sejawat indonesia

Banyak Aplikasi Kesehatan Mental yang Tidak Bermanfaat

Ada ribuan aplikasi kesehatan mental yang tersedia saat ini. Menawarkan layanan seperti meditasi, mood-tracking, dan konseling. Banyak orang yang masih beranggapan bahwa aplikasi “kesehatan” dan “kesejahteraan” – yang sering kali hadir sebagai solusi untuk kondisi seperti kecemasan dan sulit tidur – telah diuji dan diverifikasi secara ketat. Padahal, justru sebaliknya. Aplikasi-aplikasi tersebut punya jebakannya masing-masing.

Faktanya, banyak orang meraup untung dan mengoleksi data pribadi kita sebagai imbalan atas layanan yang justru tidak memberikan manfaat apapun bagi kesehatan mental (setidaknya, tidak dengan metode yang didukung oleh bukti ilmiah). 

Meskipun beberapa aplikasi kesehatan mental menghubungkan pengguna dengan terapis yang tersertifikasi, sebagian besar menyediakan layanan otomatis yang mengabaikan elemen manusia. Artinya, mereka tidak tunduk pada standar perawatan dan kerahasiaan yang sama dengan profesional kesehatan mental yang seharusnya. Beberapa bahkan tidak dirancang oleh ahli kesehatan mental.

Aplikasi tersebut juga kini mengklaim integrasi kecerdasan buatan untuk membuat rekomendasi kesehatan yang dipersonalisasi. Namun, mereka tidak memberikan banyak rincian mengenai proses ini. Mungkin saja rekomendasi tersebut didasarkan pada aktivitas pengguna sebelumnya, serupa dengan algoritma rekomendasi di platform streaming film.

Beberapa aplikasi seperti Wysa, Youper, dan Woebot menggunakan chatbot berbasis AI untuk memberikan dukungan, atau bahkan membuat intervensi terapeutik seperti terapi perilaku kognitif. Namun, aplikasi tersebut biasanya tidak mengungkapkan jenis algoritma apa yang mereka gunakan.

Kemungkinan besar chatbot AI ini menggunakan sistem berbasis aturan yang merespons pengguna sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Aturan-aturan ini idealnya akan mencegah keluaran yang tidak terduga (dan seringkali berbahaya dan tidak pantas).

Penggunaan AI dalam konteks ini disertai dengan risiko informasi yang bias, diskriminatif, atau sama sekali tidak dapat diterapkan. Parahnya, risiko ini belum diselidiki apalagi dipublikasikan  lebih dalam dan  intens.

Klaim menyesatkan dan kurangnya bukti pendukung

Aplikasi kesehatan mental mungkin dapat memberikan manfaat tertentu kepada pengguna jika dirancang dengan baik dan diperiksa serta diterapkan dengan benar. Namun, meskipun demikian, terapi ini tidak dapat dianggap sebagai pengganti terapi profesional yang ditujukan untuk kondisi seperti kecemasan atau depresi.

Nilai klinis aplikasi kesehatan mental masih terus dikaji dan diuji. Hingga saat ini bukti dari manfaatnya masih sangat kurang .

Beberapa aplikasi membuat klaim ambisius mengenai efektivitasnya dan mengacu pada penelitian yang diduga mendukung manfaatnya. Dalam banyak kasus, klaim ini didasarkan pada temuan yang kurang kuat. Misalnya, mereka mungkin didasarkan pada:

  • Testimoni pengguna

  • Studi jangka pendek dengan kohort yang sempit atau homogen

  • Studi yang melibatkan peneliti atau pendanaan dari kelompok yang mempromosikan aplikasi

  • atau bukti manfaat praktik yang disampaikan secara tatap muka (bukan melalui aplikasi).

Selain itu, klaim apa pun tentang pengurangan gejala kesehatan mental yang buruk tidak dilakukan dalam ketentuan kontrak. Syarat dan ketentuan yang tertera biasanya akan menyatakan bahwa aplikasi tidak mengklaim manfaat fisik, terapeutik, atau medis apa pun (bersama dengan sejumlah penafian lainnya). Dengan kata lain, perusahaan tidak wajib menyediakan layanan yang dipromosikannya dengan sukses.

Bagi sebagian pengguna, aplikasi kesehatan mental bahkan dapat menimbulkan bahaya, dan menyebabkan peningkatan gejala yang sering diatasi oleh orang-orang. Hal ini mungkin terjadi, antara lain, karena meningkatnya kesadaran akan permasalahan tanpa tersedianya alat yang diperlukan untuk mengatasinya.

Dalam sebagian besar aplikasi kesehatan mental, penelitian tentang efektivitasnya tidak mempertimbangkan perbedaan individu seperti status sosial ekonomi, usia, dan faktor lain yang dapat memengaruhi kondisi. Sebagian besar aplikasi juga tidak menunjukkan apakah aplikasi tersebut merupakan ruang inklusif bagi orang-orang yang terpinggirkan, seperti mereka yang berasal dari komunitas yang beragam secara budaya dan bahasa, LGBTQ+, atau neurodiverse.

Perlindungan privasi yang tidak memadai

Aplikasi kesehatan mental tunduk pada undang-undang perlindungan konsumen dan pengaturan privasi. Meskipun praktik perlindungan data dan keamanan siber berbeda-beda antar aplikasi, penyelidikan yang dilakukan oleh Mozilla Research Foundation menyimpulkan bahwa sebagian besar aplikasi memiliki peringkat yang buruk.

Misalnya, aplikasi perhatian Headspace mengumpulkan data tentang pengguna dari berbagai sumber, dan menggunakan data tersebut untuk beriklan kepada pengguna. Aplikasi berbasis chatbot juga biasanya mengubah percakapan untuk memprediksi suasana hati pengguna, dan menggunakan data pengguna yang dianonimkan untuk melatih model bahasa yang mendukung bot.

Banyak aplikasi berbagi apa yang disebut data anonim dengan pihak ketiga, seperti pemberi kerja, yang mensponsori penggunaannya. Identifikasi ulang data ini relatif mudah dalam beberapa kasus.

Therapeutic Goods Administration (TGA) Australia tidak mengharuskan sebagian besar aplikasi kesehatan mental dan kesejahteraan menjalani pengujian dan pemantauan yang sama seperti produk medis lainnya. Dalam kebanyakan kasus, produk-produk tersebut diatur secara ringan sebagai produk kesehatan dan gaya hidup atau alat untuk mengelola kesehatan mental yang dikecualikan dari peraturan TGA (asalkan memenuhi kriteria tertentu).

Bagaimana cara memilih atau merekomendasikan aplikasi kesehatan mental?

Terlepas dari manfaat yang masih kekurangan bukti klinis. Beberapa aplikasi bisa saja menghadirkan manfaat untuk fungsinya yang lain. Dari manajemen waktu, pengingat jadwal, informasi obat, dll. 

Beberapa hal yang perlu diinformasikan jika pasien harus menggunakan aplikasi kesehatan mental: 

  1. Berikan informasi bahwa banyak aplikasi yang kualitasnya masih dipertanyakan atau tidak seperti yang diiklankan.

  2. Ingatkan pasien apakah aplikasi tersebut akan melindungi data pribadi serta memberi kendali penuh atas data tersebut.

  3. Rekomendasikan aplikasi dengan fitur yang bisa terintegrasi dengan terapi yang dilakukan. Misalnya, pengaturan jam tidur, pengingat aktivitas fisik, dll.

Terakhir, ingatkan bahwa aplikasi hanyalah alat, ia tidak akan bisa menggantikan seorang profesional kesehatan dalam menangani satu kondisi gangguan mental.

Referensi:

  • Koh J, Tng GYQ, Hartanto A. Potential and Pitfalls of Mobile Mental Health Apps in Traditional Treatment: An Umbrella Review. J Pers Med. 2022 Aug 25;12(9):1376. doi: 10.3390/jpm12091376. PMID: 36143161; PMCID: PMC9505389.
  • Chiauzzi E, Newell A. Mental Health Apps in Psychiatric Treatment: A Patient Perspective on Real World Technology Usage. JMIR Ment Health. 2019 Apr 22;6(4):e12292. doi: 10.2196/12292. PMID: 31008711; PMCID: PMC6658296.
  • Chiu, A. How to navigate the ‘chaotic’ world of mental health apps. Washington Post. Published 2020.
  • Lagan S, Ramakrishnan A, Lamont E, et al. Digital health developments and drawbacks: a review and analysis of top-returned apps for bipolar disorder. Int J Bipolar Disord. 2020
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaPerbedaan Digital Health, Digital Medicine, dan Digital Therapy

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar