sejawat indonesia

Diagnosis dan Penanganan Anemia Defisiensi Besi (ADB) pada Pediatri

Defisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering terjadi di dunia, khususnya pada negara-negara berkembang. Jumlah eritrosit atau hemoglobin (Hb) yang berada di bawah persentil 5 berdasarkan umur dan jenis kelamin didefinisikan sebagai anemia.


Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan kurang lebih 500-600 juta menderita Anemia Defisiensi Besi (ADB). Prevalensi yang tinggi terjadi di negara yang sedang berkembang, disebabkan kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan protein hewani yang rendah, dan infeksi parasit. Penyebab terjadinya defisiensi besi yang paling sering adalah intake yang kurang saat masa pertumbuhan, bayi berat lahir rendah, gangguan gastrointestinal akibat intake susu sapi yang berlebihan.


Pada bayi dengan berat lahir rendah, defisiensi besi sering terjadi karena cadangan tubuh yang kurang akibat badan bayi yang lebih kecil. Air Susu Ibu (ASI) juga penting dalam memberikan asupan zat besi pada bayi terutama di umur 6 bulan pertama. Walaupun kadarnya sedikit, namun zat besi dalam ASI lebih banyak di absorbsi, oleh karena itu pemberian makanan tambahan selain ASI sebelum usia 6 bulan dapat mengganggu absorbsi besi pada bayi. 


Walaupun absorbsi zat besi dari ASI cukup tinggi, namun kadarnya masih belum cukup untuk pertumbuhan anak, oleh karena itu cadangan besi sangat berperan penting untuk 6 bulan pertama kehidupan anak sebelum diberikan MP-ASI.


Beberapa gejala klinis anemia defisiensi besi pada anak: anak tampak pucat, kurang aktif, lemas, kurang nafsu makan, disfagia, pica (gangguan makan berupa keinginan atau nafsu makan terhadap benda atau zat yang bukan makanan dan tidak mengandung nilai gizi), sulit untuk belajar dan mempertahankan fokus, gangguan tidur dan perilaku. Sedangkan pada pemeriksaan fisis sering ditemukan koilonikia, takikardi, glossitis atrofi,dan  angular stomatitis.

 

Anak dengan ADB juga rentan mengalami infeksi akibat gangguan imunitas tubuh. Lozoff et al menemukan bahwa pasien anak dengan ADB lebih mudah lelah, sedikit bermain, dan sering terlihat ragu dibandingkan anak yang sehat. Temuan lebih penting yaitu gejala ini biasanya menetap 10 tahun dari mulainya terapi. ADB dapat menyebabkan gangguan mental dan motorik pada anak, dan beberapa kasus dilaporkan gangguan terjadi permanen walaupun mekanisme terjadinya gangguan neurokognitif pada ADB masih belum diketahui pasti.

 

Diagnosis ADB didasarkan pada klinis dan pemeriksaan laboratorium pada pasien. Diagnosis pasti ditegakkan melalui pemeriksaan kadar besi atau feritin serum yang rendah dan pewarnaan besi jaringan sumsum tulang. Kriteria diagnosis anemia defisiensi besi menurut WHO adalah:

  1. Kadar hemoglobin kurang dari normal sesuai usia
  2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (nilai normal 32-35%)
  3. Kadar Fe serum < 50 µg/dL (nilai normal:80-180µg/dL), dan
  4. Saturasi transferin <15% (nilai normal:20%-25% ).

Cara lain untuk menentukan anemia defisiensi besi dapat juga dilakukan uji percobaan pemberian preparat besi. Bila dengan pemberian preparat besi dosis 3-6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan kadar hemoglobin 1-2 g/dL maka dapat dipastikan bahwa anak tersebut menderita anemia defisiensi besi.

 

Pada bayi kurang dari 6 bulan, nilai Hb yang lebih rendah biasa ditemukan. Hal ini dianggap normal, selama Hb bayi tidak kurang dari 9 gr/dl tanpa adanya penyakjt yang menyertai. Pada pemeriksaan Apusan Darah Tepi (ADT) eritrosit tampak lebih pucat dan kecil (mikrositik hipokromik) dari ukuran normal akibat kadar Hb didalam eritrosit berkurang. Temuan ini ditandai oleh berkurangnya nilai MCV (mean corpuscular volume) dan MCH (mean corpuscular hemoglobin) pada pemeriksaan darah rutin. Temuan lain pada ADT yaitu sel darah merah tampak anisokrom, anisositosis, kadang ditemukan sel darah merah yang berbentuk lonjong (pencill cell) dan sel target.



 Hasil pemeriksaan laboratorium pada anemia defisiensi besi

 

Prinsip utama dalam penatalaksanaan defisiensi besi yaitu penarikan diagnosis yang tepat dan mencari tahu penyebab terjadinya ADB sehingga penyebabnya dapat dieliminasi, memulai terapi pemberian zat besi serta perbaikan nutrisi, dan edukasi efektif keluarga pasien.


Besi ditemukan dalam 2 bentuk pada makanan yaitu besi non-heme dan besi heme. Besi non heme ditemukan pada produk makanan selain daging, dan besi heme ditemukan pada makanan daging. Di saluran cerna, absorbsi besi heme lebih tinggi dibandingkan besi non-heme, di mana absorbsi dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan di dalam saluran cerna. Oleh karena itu, meningkatkan konsumsi makanan daging sangat penting untuk mencegah dan penatalaksanaan diet pada pasien anak dengan ADB.

 

Beberapa makanan lain yang mengandung kadar besi tinggi yaitu telur, sayur-sayuran hijau, dan buah-buahan kering. Bila diagnosis defisiensi besi sudah ditegakkan, pengobatan harus segera dimulai untuk mencegah berlanjutnya keadaan ini. Pengobatan terdiri atas pemberian preparat besi secara oral berupa garam fero (sulfat, glukonat, fumarat dan lain-lain), atau parenteral. Pemberian oral lebih aman, murah, dan sama khasiatnya dengan pemberian secara parenteral. Garam ferro di dalam tubuh diabsorbsi oleh usus sekitar tiga kali lebih baik dibandingkan garam ferri, maka preparat yang tersedia berupa ferro sulfat, ferro glukonat, ferro fumarat. Garam ferro sulfat mengandung besi elemental 20%, sementara ferro fumarat mengandung 33%, dan ferro glukonat 12% besi elemental.


Baca Juga:

Pada bayi dan anak, terapi besi elemental diberikan dengan dosis 3-6 mg/kg bb/hari dibagi dalam dua dosis, 30 menit sebelum sarapan pagi dan makan malam; penyerapan akan lebih sempurna jika diberikan sewaktu perut kosong. Dalam 4-30 hari setelah pengobatan didapatkan peningkatan kadar hemoglobin dan cadangan besi terpenuhi 1-3 bulan setelah pengobatan.


Untuk menghindari adanya kelebihan besi maka jangka waktu terapi tidak boleh lebih dari 5 bulan. Transfusi darah hanya diberikan sebagai pengobatan tambahan bagi pasien ADB dengan Hb 6 g/dl atau kurang karena pada kadar Hb tersebut risiko untuk terjadinya gagal jantung besar dan dapat terjadi gangguan fisiologis.  Penyerapan akan lebih sempurna lagi bila diberikan bersama asam askorbat atau asam suksinat. Bila diberikan setelah makan atau sewaktu makan, penyerapan akan berkurang hingga 40-50%.


Pemberian besi parenteral diindikasikan apabila pemberian besi secara oral tidak dapat ditoleransi atau keadaan di mana anemia perlu dikoreksi secara cepat. Pemberian besi parenteral juga diindikasikan jika terdapat gangguan absorbsi sistem gastrointestinal seperti celiac disease atau inflammatory bowel disease.


Tidak terdapat banyak studi yang membandingkan antara anak yang mendapatkan terapi besi oral maupun parenteral, oleh karena itu beberapa klinisi lebih menyukai pemberian besi per-oral jika tidak terdapat kontraindikasi.


Klik di sini untuk mengetahui Tatalaksana terbaru Anemia Defisiensi Besi pada


Penulis: dr. Dody Abdullah Attamimi

Referensi:

- Ozdemir Nihal. Iron deficiency anemia from diagnosis to treatment in children. Turk Pediatri Arsivi. 2016

- Dedy Gunadi. Terapi dan Suplementasi Besi pada Anak. Sari Pediatri. 2009

Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaRisiko Patah Tulang pada Pengobatan Diabetes Melitus

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar