panjang. Penelitian observasional lain juga menemukan adanya risiko kardiovaskular terhadap penggunaan CCBs. Jika dibandingkan dengan antihipertensi golongan Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi), CCBs lebih inferior dibandingkan dengan ACEi. Hal ini dikarenakan CCBs mengganggu autoregulasi ginjal yang berfungsi dalam proteksi kapiler glomerular dalam menghadapi perubahan tekanan sistemik.

 

Referensi:
- Srivastava SS, M Mohanty. Assessment of Effects of Amlodipine and Clinidipine on Urea and Creatinine Levels in Hypertensive Patients-A Comparative Study. Journal of cardiology and cardiovascular therapy. 2018
- Nishida Y, Takasahashi Y, Tezuka K. Comparative effect of calcium channel blocker on glomerular function in hypertensive patients with diabetes mellitus. Cross Mark. 2017
- Haider DG, Sauter T, Linder G. Use of Calcium Channel Blocker is Associated with Mortality in Patients with Chronic Kidney Disease. Kidney blood press. 2017
- Griffin KA, Bidani AK. Potential risks of calcium channel blockers in chronic kidney disease. 2008
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaCovid-19 dan Hipertensi: Mekanisme Perburukan dan Tatalaksana

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar