sejawat indonesia

Sindrom Obesitas Hipoventilasi: Hubungan Antara Kelebihan Berat Badan dan Masalah Pernapasan

Definisi Sindrom Hipoventilasi pada Obesitas

Sindrom Hipoventilasi pada Obesitas (OHS) merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari obesitas, gangguan tidur terkait pernapasan, dan hipoventilasi kronik pada siang hari, setelah mengeksklusi penyebab hipoventilasi lainnya, seperti penyakit pulmonal, deformitas dinding dada, hipotiroid, atau penyakit neuromuskular.

Kondisi medis yang terjadi pada individu yang mengalami obesitas yang signifikan ditandai oleh kombinasi obesitas, gangguan pernapasan, dan hipoksia. Penderita OHS cenderung memiliki indeks massa tubuh (IMT) yang tinggi, biasanya di atas 30. Kondisi ini dapat menyebabkan penurunan ventilasi paru, yaitu pengurangan aliran udara yang masuk dan keluar dari paru. Obesitas menghasilkan tekanan di dada dan perut, yang mempersempit ruang paru, menghambat gerakan diafragma, dan mengurangi kapasitas paru.

Kasus OHS terjadi pengurangan ventilasi alveolar sebagai respons terhadap penurunan sensitivitas otak terhadap karbondioksida. Gangguan tidur, seperti sleep apnea obstruktif, juga sering terkait dengan OHS.

Epidemiologi Sindrom Hipoventilasi pada Obesitas

Sindrom obesitas hipoventilasi (OHS) merupakan kondisi yang jarang terjadi, tetapi prevalensinya diyakini meningkat seiring dengan meningkatnya angka obesitas di seluruh dunia. Data epidemiologi OHS cukup terbatas, namun beberapa perkiraan prevalensi telah dilakukan. Prevalensi OHS dapat bervariasi tergantung pada populasi yang diteliti dan kriteria diagnostik yang digunakan.

Dalam populasi obesitas secara umum, perkiraan prevalensi OHS berkisar antara 10% hingga 20%. Namun, pada populasi yang memiliki obesitas berat atau morbid (IMT > 40), prevalensi OHS dapat mencapai 20% hingga 30%. OHS lebih umum terjadi pada orang dewasa, terutama pada usia pertengahan hingga tua. Kondisi ini lebih umum pada pria daripada wanita. Hal ini mungkin terkait dengan perbedaan distribusi lemak tubuh antara kedua jenis kelamin dan faktor hormon yang mempengaruhi mekanisme pernapasan.

Kondisi ini lebih umum ditemukan pada individu yang memiliki obesitas sentral, yaitu penumpukan lemak di sekitar perut dan dada. Faktor risiko lain yang berhubungan dengan OHS meliputi riwayat keluarga, kelebihan berat badan sejak masa kanak-kanak, serta gangguan pernapasan seperti sleep apnea obstruktif. Penting untuk dicatat bahwa data epidemiologi terkait OHS masih terus berkembang. Studi lebih lanjut diperlukan untuk mendapatkan perkiraan prevalensi yang lebih akurat dan memahami faktor-faktor risiko yang lebih jelas yang berkontribusi terhadap kondisi ini.

Manifestasi Klinis Sindrom Hipoventilasi pada Obesitas

Sindrom Hipoventilasi pada Obesitas didiagnosis saat keadaan gagal napas akut tipe hiperkapnik. Diagnosis sering mengalami penundaan diagnosis biasanya terjadi selama dekade ke-5 dan ke-6 kehidupan, dan selama penundaan ini, pasien OHS menggunakan lebih banyak sumber daya perawatan kesehatan dibandingkan dengan pasien obesitas eukapnik yang sebanding.

Dalam satu studi, 8% dari semua pasien yang masuk ke unit perawatan intensif umum memenuhi kriteria diagnostik untuk hipoventilasi terkait obesitas (IMT >40 kg/m², PaCO2 >45 mmHg, dan tidak ada bukti penyakit muskuloskeletal, penyakit paru intrinsik, atau riwayat merokok). Semua pasien ini mengalami kegagalan pernapasan hiperkapnik. Dari pasien ini, hampir 75% didiagnosis keliru dan diobati untuk penyakit paru obstruktif (paling umum penyakit paru obstruktif kronik) meskipun tidak ada bukti fisiologi obstruktif pada tes fungsi paru.

Gejala umum OHS meliputi kesulitan bernapas, sesak napas, kelelahan, kualitas tidur yang buruk, dan hipersomnia (kecenderungan tidur berlebihan). Kondisi ini juga dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan gangguan metabolik lainnya. Diagnosis OHS melibatkan pemeriksaan fisik, evaluasi pola tidur, dan pengukuran fungsi pernapasan. Pemeriksaan seperti polisomnografi (PSG) atau tes tidur lainnya dapat membantu mengidentifikasi apakah terdapat gangguan tidur yang terkait dengan OHS.

Penanganan OHS biasanya melibatkan penurunan berat badan melalui perubahan gaya hidup dan diet yang sehat. Terapi oksigen dapat diberikan untuk meningkatkan kadar oksigen dalam darah. Selain itu, terapi tekanan positif kontinu di saluran napas (Continuous Positive Airway Pressure/C-PAP) atau ventilasi non-invasif lainnya mungkin diperlukan untuk membantu menjaga saluran napas tetap terbuka selama tidur.

Patofisiologi Sindrom Hipoventilasi pada Obesitas

Hiperkapnia pada OHS disebabkan oleh keadaan hipoventilasi. Pemberian ventilasi tekanan positif (PAP) dalam waktu yang singkat dapat memperbaiki hiperkapnia walaupun berat badan tidak mengalami perubahan. Patofisiologi terjadinya OHS masih belum sepenuhnya diketahui dengan pasti.

Obesitas yang berat menyebabkan terjadinya peningkatan beban sistem pernapasan, kelemahan otot-otot pernapasan, resistensi leptin dan gangguan pernapasan ketika tidur sehingga menyebabkan penurunan kepekaan respons pusat ventilasi yang dapat menyebabkan hipoventilasi dan hiperkapnia. Pasien obesitas berat pada umumnya memiliki distribusi lemak sentral yang besar.

Pada pasien obesitas berat memiliki perbandingan lingkar leher, lingkar pinggang dan panggul yang lebih besar daripada pasien obesitas dengan eukapnia dan obesitas dengan OSA. Distribusi lemak pada dinding dada dan abdomen serta pergeseran diafragma ke arah sefalik pada pasien OHS terjadi ketika berbaring telentang sehingga mengurangi pengembangan dinding toraks. Otot-otot pernapasan harus berkontraksi lebih kuat untuk menghasilkan tekanan negatif yang lebih tinggi pada rongga pleura sehingga memudahkan aliran udara masuk pada saat inspirasi. Pengembangan dinding dada dan paru yang berkurang menyebabkan tahanan jalan napas meningkat dan berkurangnya kapasitas residu fungsional (KRF).

Peningkatan tahanan jalan napas pada pasien obesitas dengan eukapnia dapat mencapai 30% sedangkan pada pasien OHS dapat mencapai 300%. Peningkatan tahanan jalan napas terutama terjadi pada saluran napas kecil sehingga perbandingan volume ekspirasi paksa detik pertama dan kapasitas vital paksa (VEP1/KVP).

Tatalaksana Sindrom Hipoventilasi pada Obesitas

Evaluasi, manajemen, dan pengobatan OHS harus bersifat multidisiplin yang bertujuan mengobati gangguan pernapasan saat tidur dengan terapi tekanan saluran napas positif (PAP) selama tidur, mengurangi resiko kardiovaskular, penerapan perubahan gaya hidup, penurunan berat badan, operasi bariatrik, dan program rehabilitasi.

Tatalaksana pasien dengan sindrom hipoventilasi pada obesitas harus dilakukan secara individual sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien. Edukasi dan Perubahan Gaya Hidup perlu diberi pemahaman mengenai pentingnya penurunan berat badan dan perubahan gaya hidup sehat, meliputi peningkatan aktivitas fisik, perbaikan pola makan, dan penghindaran faktor risiko lainnya. Terapi tekanan saluran napas positif (PAP) merupakan pendekatan utama dalam mengobati gangguan pernapasan saat tidur (SDB). Pasien menggunakan perangkat yang memberikan tekanan udara positif melalui saluran napas, seperti Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) atau Bilevel Positive Airway Pressure (BiPAP), selama tidur untuk menjaga saluran napas tetap terbuka.

Pengobatan komorbiditas pada pasien memiliki kondisi medis yang terkait dengan sindrom hipoventilasi pada obesitas, seperti penyakit jantung atau diabetes. Pemberian tatalaksana nutrisi oleh ahli gizi dapat membantu merencanakan diet yang seimbang dan mengarahkan pasien pada pola makan yang tepat. Pengurangan asupan kalori dan peningkatan konsumsi makanan sehat dapat membantu dalam penurunan berat badan.

Program rehabilitasi paru dapat membantu meningkatkan kapasitas paru dan kebugaran fisik secara keseluruhan. Ini dapat mencakup latihan pernapasan, latihan fisik terkontrol, dan pendidikan tentang manajemen gejala. Pada beberapa kasus yang parah, operasi bariatrik (operasi penurunan berat badan) dapat dipertimbangkan. Prosedur ini mengurangi ukuran lambung atau mengubah jalur pencernaan untuk membantu pasien menurunkan berat badan.

Gambar. Tatalaksana OHS.

Strategi manajemen sindrom hipoventilasi obesitas (OHS). Continuous positive airway pressure (CPAP) bisa menjadi pengobatan lini pertama untuk pasien OHS dengan apnea tidur obstruktif berat (OSA) bersamaan. Ventilasi noninvasif (NIV) harus dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama untuk pasien OHS tanpa OSA atau bentuk OSA yang lebih ringan. Jika pasien yang awalnya diobati dengan CPAP tidak memiliki respons yang baik terhadap terapi meskipun tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap CPAP didokumentasikan secara objektif, mereka harus diubah menjadi terapi NIV. AHI: indeks apnea-hipopnoea.

Referensi:

  • Masa JF, Pepin JL, Borel JC, Mokhlesi B, Murphy PB, Sanchez-Quiroga MA. Obesity hypoventilation syndrome. Eur Respir Rev. 2019;28;180-9.
  • Luh N, Ketut D, Gusti I, Yenni S. Sindrom Pickwickian-Sindrom Hipoventilasi pada Obesitas: Laporan Kasus dengan Pendekatan Diagnosis Klinis. Neurona. 2020;36(3);120-1.
  • Susanto Y, Zulfariansyah A. Tatalaksana Pasien Obesity Hypoventilation Syndrome di Intensive Care Unit.Anestesia dan critical care. 2019;37(2);6-12.
  • Ramirez V, Masa J, Gomez F, Corral J. Effectiveness of different treatments in obesity hypoventilation syndrome. Pulmonol. 2020;05;1-8
  • Javier G, Jessica A, Sunwoo B, Mokhlesi B, Fernando J, Ruminjo J et al. Clinical Practice Guideline Summary for Clinicians: Evaluation and Management of Obesity Hipoventilation Syndrome. Am J Respir Crit Care Med. 2019;200;1-14.
  • Ekici A, Ekici M, Ileri S, Busra A, Aslan H. Pulmonary embolism in obesity-hypoventilation syndrome. Clin Respir J. 2020;00;1-6.

 

 

 

Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaMengapa Vaksin Umumnya Diberikan Secara Injeksi?

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar