sejawat indonesia

Mengenal Autofagi Untuk Mengungkap Penyakit-penyakit Misterius

Penghargaan paling prestigius di dunia ilmu pengetahuan pernah diberikan kepada ilmuwan Jepang dari Tokyo Institute of Technology, Yoshinori Ohsumi, untuk penelitiannya terhadap Autofagi – sebuah proses dimana sel-sel memakan dan menghancurkan dirinya sendiri dan mengirim bagian-bagian yang tersisa untuk proses daur ulang dan pembaruan sel. Lalu apa arti dari penemuan Ohsumi ini bagi dunia kedokteran saat ini?

Penelitian yang awalnya dimulai akibat rasa penasaran Ohsumi atas bidang yang kurang diminati pada tahun 1990-an ini, ternyata memiliki banyak implikasi terhadap penyakit pada manusia, termasuk kanker, penyakit neurodegeneratif, infeksi, dan diabetes. Kegagalan dari proses autofagi pada manusia dikaitkan dengan penuaan sel, yang kemudian berkontribusi pada penyakit-penyakit tersebut. Proses autofagi yang terlalu berlebihan, berkaitan dengan pertumbuhan sel tumor, dan resistensi terhadap pengobatan kanker. Beberapa obat yang menjadikan proses ini sebagai target terapi, sedang diuji coba pada manusia, yang secara fundamental merubah segala cara terapi mulai dari cara kita mengobati demensia, sampai cara menghentikan pertumbuhan kanker.

Secara khusus, autofagi dapat berperan penting dalam dua jenis penyakit yang sampai saat ini sangat sulit untuk diobati dan masih misterius, yaitu kanker dan penyakit neurodegeneratif.

Deb White, Direktur dari riset kanker di Cancer Theme, South Australian Health & Medical Research Institute menuliskan dalam sebuah artikel bahwa, salah satu mekanisme pertahanan hidup oleh sel-sel kanker adalah dengan cara memakan komponen tubuhnya sendiri untuk menghasilkan energi sebagai pertahanan hidup. Hal ini kemudian berakibat pada bertahannya penyakit, atau kekambuhan penyakit. Namun dengan mengetahui mekanisme pertahanan hidup bagi sel-sel kanker ini, kita dapat menggunakan pengetahuan tersebut sebagai perlawanan terhadap kanker. Ketika penghambat autofagi digunakan sebagai kombinasi dengan pengobatan target pada sel-sel leukemia, sel-sel tersebut mulai memakan dirinya sendiri, tanpa dapat menggunakan bahan sisanya untuk konsumsi energi mereka.

Data dari GLOBOCAN (IARC) tahun 2012 menunjukkan bahwa kanker bertanggungjawab atas kematian lebih dari 8,2 juta orang di dunia setiap tahunnya, yang artinya kanker berkontribusi terhadap 13% kematian di seluruh dunia, dengan rata-rata peningkatan jumlah 70% kasus baru diperkirakan akan muncul dalam dua dekade kedepan. Terdapat lebih dari 100 jenis kanker di dunia, setiap jenis akan membutuhkan diagnosis dan tatalaksana yang berbeda antara satu dan lainnya.

Secara nasional prevalensi penyakit kanker di Indonesia tahun 2013 pada semua kelompok umur mencapai 1,4% atau sekitar 347.792 orang. Memanfaatkan pemahaman terhadap proses autofagi adalah salah satu pilihan yang menjanjikan untuk tatalaksananya. Dengan menginvestigasi cara sel kanker menghindari kematiannya pada saat terapi, kita dapat melakukan tatalaksana dengan cara yang sama untuk eradikasi sel-sel kanker.

Di sisi lain, terapi yang membantu untuk memulai kembali proses autofagi mungkin dapat membantu sel-sel untuk membersihkan diri dari protein toksik yang dapat menginhibisi fungsinya. Sebagai contoh, dalam sebuah uji coba kecil, orang dengan penyakit Parkinson dan demensia dengan Lewy Body yang menerima satu dosis kecil dari obat leukimia yang telah disetujui oleh FDA setiap harinya, ternyata menunjukkan peningkatan pada aktivitas motorik dan kognisi setelah enam bulan mengonsumsi obat yang meningkatkan autofagi tersebut.

Pada laporan tahunan 2015 oleh Alzheimer’s Association (AA) memperkirakan bahwa terdapat 5,3 juta orang di Amerika Serikat yang mengidap penyakit Alzheimer. Sedangkan Alzheimer’s Disease International (ADI) memperkirakan pada laporan tahunannya di tahun 2010, bahwa terdapat 35,6 juta orang dengan penyakit Alzheimer terhitung sampai tahun 2010, dan bahwa angka tersebut akan terus bertambah sampai angka 115.4 juta orang pada tahun 2050. Sedangkan di Indonesia sendiri, belum terdapat data lokal yang pasti mengenai prevalensi demensia. Namun pada World Alzheimer Report 2015, diperkirakan terdapat lebih dari 556.000 orang yang mengalami demensia pada tahun 2015, dan diperkirakan akan meningkat ke angka 2,3 juta orang pada tahun 2030. Terdapat pula lebih dari 10 juta orang di seluruh dunia yang hidup dengan penyakit Parkinson. Insidensi penyakit Parkinson meningkat sejalan dengan umur, tetapi rata-rata empat persen dari jumlah orang yang mengidap penyakit Parkinson didiagnosis sebelum umur 50 tahun.

David Rubinsztein, seorang professor di bidang neurogenetik molekuler di University of Cambridge, menemukan bahwa autofagi dapat menghancurkan protein yang bertanggung jawab terhadap beberapa penyakit neurologis, termasuk salah satu jenis demensia (yang disebabkan oleh tau), penyakit Parkinson (alpha-synuclein), dan penyakit Huntington (mutan Huntington). Mereka sedang meneliti ide bahwa dengan cara meningkatkan proses autofagi, maka kita dapat memberi tatalaksana yang tepat bagi kondisi-kondisi tersebut.

Salah satu hal penting lainnya yang dihasilkan oleh penemuan yang mendapatkan penghargaan bergengsi ini adalah bahwa penemuan ini membuka kemungkinan untuk penelitian selanjutnya yang bertujuan untuk lebih memahami mekanisme protein yang mengontrol proses autofagi. Autofagi telah diketahui keberadaannya sejak berpuluh-puluh tahun, namun tidak banyak yang mengerti pentingnya hal ini untuk fisiologi tubuh dan potensinya dalam mengobati banyak penyakit, sampai Ohsumi membuka jendela untuk pencerahan dalam area kerja tersebut.

Dalam konferensi pers yang dilakukan sesaat setelah pengumuman penghargaan yang diberikan padanya, Ohsumi berkata “Ketika pertama kali memulai riset ini, tidak ada jaminan bahwa riset tentang autofagi ini akan membuka hubungan terhadap terjadinya kanker, atau panjangnya umur manusia – bukan itu yang membuat saya memulai riset ini. Saya harap orang-orang mengerti bahwa ini adalah hal yang secara alami terjadi jika riset yang fundamental telah tersingkap”

Ohsumi mengungkapkan bahwa masih banyak pertanyaan yang belum terjawab baginya, dalam penelitian mengenai autofagi, dan bahwa dia akan terus melanjutkan penelitian di bidang ini. Penelitian-penelitian mengenai autofagi yang sedang berkembang diharapkan akan menyingkap lebih banyak peran dari proses ini untuk kesehatan global.

Sumber:
The Conversation
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaSHIVA: Uji Coba Acak Pengobatan Presisi

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar