sejawat indonesia

Cepat Tanggap Menghadapi Hipoglikemia Pediatri

Permasalahan hipoglikemia merupakan salah satu kondisi gawat darurat yang dapat terjadi pada bayi dan anak karena dapat menimbulkan kejang, kerusakan otak, dan berakibat pada keterlambatan perkembangan, ketidakmampuan fisik dan belajar, kelumpuhan hingga kematian.

Mengingat konsekuensi hipoglikemia yang parah tersebut, diagnosis yang cepat dan penanganan gangguan hipoglikemia yang cepat dan tepat sangat penting.

Hipoglikemia pada anak-anak sering terjadi selama presentasi gawat darurat dengan penyakit akut. Namun, belum ada definisi hipoglikemia resmi yang disepakati pada kasus pediatri karena kurangnya korelasi yang bermakna antara kadar glukosa plasma, gejala klinis, dan gejala sisa jangka panjang.

Beberapa otoritas menjadikan patokan berikut sebagai rekomendasi diagnosis hipoglikemia pediatri, yaitu 40 mg/dl di antara pasien pediatri non-diabetes dan <45 mg/dl untuk neonatus.

Sedangkan, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menggunakan definisi hipoglikemia sebagai kondisi bayi dengan kadar glukosa darah <45 mg/dL (2,6 mmol/L) baik yang memberikan gejala maupun tidak.

Etiologi

Hipoglikemia terjadi karena adanya peningkatan penggunaan simpanan glukosa, penurunan produksi glukosa dalam darah atau pun keduanya.

Peningkatan pemakaian glukosa atau hiperinsulin umumnya terjadi pada neonatus dari ibu penderita diabetes dan yang mengalami kondisi besar masa kehamilan (BMK). Untuk beberapa kondisi yang menyebabkan penurunan produksi glukosa m antara lain prematuritas, IUGR (intrauterine growth restriction) asupan kalori yang tidak adekuat, dan penundaan pemberian asupan ASI/susu/minum.

Selain itu, beberapa kondisi yang menyebabkan peningkatan pemakaian glukosa dan bisa juga menyebabkan penurunan produksi glukosa antara lain stres perinatal, sepsis, syok, asfiksia, hipotermi, respiratory distress syndrome, dan kondisi pasca resusitasi.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis hipoglikemia pada bayi cukup bulan bisa samar dan non spesifik. Sementara, untuk kasus neonatus biasanya muncul bersama dengan berbagai masalah neonatus lainnya.

Untuk menunjukkan bahwa gejala yang timbul berhubungan dengan hipoglikemia, diperlukan hal-hal berikut:

  1. Harus didapatkan tanda klinis
  2. Kadar glukosa darah rendah yang diukur secara akurat dan terbaru
  3. Tanda klinis menghilang pada saat kadar glukosa darah normal

Manifestasi klinis hipoglikemia pediatri dapat dikategorikan sebagai temuan neurogenik atau neuroglikopenik. Gejala neurogenik (otonom) diakibatkan oleh perubahan akibat pelepasan saraf simpatik yang dipicu oleh hipoglikemia:

  • Tremot/gemetar
  • Berkeringat
  • Irritable
  • Takipnea
  • Muka pucat

Sementara gejala neuroglikopenik disebabkan oleh disfungsi otak akibat gangguan metabolisme energi otak akibat kekurangan suplai glukosa antara lain:

  • Kemampuan menghisap yang buruk atau makan yang buruk
  • Tangisan lemah atau bernada tinggi (high pitched)
  • Perubahan tingkat kesadaran (lesu, koma)
  • Kejang
  • Hipotonia

Selain dengan gejala tersebut, bayi juga dapat mengalami apnea, bradikardia, sianosis, dan hipotermia. Karena temuan ini tidak spesifik, evaluasi lebih lanjut untuk kemungkinan penyebab lain seperti sepsis, harus dilakukan jika gejala tidak membaik setelah normalisasi kadar glukosa darah. 

Skrining

Skrining kadar glukosa darah tidak boleh diukur pada bayi sehat tanpa gejala yang lahir setelah kehamilan dan persalinan tanpa komplikasi.

Skrining kadar glukosa darah harus dilakukan pada bayi dengan risiko hipoglikemia untuk mengetahui adanya hipoglikemia ataupun bayi yang menunjukkan manifestasi klinis hipoglikemia, dengan frekuensi dan lama pemantauan tergantung dari kondisi bayi masing-masing.

Pemantauan sebaiknya dimulai dalam 30-60 menit pertama bayi dengan dugaan hiperinsulinisme dan tidak lebih dari umur 2 jam pada bayi dengan risiko hipoglikemia kategori lainnya dan dilanjutkan setiap 3 jam sampai kadar glukosa darah sebelum minum mencapai normal. Kemudian, lanjutkan setiap 12 jam.

Skrining glukosa dapat dihentikan apabila setelah 2 kali pemeriksaan didapatkan kadar glukosa normal atau dengan pemberian minum saja, didapatkan 2 kali pemeriksaan kadar glukosa normal. Konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa darah di laboratorium tetap harus dilakukan jika hasil skrining glukosa darah tidak normal.

Adapun jadwal skrining untuk hipoglikemia pada:

  1. bayi dengan faktor risiko apapun yaitu pemeriksaan awal setelah pemberian makan sekitar 1 jam, pemantauan selanjutnya dianjurkan sebelum pemberian makan
  2. bayi sakit (sepsis, asfiksia, syok) yaitu setiap 4 sampai 6 jam (diindividualkan sesuai kebutuhan) dan setelah fase akut selesai, frekuensi skrining dapat dikurangi atau dihilangkan tergantung pada status klinis dan status pemberian makan.

Tatalaksana

Prinsip tatalaksana umum bayi dengan risiko hipoglikemia antara lain:

  1. Pemberian ASI sedini mungkin dalam 30-60 menit kemudian diteruskan sesuai keinginan bayi.
  2. Suplementasi rutin pada bayi cukup bulan yang sehat dengan air, air gula atau susu formula tidak diperlukan.
  3. Memfasilitasi kontak skin to skin antara ibu dan bayi untuk merangsang pembentukan ASI.
  4. Pemberian minum yang sering yaitu 10-12 dalam 24 jam pada beberapa hari pertama setelah lahir dengan menggunakan ASI. Pemberian ASI tetap jauh lebih baik daripada susu formula maupun air gula karena mengandung tinggi protein dan tinggi kalori yang berasal dari kolostrum.

Sedangkan, pada bayi atau anak yang sudah mengalami hipoglikemia harus dilakukan pemberian ASI, ASI perah, atau glukosa intravena diikuti pemantauan ketat kadar glukosa darah. 

Pada kasus asimptomatik, pemberian ASI sesegera mungkin dan sering akan menstabilkan kadar glukosa darah, tawarkan bayi menyusu setiap 1-2 jam atau beri 3-10 ml/kgbb.

Pada kasus simptomatik dengan adanya manifestasi klinis atau kadar glukosa plasma <20-25 mg/dL atau <1,1 - 1,4 mmol/L, maka perlu pemberian glukosa 200 mg/kgbb atau 2 ml/kgbb cairan dekstrosa 10%, kemudian lanjutkan pemberian glukosa 10% intra vena dengan kecepatan 6-8 mg/kgbb/menit untuk mempertahankan kadar glukosa bayi yang simtomatik pada >45 mg/dl atau >2.5 mmol/l.

Sesuaikan pemberian glukosa intravena dengan kadar glukosa darah yang didapat dan tetap berikan ASI sesering mungkin setelah manifestasi hipoglikemia menghilang. Perlu dipahami bahwa koreksi hipoglikemia yang ekstrim atau simtomatik, tidak boleh diberikan melalui oral atau pipa orogastrik.

Referensi:

  • IDAI. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2009.
  • Kallem VR, Pandita A, Gupta G. Hypoglycemia: When to treat? Clinical Medicine Insights: Pediatrics. 2017;11. DOI:117955651774891.
  • Lord K, Radcliffe J, Gallagher PR, Adzick NS, Stanley CA, De León DD. High risk of diabetes and neurobehavioral deficits in individuals with surgically treated hyperinsulinism. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 2015;100(11):4133–9. DOI: 10.1210%2Fjc.2015-2539
  • Were W, Banerjee A. Revising who guidelines on the management of hypoglycaemia in children. Bulletin of the World Health Organization. 2021;99(12):847–. DOI: 10.2471%2FBLT.21.287416
  • Robert P Hoffman MD. Pediatric hypoglycemia clinical presentation. History, Physical Examination. Medscape; 2022. 
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaObesitas: Faktor Risiko dan Penyakit Lain yang Mengintai

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar