sejawat indonesia

Pertukaran Darah Pada Tikus Menunjukkan Manfaat Anti-Aging

Pada penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature Communications, peneliti melakukan transfusi darah tukar antara tikus tua dan tikus muda, dan menemukan bahwa tikus muda menunjukkan gejala-gejala yang berhubungan dengan penuaan, dan sebaliknya, tikus tua yang menerima darah dari tikus muda terlihat lebih muda di beberapa aspek, termasuk otot yang pulih setelah mengalami cedera.

Beberapa dekade terakhir, parabiosis heterokronik—sebuah metode di mana dua hewan dengan usia yang berbeda—digunakan untuk penelitian di bidang stem sel dan penuaan. Parabiosis adalah sebuah eksperimen di mana dua hewan bergabung bersama dengan cara pembedahan untuk membuat sistem sirkulasi bersama. Pada studi ini, para peneliti memilih untuk tidak melakukan anastomosis permanen seperti pada parabiosis, melainkan mengembangkan sistem pertukaran darah di mana hewan dapat dihubungkan atau digabungkan secara fleksibel, menghilangkan efek dari organ yang digunakan bersama, dan sebagainya.

Sehari setelah pertukaran darah, otot tibialis anterior dari semua kelompok tikus dicederai, dan kemudian otot ini diisolasi lima hari setelah cedera terjadi. Hasilnya menunjukkan regenerasi otot yang lebih baik pada tikus tua yang diberikan darah muda, dan pada tikus muda tidak terdapat penurunan signifikan pada regenerasi ototnya.

Ukuran serat otot yang melakukan regenerasi biasanya menurun seiring bertambahnya usia, namun pada tikus tua pada penelitian ini, ternyata jumlahnya mengalami peningkatan, dan tidak terdapat perubahan pada tikus muda. Derajat fibrosis pada otot tikus tua juga menurun, dan pada tikus muda tidak terjadi peningkatan dari derajat fibrosisnya. Namun ketika otak kedua kelompok tikus difiksasi dan diteliti, tidak terdapat efek positif yang signifikan pada tikus tua, sedangkan pada tikus muda terdapat penurunan yang berat dari neurogenesis hipokampus otaknya. Cedera otot setelah pertukaran darah mungkin berperan terhadap besarnya efek negatif yang ditimbulkan pada neurogenesis tikus muda. Dan bahkan tanpa cedera otot, neurogenesis hipokampus dari tikus muda secara cepat menurun setelah satu kali pertukaran darah.

Untuk menilai performa fungsional pada aktivitas tikus, penelitian dilanjutkan tanpa cedera otot, dan penilaian dilakukan dengan tes menggantung, enam hari setelah pertukaran darah. Dan hasilnya, walaupun pertukaran darah meningkatkan regenerasi otot pada tikus tua, hal itu tidak dapat meningkatkan performa fungsional pada tes menggantung tikus tua, dan pada tikus muda performa fungsional malah menurun dengan sangat cepat setelah satu pertukaran darah.

Penelitian ini menunjukkan bahwa darah muda mempunyai efek positif terhadap regenerasi otot tua, dan efek negatif dari darah tua mendominasi pada otak tikus muda. Dalam publikasinya, para peneliti menyebutkan bahwa akan sangat menarik untuk mengamati bagaimana perubahan jangka panjang pada jaringan otot dan fisiologi otot terhadap pertukaran darah antara tikus muda dan tikus tua.

Studi ini memperlihatkan paradigma plastisitas usia. Usia dari jaringan pada tikus dengan metode pertukaran darah menunjukkan terbaliknya status muda dan tua dari jaringan secara cepat, akut dan efektif. Selanjutnya, penelitian-penelitian di masa depan harus berfokus pada penjelasan dan pencarian mengenai kandungan darah apa yang menyebabkan segala efek yang berhasil didapatkan di penelitian ini, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan. Selebihnya, banyak ahli yang berpendapat bahwa studi ini menunjukkan cara baru untuk mempelajari efek dari transfusi darah.

  Sumber: https://www.karger.com/
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaHipotesis Amiloid Pada Penyakit Alzheimer

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar