sejawat indonesia

Efek Anti-Inflamasi Asam Lemak Omega 3 (EPA Dan DHA) Terhadap Jaringan Otak

Asam lemak tak jenuh ganda atau PUFA (polyunsaturated fatty acids) tergolong ke dalam asam lemak esensial, yang artinya asam lemak ini dibutuhkan untuk menjalankan fungsi fisiologis tubuh. Namun tubuh tidak dapat memproduksi substansi ini sehingga perlu didapatkan dari makanan sehari-hari. Terdapat dua jenis PUFA yaitu n-6 dan n-3 (atau yang biasa dikenal dengan omega 6 dan omega 3). Asam linoleat (LA) merupakan jenis omega 6 rantai pendek yang didapatkan dari makanan dan merupakan prekusor asam arakidonat (AA). Sedangkan α-Asam linoleat (ALA) merupakan jenis omega 3 rantai pendek yang didapatkan dari makanan dan merupakan prekusor dari asam eikosapentanoat (EPA) dan asam dokohaksenoat (DHA). PUFA dari makanan masuk ke dalam saluran cerna dan diabsorbsi ke aliran darah sehingga disimpan di dalam jaringan lemak, dan diubah menjadi PUFA rantai panjang di dalam hati, atau diubah menjadi energi melalui proses β-oksidasi. Perubahan LA dan ALA melalui jalur biosintetik menjadi AA, EPA, dan DHA terjadi melalui elongasi dan desaturasi yang terjadi pada retikulum endoplasma sel. Beberapa sumber makanan kaya akan ALA yaitu tanaman hijau, kacang-kacangan, biji rami, dan minyak lobak. Sedangkan minyak ikan merupakan sumber EPA dan DHA. Dahulu, asam lemak tak jenuh ganda atau PUFA (polyunsaturated fatty acids) dianggap sebagai salah satu komponen pasif yang menyusun membran selular, namun dalam 10 tahun terakhir, beberapa mediator lipid bioaktif yang berasal dari asam arakidonat (n-6 PUFA) dan asam dokosaheksaenoat (n-3 PUFA) utama di otak, diketahui mengatur fungsi imunitas perifer, dan mengatur aktivasi dari mikroglia di susunan saraf pusat. Mikroglia merupakan sel glia yang berasal dari myeloid pada otak yang mengatur homeostasis. Sel ini merupakan sel yang fleksibel dan bekerja secara multitasking dalam merespon perkembangan dan kondisi patologis di otak melalui respon inflamasi maupun noninflamasi. Otak kita kaya akan AA dan DHA, kedua ini merupakan jenis omega 6 dan omega 3 yang memegang peran penting secara struktural dan fungsional dari membran sel otak. AA dan DHA mulai berperan pada saat awal perkembangan otak, khususnya pada periode perinatal. Pada manusia dimulai pada trimester ketiga dan pada umur 2 tahun. Periode ini berkaitan dengan maturasi neuronal, sinaptogenesis, dan ekspansi dari substansia grisea otak. AA memiliki peran dalam aktivitas proinflamasi, sedangkan derivat DHA memiliki peran anti-inflamasi. Belakangan ini derivat-derivat ini mulai diteliti dalam efeknya dalam regulasi neuroinflamasi. Neuroinflamasi merupakan pisau bermata dua yang dapat memberikan efek menguntungkan dan merugikan terhadap neuron. Mikroglia, yang merupakan imunitas pada sel otak berperan protektif pada saat terjadinya inflamasi. Hal ini didukung oleh fakta bahwa kurangnya aktivitas mikroglia pada penyakit neurodegenerative sehingga terjadi kematian sel-sel neuron pada otak, Inflamasi pada otak merupakan suatu proses fisiologi otak sebagai respon terhadap infeksi. Inflamasi pada otak melibatkan sel mikroglia yang merupakan makrofag pada sistem saraf pusat. Ketika teraktivasi sel ini akan menghasilkan sitokin pro-inflamasi dan anti-inflamasi. Walaupun begitu, ketika produksi sitokin proinflamasi terjadi terus menerus, molekul ini akan menjadi neurotoksik yang dapat menyebabkan kerusakan neuronal dan patologi lainnya. Oleh karena itu limitasi inflamasi sangatlah penting untuk mencegah kerusakan jaringan otak dan sebagai terapi. Banyak penelitian yang mendukung hipotesis bahwa asam lemak tak jenuh ganda n-3 (omega 3) dapat membatasi terjadinya neuroinflamasi. Didapatkan bahwa omega 3 dapat menurunkan ekspresi genetik inflamasi seperti sitokin atau enzim yang terlibat dalam sintesis eikosanoid, dan menginduksi mediator lipid yang terlibat dalam resolusi inflamasi. Pada manusia sendiri konsumsi omega 3 berikaitan dengan rendahnya risiko inflamasi penyebab gangguan neurologis. Hal ini didukung oleh beberapa studi epidemiologis yang menemukan bahwa kadar omega 3 dalam darah dapat menekan proses inflamasi. Dalam studi yang dilakukan Vedin et al juga didapatkan bahwa diet tinggi DHA pada pasien dengan alzheimer dapat menurunkan pelepasan sitokin pro-inflamasi oleh leukosit mononuklear. Secara in vivo didapatkan bahwa kadar DHA yang tinggi pada otak dapat menurunkan ekspresi gen dari sitokin pro-inflamasi beberapa hewan percobaan. Diet tinggi EPA juga dapat menurunkan produksi mediator pro-inflamasi yaitu interleukin 1β dan meningkatkan penghantaran sinaps dalam hipokampus pada sampel tikus tua. Pada tikus tua yang diberikan diet kaya EPA/DHA selama 2 bulan menunjukkan kadar sitokin proinflamasi yang lebih sedikit (IL-1β, IL-6, dan tumor necrosis factor-α dibandingkan tikus yang diberikan rasio LA/ALA 5). Sebagai tambahan penting reduksi efek neuroinflamasi yang terjadi akibat intake omega 3 juga dapat memperbaiki defisit memori parsial . (Song et al 2004, Labrousse et al 2012). Peningkatan kadar DHA melalui ekspresi genetik maupun diet dikaitkan dengan proteksi terhadap efek pro-inflamasi yang di induksi oleh produksi LPS (lipopolysaccharide), iskemik jaringan otak, atau cedera medula spinalis. Efek Protektif DHA pada proses neuroinflamasi dikaitkan dengan efek langsung terhadap aktivitas mikroglia yang didapatkan pada studi in vitro. Contohnya DHA menurunkan aktivasi nuklear oleh LPS sehingga menekan produksi IL-1β dan TNF-α, dan kemokin oleh mikroglia. Sebagai tambahan DHA memicu fagositosis AD-related amyloid-β (Aβ) 42 oleh mikroglia pada manusia dan menurunkan marker inflamasi. Sebaliknya, diet rendah n-3 PUFA memiliki efek yang merusak otak, terutama pada saat periode perinatal dari perkembangan otak. Contohnya defisiensi n-3 PUFA pada hari pertama gestasi menurunkan kadar DHA, merubah fenotipe dan motilitas mikroglia, meningkatkan sitokin proinflamasi otak IL-6 dan TNF-a pada otak anak dari tikus. (Madore et al. 2014). Pada anak tikus yang kurang mendapatkan intake omega 3, akan menderita gangguan memori parsial pada masa dewasa. Tikus dewasa yang diberikan diet rendah omega 3 pada masa kecil juga lebih rentan terhadap efek inflamasi seperti gangguan memori parsial, gangguan sinaps saraf, fenotipe mikroglia dan produksi sitokin otak dalam respon terhadap LPS. Metabolisme lipid pada otak bergantung pada integrasi kompleks dari diet, metabolisme perifer, sex, genetik, dan upatake dari otak. PUFA pada otak akan membantu homeostasis dan regulasi mikroglia pada otak, terutama pada kaskade neuroinflamasi. Walaupun efek PUFA dalam menghambat kaskade neuroinflamasi sudah jelas, namun dibutuhkan penelitian lebih lanjut dalam mengetahui mekanisme pasti untuk menemukan reseptor dalam mengatur sinyal terhadap mikroglia sebagai neuroterapeutik.  
Referensi :
  1. Song C, Phillips AG, Leonard BE, and  Horrobin DF (2004) Ethyl-eicosapentaenoic acid ingestion prevents corticosterone-mediated memory impairment induced by central administration of interleukin-1beta in rats. .
  2. Vedin I, Cederholm T, Freund Levi Y,  et all(2010) Effects of docosahexaenoic acid-rich n-3 fatty acid supplementation on cytokine release from blood mononuclear leukocytes: the OmegAD study.
  3. Madore C,  Nadjar A, Delpech JC, Sere A, Aubert A, Portal C, Joffre C, and Layé  (2014) Nutritional n-3 PUFAs deficiency during perinatal periods alters brain innate immune system and neuronal plasticity-associated genes. Brain Behav Immue
     
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaTerapi Jalan Kaki Hingga Berenang Pada Pasien Nyeri Punggung Bawah

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar