sejawat indonesia

Musik di Ruang Operasi: Solusi atau Polusi?

Upaya untuk meningkatkan kualitas perawatan bedah, seringkali menjadi motivasi untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kinerja optimal di ruang operasi.

Dengan bertambahnya penggunaan teknologi bedah yang semakin canggih, secara bersamaan menghadirkan suara-suara mekanis di ruang operasi. Ada risiko yang cukup besar bahwa tingkat kebisingan dapat menimbulkan potensi bahaya bagi kesehatan, meningkatkan stres, atau yang lebih penting: merusak konsentrasi dan komunikasi mereka yang bertugas di ruang operasi.

Tingkat kebisingan Rumah Sakit telah meningkat di seluruh dunia, kebisingan yang juga merambat masuk ke ruang operasi. Ada potensi kebisingan dari percakapan, alarm, notifikasi telepon genggam, dan panggilan telepon yang bisa menciptakan distraksi di ruang operasi. Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, telah merekomendasikan tingkat kebisingan di ruang operasi tidak melebihi 30 dB.

Musik di ruang operasi telah menjadi satu budaya tersendiri di dalam ruang operasi di seluruh dunia, sekaligus menjadi tambahan suara dari yang telah ada sebelumnya. Meskipun tingkat kebisingan tertentu tidak dapat dihindari, memutar musik adalah opsional. Banyak yang berpendapat bahwa ada manfaat bagi pasien, ahli bedah, staf, dan kinerja ruang operasi secara keseluruhan. Benarkah demikian?

Sumber gangguan yang biasanya ada di Ruang Operasi

Gangguan di ruang operasi telah lama menjadi persoalan tersendiri. Kebisingan yang berlebihan dapat menyebabkan kesalahan komunikasi, terutama dalam hal pemahaman terhadap pesan dan permintaan. Stimulusnya dapat mencakup teknologi seperti, telepon seluler, radio, dan peralatan. Komunikasi yang tidak relevan juga menjadi perhatian, bukan hanya antara staf OR, tetapi juga staf yang memasuki ruangan dari luar untuk menyampaikan atau menerima informasi. Terlebih lagi jika ada peralatan yang bermasalah atau salah penanganan, alur kerja bisa sangat teralihkan. 

Setiap spesialisasi dan jenis operasi membawa risiko gangguannya sendiri; jelas, prosedur ortopedi akan memiliki lebih banyak kebisingan daripada prosedur yang membutuhkan lebih sedikit alat dan mesin.

Beberapa penelitian telah menganalisis gangguan di ruang operasi. Wheelock dkk. mengamati efek gangguan pada stres, beban kerja, dan kerja tim selama kasus bedah umum. Para penulis menemukan bahwa gangguan oleh staf eksternal dan percakapan yang tidak relevan adalah yang paling umum, menyebabkan penurunan yang signifikan secara statistik dalam kerja tim dan keterampilan koordinasi/kepemimpinan untuk ahli bedah dan ahli anestesi. 

Stres yang tinggi disebabkan oleh gangguan terkait peralatan dan gangguan akustik, menghasilkan beban kerja yang lebih tinggi untuk ahli anestesi. Gangguan di ruang operasi juga telah dipelajari selama prosedur endourologi. Persoon, dkk. menganalisis gangguan selama 78 prosedur urologi. Mereka mengamati bahwa gangguan terjadi setiap 1,8 menit, menghasilkan total median 20 gangguan per prosedur; bukaan pintu yang paling sering, sedangkan suara dari alat komunikasi terjadi paling sedikit. 

Menariknya, kehadiran musik tidak dianggap mengganggu; Bahkan, beberapa orang yang diwawancarai, khususnya ahli urologi yang hadir, menggambarkan musik sebagai penghilang stres. 

Asosiasi Perawat Anestesi Amerika menyelidiki tingkat kebisingan di lingkungan ruang operasi; menurut ulasan mereka, kebisingan kadang-kadang sama dengan kebisingan lalu lintas di jalan tol dan melebihi 100 dB pada lebih dari 40% operasi ortopedi; bahkan melampaui 120 dB dalam beberapa kasus. Itu hampir sebanding dengan level suara yang telah diketahui, seperti sirene ambulans (120 dB), mesin jet (140 dB), dan senapan (130 dB). 


Baca Juga:


Efek fisiologis musik pada ahli bedah

Kinerja dan kondisi ahli bedah penting bagi hasil pasien; dengan demikian, penting untuk menilai bagaimana musik memengaruhi kesadaran dan respon fisiologis. Genre musik yang didengarkan juga harus diperiksa; apakah satu genre musik menghasilkan lebih banyak manfaat atau kerugian?

Beberapa survei telah menyelidiki bagaimana musik berdampak pada ahli bedah dan personel ruang operasi lainnya. Satu survey yang melibatkan 250 profesional kesehatan (ahli anestesi, perawat, ahli bedah) menanyakan jenis dan frekuensi musik yang diputar di ruang operasi. 

Menariknya, 78,9% menyatakan bahwa musik membantu mereka tetap tenang dan bekerja secara efisien. Survei ini secara keseluruhan menempatkan musik sebagai sesuatu yang positif. Dalam survei lain dengan 100 responden, termasuk 44 ahli bedah, 25 ahli anestesi, dan 31 perawat (Shyjumon, et al.) 53% responden mendengarkan musik secara teratur di ruang operasi, sedangkan 63% menyatakan bahwa musik meningkatkan fokus dan konsentrasi.

Beberapa percobaan telah mempelajari efek musik pada ahli bedah. Satu percobaan meneliti musik pada reaktivitas kardiovaskular. Lima puluh ahli bedah diberi tugas pengurangan serial (Serial Subtraction Task), mereka diminta untuk menghitung mundur dengan keras 13 angka dari sebuah angka lima digit selama 2 menit; setelah jeda 5 menit, mereka menghitung mundur selama 17 angka. Ini diulang dalam kondisi musik yang berubah (dari tidak ada musik, musik pilihan ahli bedah, dan Canon in D karya Pachelbel). 

Para peneliti juga memeriksa ukuran fisiologis objektif. Respon fisiologis otonom (respon konduksi kulit, denyut nadi, tekanan darah diastolik/sistolik) paling rendah saat uji coba dengan musik pilihan ahli bedah, diikuti oleh Canon in D-nya Pachelbel, dan tertinggi tanpa musik. Kecepatan dan akurasi tertinggi diamati ketika ahli bedah memilih musik yang disukai dibandingkan dengan Canon karya Pachelbel atau tidak ada musik sama sekali. 

Peneliti menyimpulkan bahwa pilihan musik itu penting; menariknya, Canon in D karya Pachelbel tidak memengaruhi kecepatan dan akurasi, yang mungkin bertentangan dengan apa yang disebut "Efek Mozart," di mana mendengarkan musik klasik meningkatkan kinerja dalam tugas spasial. 

Efek buruk yang potensial dari musik di ruang operasi

Beberapa penulis berpendapat bahwa kebisingan musik meningkatkan stres tim dan menurunkan komunikasi secara keseluruhan. Perhatian utama adalah operasi neurologis dan ortopedi di mana ada banyak contoh kebisingan desibel yang sangat tinggi, terutama di awal dan akhir operasi ketika peralatan disatukan dan digunakan. Hal tersebut dapat menyebabkan permintaan yang berulang dan karena itu meningkatkan stres. 

Musik, kemudian, adalah sebuah pilihan; semua suara lain di ruang operasi, meskipun mengganggu, namun tidak dapat dihindari, maka penggunaan musik dapat dipertanyakan. 

Beberapa survei menemukan bahwa musik berdampak negatif pada staf kamar operasi. Dalam survei terhadap 200 ahli anestesi, 72% mengatakan bahwa musik adalah bagian rutin dari ruang operasi. Para peneliti menemukan bahwa ketika musik dimainkan, perhatian dan komunikasi dirasakan terganggu oleh 26% ahli anestesi; dan ketika masalah muncul, 51% menyatakan bahwa musik itu mengganggu. 

Selain itu, 78% peserta menyatakan bahwa musik yang paling mengganggu adalah musik yang tidak mereka sukai. Temuan studi lalu menekankan tentang pilihan musik di ruang operasi adalah sesuatu yang penting.

Efek musik pada pasien

Efek musik pada pasien bedah telah dipelajari secara ekstensif. Pasien yang mendengarkan musik pilihan mereka secara perioperatif mengalami lebih sedikit stres, dan musik yang lebih santai dapat memiliki efek yang bermanfaat terhadap kecemasan dan nyeri sebelum atau selama operasi. 

Musik adalah sumber daya yang murah, memiliki kekuatan untuk meningkatkan pengalaman pasien, tanpa menambah biaya perawatan ruang operasi yang sudah mahal.

Ayoub dkk. melaporkan bahwa musik mengurangi kebutuhan obat penenang dalam pasien yang menjalani prosedur pembedahan dan membutuhkan anestesi regional. Pasien diinstruksikan untuk membawa CD favorit mereka sebelum prosedur perawatan dilakukan dan dipilih secara acak oleh peneliti untuk dimainkan. Mereka yang mendengarkan musik membutuhkan propofol lebih sedikit dibandingkan yang lainnya.

Sebuah meta-analisis baru-baru ini menyelidiki bagaimana mendengarkan musik selama operasi pasien dapat mempengaruhi lama rawat inap dan kebutuhan opioid. Ketika epidemi opioid di Amerika Serikat terus memburuk, paparan obat-obatan tersebut setelah operasi dapat meningkatkan risiko kecanduan. 

Meta-analisis menemukan 55 studi, 33 di antaranya termasuk dalam meta-analisis. Sebagian besar atau sebanyak 36 penelitian menggunakan anestesi umum, sedangkan 8 penelitian menggunakan anestesi lokal. Musik yang dimainkan adalah ‘musik santai’ dan ‘instrumental’ dan kadang-kadang dipilih oleh peneliti dalam 45 studi; dalam 21 studi, pasien dapat memilih musik dari daftar, sementara 24 studi disajikan tanpa pilihan. 

Musik adalah agen murah dengan potensi manfaat yang signifikan kepada pasien. Ini tidak hanya membantu dalam menurunkan tanda-tanda vital mereka ketika dibius, seperti detak jantung dan tekanan darah, tetapi juga membantu secara keseluruhan pengalaman dan kenyamanan karena mereka dapat memerlukan obat nyeri dalam jumlah yang lebih sedikit. 

Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan pada genre musik yang dapat memengaruhi hasil pasien bedah.

Agar ruang operasi dapat berfungsi secara optimal, komunikasi antar personel harus diprioritaskan. Seperti yang disajikan dalam ulasan ini, ada banyak sumber kebisingan dan gangguan potensial yang dapat menghambat lingkungan ruang operasi. Itu adalah kewajiban semua anggota tim ruang operasi untuk secara aktif bekerja sama untuk mengurangi kebisingan yang tidak perlu. Musik di ruang operasi adalah sumber kebisingan yang unik karena bermain musik adalah pilihan. Apakah musik bermanfaat atau berbahaya masih tetap diperdebatkan. 

Pada akhirnya, keputusan apakah akan memutar musik (serta menentukan genre dan volume-nya) harus menjadi keputusan bersama antara semua personel ruang operasi. 


Referensi:

Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaMembedakan Bell's Palsy dari Sindrom Ramsay Hunt Berdasarkan Etiopatogenesis

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar