sejawat indonesia

Fomepizole, Sang Penawar Bahaya Etilen Glikol

Setelah menerbitkan panduan tata laksana pasien anak penderita gangguan ginjal akut progresif atipikal, Kementerian Kesehatan sudah merencanakan impor obat Fomepizole sebagai penyembuh keracunan atau antidotum dari SIngapura, Amerika Serikat, Australia dan Jepang.

Berdasarkan penelitian dan investigasi yang mereka lakukan, diketahui bahwa 10 dari 11 pasien gagal ginjal yang mengonsumsi obat sirop dengan kandungan senyawa etilen glikol dan dietilen glikol, ternyata berangsur membaik kondisinya setelah meminum obat tersebut.

Fomepizole sendiri ditegaskan bukan obat yang menyembuhkan gagal ginjal akut. Melainkan berfungsi sebagai penawar intoksikasi dari kandungan etilen glikol (EG) yang tak sengaja dikonsumsi oleh seseorang.

Kegunaan Fomepizole sebagai penawar sudah dipublikasikan oleh banyak artikel ilmiah. Salah satunya yakni Treatment of patients with ethylene glycol or methanol poisoning: focus on fomepizole oleh Bruno Mégarbane pada 2010 lalu.

Etilen glikol (EG) dan metanol bertanggung jawab atas keracunan yang mengancam jiwa. Fomepizole, inhibitor enzim Alcohol dehydrogenase (ADH), adalah penangkal yang efisien dan ampun dalam mencegah atau mengurangi kadar EG beracun dan metabolisme metanol.

Fomepizole diindikasikan sebagai penangkal senyawa pelarut etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG) atau keracunan metanol. Selain itu, obat ini disarankan ketika seseorang diduga mengonsumsi EG/DEG/metanol. Baik secara sadar atau dalam kombinasi dengan hemodialisis.

Meskipun tidak ada penelitian yang membandingkan kemanjurannya dengan etanol, Fomepizole direkomendasikan sebagai penangkal utama dalam pertolongan pertama. Pengobatan harus dimulai sesegera mungkin, berdasarkan riwayat dan temuan awal termasuk asidosis metabolik anion gap, sambil menunggu pengukuran konsentrasi alkohol.

Pemberiannya mudah (dosis pemuatan 15 mg/kg, baik intravena atau oral, tidak tergantung pada konsentrasi alkohol, diikuti dengan dosis 10 mg/kg intermiten setiap 12 jam sampai konsentrasi alkohol <30 mg/dL).

Dilansir oleh Drugbank, Fomepizole biasanya diberikan lewat cairan infus, dan dosisnya untuk tiap pasien berbeda satu sama lain. Pemberian dosis awal yakni 15 mg/kg berat badan (BB). Jumlah dosis selanjutnya adalah 10 mg/kg BB per 12 jam selama 48 jam. Lalu 15 mg/kg BB per 12 jam.

Cara kerja Fomepizole sendiri adalah mengubah senyawa pelarut etilen glikol menjadi glikoaldehida. Senyawa tersebut kemudian mengalami oksidasi menjadi glikolat, oksalat dan glioksalat. Dua senyawa pertama bertanggung jawab atas asidosis metabolik dan kerusakan ginjal akubat toksisitan etilen glikol.

Kalsium oksalat, yang berasal dari oksidasi EG berturut-turut, dapat mengendap di jaringan, terutama di tubulus ginjal yang mengakibatkan gagal ginjal akut. Asam format, yang berasal dari oksidasi metanol, bertanggung jawab atas kerusakan retina dan saraf optik yang mengakibatkan gangguan penglihatan yang reversibel.

Dengan pemberian lebih awal, fomepizole mencegah gagal ginjal terkait EG dan cedera visual dan neurologis terkait metanol. Ketika diberikan sebelum timbulnya asidosis yang signifikan atau cedera organ, fomepizole dapat meniadakan kebutuhan untuk hemodialisis.

Ketika dialisis diindikasikan, infus kontinu 1 mg/kg/jam harus diberikan untuk mengkompensasi eliminasinya. Efek samping jarang serius dan dengan kejadian yang lebih rendah daripada etanol. Fomepizole dikontraindikasikan jika alergi terhadap pirazol.

Obat ini berkhasiat dan aman pada populasi anak-anak, tetapi tidak dianjurkan selama kehamilan. Kesimpulannya, Gomepizole adalah penangkal lini pertama yang efektif dan aman untuk keracunan EG dan metanol.

Di sisi lain, terdapat beberapa penatalaksanaan yang direkomendasikan, meliputi:

  • Perawatan suportif;
  • Natrium bikarbonat untuk mengoreksi asidosis metabolik, untuk meningkatkan eliminasi glikolat dan format ginjal, dan untuk menghambat pengendapan kristal kalsium oksalat;
  • penangkal, seperti substrat ADH kompetitif (etanol) atau inhibitor (fomepizole) untuk memblokir metabolisme ADH dari alkohol beracun;
  • Dialisis untuk menghilangkan alkohol dan metabolit toksiknya, untuk memperbaiki asidosis, dan, dalam kasus keracunan metanol, untuk mempersingkat masa rawat inap.

Dalam kasus paparan EG atau metanol, pasien harus segera dirujuk ke unit gawat darurat, atau konsultasi dengan ahli toksikologi medis. Fasilitas yang dapat dengan cepat mendapatkan pengukuran kadar racun konsentrasi alkohol dan memiliki terapi penawar yang tersedia, lebih diutamakan.

Tentang Fomepizole Sang Penawar Racun

Fomepizole (4-methylpyrazole) adalah inhibitor kompetitif yang kuat dari ADH (afinitas >8000 kali lebih tinggi daripada etanol) dengan toksisitas terbatas. Fomepizole berinteraksi dengan elemen seng ADH dan koenzim nikotinamida-adenin dinukleotida, mencegah ikatannya dengan alkohol beracun.

Sifat biokimia dari ADH dari liver manusia serta perannya dalam EG dan metabolisme metanol telah diteliti sejak tahun 1964. Sementara pada tahun 1969, para peneliti mulai mencari inhibitor ADH yang kuat. Hasilnya, ditemukan bahwa Fomepizole menghambat aktivitas ADH di hepatosit manusia.

Pada 1970-an, R. Blomstrand dan H. Theorell pertama kali meneliti efek Fomepizole pada sukarelawan manusia, denga tujuan untuk mempelajari konsekuensinya terhadap efek biologis etanol.

Pada 1980-an, D. Jacobsen meneliti keamanan pemberian dosis Fomepizole berulang pada manusia. Sejak saat itu, Fomepizole digunakan di Prancis untuk kasus keracunan EG dan metanol.

Di Amerika Serikat sendiri, Fomepizole baru mendapat persetujuan penggunaan dan pemasaran dari FDA pada tahun 1997 untuk pengobatan keracunan. Dan kemudian perluasan penggunaan untuk kasus keracunan metanol pada 2000. Dan pada 1999 dan 2001, dua hasil uji klinis prospektif tentang kemanjuran Fomepizole dalam kasus keracunan alkohol diterbitkan.

Mengurai Kandungan Fomepizole

Volume distribusi Fomepizole berada pada kisaran 0,6-1,0 l/kg dan ikatan protein plasmanya rendah. Fomepizole memiliki empat metabolit : 4-hydroxymethylpyrazole, satu-satunya metabolit aktif, dengan sekitar 1/3 potensi senyawa induk, 4-carboxypyrazole, dan konjugat glukuronida dari kedua metabolit.

Fomepizole hampir seluruhnya dieliminasi oleh metabolisme hati yang jenuh, dengan Km 0,94 mol/L, konsentrasi selalu terlampaui secara nyata selama penggunaan terapeutik. Konsentrasi plasma efektif minimum yang diterima saat ini, berasal dari penelitian yang menilai penghambatan lengkap akumulasi format pada monyet keracunan metanol, adalah 10 mol /L (= 0,8 g/mL).

Dalam sebuah srudi, disebut bahwa penghambatan lengkap dicapai dalam setiap kasus, dengan konsentrasi Fomepizole plasma melebihi 10 mol/L. Karena itu, meski sebagian besar diberikan melalui rute intravena alias suntikan, Fomepizole cepat dan hampir sepenuhnya diserap secara oral, menghasilkan tingkat darah yang hampir identik serta waktu yang identik di atas konsentrasi target 10 mol/L dengan kedua rute.

Eliminasi adalah dicirikan oleh kinetika orde nol nonlinier yang bergantung pada dosis, dengan laju 4-15 mol/L/h. Keempat metabolit hadir dalam urin, dengan dominasi 4-karboksipirazol.

Berdasarkan penelitian pada hewan, bahkan dosis tunggal dapat menginduksi sitokrom P450 2E1, menghasilkan peningkatan tingkat eliminasinya sendiri dalam jangka waktu yang singkat (setelah 48 jam pemberian).

Namun, mekanisme pasti dari autoinduksi tersebut masih belum jelas. Padahal, mekanisme yang didasarkan pada modifikasi pasca-translasi (stabilisasi atau translasi protein) tampaknya lebih mungkin ketimbang peningkatan transkripsi sintesis enzim.

Ketika dikaitkan dengan etanol, dosis terapeutik Fomepizole ditunjukkan pada sukarelawan manusia, untuk menghasilkan pengurangan 40% dalam tingkat eliminasi etanol. Penanganan awal keracunan EG dengan Fomepizole secara signifikan memperpanjang toksisitas neurobehavioral etanol pada percobaan menggunakan tikus.

Fomepizole sudah diakui secara luas adalah penangkal pertama yang efektif dan aman dalam mencegah atau mengurangi toksisitas EG. Tapi masih ada masalah yang dihadapi yakni ketersediaannya di negara berkembang seperti Indonesia karena bisa dibilang langka.

Sementara itu, terapi antidot tanpa hemodialisis efektif pada kasus tertentu dari keracunan tanpa komplikasi, masih perlu penelitian lebih jauh agar bisa menentukan indikasi hemodialisis terkait secara jelas.


Referensi :

  • Mégarbane B. (2010). Treatment of patients with ethylene glycol or methanol poisoning: focus on fomepizole. Open access emergency medicine : OAEM, 2, 67–75.
  • Buchanan, J. A., Alhelail, M., Cetaruk, E. W., Schaeffer, T. H., Palmer, R. B., Kulig, K., & Brent, J. (2010). Massive ethylene glycol ingestion treated with fomepizole alone-a viable therapeutic option. Journal of medical toxicology : official journal of the American College of Medical Toxicology, 6(2), 131–134.
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaIndonesia 2030: Mungkinkah Menjadi Wilayah Bebas Malaria?

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar