sejawat indonesia

Terapi Hormon untuk Menopause Meningkatkan Risiko Kanker Payudara

Terapi Hormon untuk menopause dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker payudara. Bahkan, beberapa risiko terus berlanjut hingga satu dekade setelah terapi dihentikan. Simpulan tersebut hadir setelah satu penelitian lintas-negara menganalisis data lebih dari 100.000 perempuan dengan kanker payudara (berdasar 58 data epidemologi) di seluruh dunia. Temuan yang menunjukkan bahwa semua jenis terapi hormon menopause, kecuali estrogen topikal vagina, dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker payudara. Risiko lebih besar muncul pada mereka yang melakukan terapi hormon estrogen-progestagen dibandingkan dengan terapi hormon yang hanya menggunakan estrogen.  Untuk terapi estrogen-progestagen, risikonya lebih besar jika progestagen dimasukkan setiap hari dibandingkan dengan yang memiliki jeda (misalnya, selama 10-14 hari per bulan). Perempuan cenderung memulai terapi saat masa menopause, ketika fungsi ovarium berhenti. Itu menyebabkan kadar estrogen turun secara substansial, kadar progesteron turun mendekati nol, dan beberapa perempuan mengalami panas yang serius (hot flashes) dan ketidaknyamanan yang dapat dikurangi dengan terapi. Di Eropa dan Amerika, penggunaan terapi hormon menopause meningkat pesat selama 1990-an, turun drastis pada awal 2000-an, kemudian stabil pada 2010-an. Saat ini, ada sekitar 12 juta pengguna di negara-negara Barat--sekitar enam juta di Amerika Utara dan enam juta di Eropa (termasuk satu juta di Inggris). Meskipun beberapa di antaranya adalah pengguna jangka pendek, penggunaan selama lima tahun sekarang sudah umum, sedangkan penggunaan 10 tahun dianggap sudah biasa. Sebuah meta-analisis sebelumnya dari data di seluruh dunia menemukan bahwa pengguna terapi saat ini menunjukkan risiko kanker payudara yang meningkat, tetapi tidak cukup informasi yang tersedia tentang efek dari berbagai jenis terapi hormon menopause atau tentang risiko jangka panjang setelah penggunaan telah berhenti. Profesor Valerie Beral dari University of Oxford, UK, mengatakan: "Temuan baru kami menunjukkan bahwa beberapa peningkatan risiko tetap ada bahkan setelah berhenti menggunakan terapi hormon menopause. Perkiraan risiko terkait dengan penggunaan terapi hormon menopause sekitar dua kali lipat oleh dimasukkannya risiko persisten setelah penggunaan hormon berhenti." Dalam studi baru, penulis mengumpulkan dan menganalisis kembali secara terpusat semua studi prospektif yang memenuhi syarat dari tahun 1992-2018 yang telah mencatat penggunaan terapi hormon dan kemudian memantau kejadian kanker payudara. Terdapat 108.647 perempuan mengembangkan kanker payudara pada usia rata-rata 65 tahun. Para peneliti kemudian memantau jenis terapi hormon menopause yang terakhir digunakan, durasi penggunaan, dan waktu sejak penggunaan terakhir pada para perempuan tersebut. Di antara perempuan dengan kanker payudara dalam studi prospektif, setengahnya menggunakan terapi hormon, usia rata-rata saat menopause adalah 50 tahun dan usia rata-rata saat memulai terapi juga 50 tahun. Durasi rata-rata penggunaan terapi adalah 10 tahun pada pengguna saat ini dan 7 tahun pada pengguna sebelumnya. Untuk perempuan dengan berat rata-rata di negara-negara Barat yang tidak pernah menggunakan terapi hormon, risiko rata-rata terkena kanker payudara selama 20 tahun dari usia 50 hingga 69 adalah sekitar 6,3 per 100 perempuan (atau bisa dibaca: sekitar 63 dari 1.000 perempuan yang tidak pernah menggunakan terapi hormon, mengembangkan kanker payudara selama 20 tahun dari usia 50 hingga 69). Para peneliti memperkirakan bahwa untuk perempuan dengan 5 tahun penggunaan tiga jenis utama terapi hormon menopause, akan meningkatkan tingkat risiko kanker payudara dari temuan 6,3 per 100 perempuan tersebut. Berikut rincian perkiraan risiko sesuai jenis terapi yang digunakan:
  • 8,3 per 100 pengguna estrogen ditambah progestagen harian (yaitu, 83 dalam setiap 1.000 pengguna akan mengembangkan kanker payudara) - peningkatan absolut 2 per 100 pengguna (satu dalam setiap 50 pengguna);
  • 7,7 per 100 pengguna estrogen ditambah progestagen intermiten (yaitu, 77 dalam setiap 1.000) - peningkatan absolut 1,4 per 100 pengguna (satu dalam setiap 70 pengguna);
  • 6,8 per 100 pengguna estrogen saja (yaitu, 68 dalam setiap 1.000 pengguna) - peningkatan absolut 0,5 per 100 pengguna (satu dalam setiap 200 pengguna).
Peningkatan risiko kanker payudara akan sekitar dua kali lebih besar untuk perempuan yang menggunakan terapi hormon selama 10 tahun. Profesor Gillian Reeves dari University of Oxford, UK, mengatakan: "Penggunaan terapi hormon menopause selama 10 tahun menghasilkan sekitar dua kali lipat risiko kanker payudara terkait dengan penggunaan 5 tahun. Tetapi, tampaknya ada sedikit risiko dari penggunaan terapi hormon menopause selama kurang dari satu tahun, atau dari penggunaan estrogen pervaginam secara topikal yang diaplikasikan secara lokal sebagai krim atau pessari dan tidak dimaksudkan untuk mencapai aliran darah." Secara keseluruhan, penggunaan terapi hormon menopause jauh lebih kuat terkait dengan kanker payudara estrogen-reseptor-positif (ER +) dibandingkan dengan jenis kanker payudara lainnya (karena faktor hormonal terutama memengaruhi kanker payudara ER +). Peningkatan risiko terkena kanker payudara ER + menyumbang sebagian besar risiko kanker payudara berlebih yang terkait dengan terapi ini. Karena menopause biasanya terjadi pada perempuan berusia 40-an dan 50-an, maka penelitian fokus kepada para perempuan yang telah mengalami menopause dan memulai terapi pada rentang usia tersebut. Namun, risiko tampak berkurang di antara sedikit orang yang mulai menggunakan hormon terapi setelah usia 60 tahun. Risiko tersebut dilemahkan oleh adipositas (terutama untuk terapi hormon yang hanya mengandung estrogen, yang memiliki sedikit efek pada perempuan yang mengalami obesitas). Para penulis mencatat bahwa batasan dari bukti epidemiologi yang tersedia saat ini adalah bahwa masih tidak ada informasi yang cukup tentang perempuan yang telah menggunakan terapi hormon menopause dalam jangka waktu yang lama dan telah berhenti lebih dari 15 tahun yang lalu. Dr Joanne Kotsopoulos dari Women's College Hospital, Kanada, mencatat bahwa penting untuk memperkirakan secara akurat peningkatan risiko kanker payudara dari terapi hormon menopause. ia mengatakan: "Dokter harus mengindahkan pesan penelitian ini tetapi juga untuk mengambil pendekatan rasional dan komprehensif untuk pengelolaan gejala menopause, dengan pertimbangan hati-hati terhadap risiko dan manfaat memulai terapi hormon untuk setiap perempuan. Ini mungkin tergantung pada keparahan dari gejala, kontraindikasi terapi dan BMI, serta dapat mempertimbangkan preferensi pasien." Meskipun terapi hormon adalah pengobatan yang paling umum direkomendasikan untuk gejala menopause, penelitian sedang dilakukan untuk menemukan alternatif, terutama pilihan nonfarmakologis. Terapi Perilaku Kognitif Perempuan saat ini memiliki lebih banyak pilihan daripada sebelumnya dalam hal pengobatan gejala menopause yang umum seperti hot flashes, depresi, gangguan tidur, dan fungsi seksual. Karena efektivitasnya yang telah terbukti, terapi hormon masih memimpin daftar panjang opsi perawatan yang tersedia. Namun, kontroversi mengenai dampak buruk terapi ini telah mendorong beberapa perempuan untuk mencari pilihan lain. Pengobatan alternatif seperti antidepresan telah terbukti efektif dalam mengobati depresi terkait menopause. Tetapi opsi ini juga dapat memiliki efek buruk. Terapi perilaku kognitif adalah jenis psikoterapi yang mengajarkan pasien cara memodifikasi emosi, perilaku, dan pikiran yang disfungsional. Sekaligus, sebagai cara untuk mengembangkan strategi koping pribadi. Terapi tersebut telah terbukti efektif dalam berbagai penelitian terkait pengobatan berbagai kesulitan kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan. Namun, studi-studi sebelumnya yang berkaitan dengan gejala-gejala menopause, hanya berfokus pada kemampuannya mengelola sensasi panas (hot flash). Satu penelitian menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif secara signifikan mengurangi hot flashes, depresi, gangguan tidur, dan masalah seksual. Efeknya mampu bertahan setidaknya 3 bulan pasca perawatan. Meskipun masih sebagai penelitian skala kecil, namun itu cukup meletakkan dasar untuk penelitian masa depan yang berfokus pada berbagai perawatan psikologis dalam membantu jutaan perempuan yang menderita gejala menopause. "Studi kecil ini sejalan dengan penelitian lain pada perempuan menopause yang menunjukkan manfaat terapi perilaku kognitif dalam mengurangi hot flashes. Selain itu menunjukkan pengaruh signifikan mengurangi depresi, gangguan tidur, dan fungsi seksual," kata Dr JoAnn Pinkerton, direktur eksekutif NAMS. "Percobaan yang lebih besar membandingkan terapi perilaku kognitif dengan perawatan aktif lainnya akan membantu kita untuk lebih memahami seberapa efektif terapi ini pada perempuan yang mengalami gejala demikian."
Sumber:
  1. The Lancet, 2019 DOI: 10.1016/S0140-6736(19)31709-X
  2.  The North American Menopause Society (NAMS)
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaOsteoporosis: Mitokondria dan Panduan Perawatan Baru

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar