sejawat indonesia

Glukosamin Dan Kondroitin Sulfat, Seberapa Efektif Obat Ini Dalam Penatalaksanaan Osteoarthritis?

Osteoarthritis (OA) merupakan salah satu bentuk artritis yang sering ditemukan di masyarakat. Penyakit ini bersifat kronis dan berdampak besar dalam kesehatan masyarakat. Proses penyakitnya tidak hanya mengenai rawan sendi, namun dapat juga mengenai seluruh sendi, termasuk daerah tulang subkondral, ligamentum, kapsul, jaringan sinovial, serta jaringan ikat periartikluar. Pada stadium lanjut, rawan sendi akan mengalami kerusakan yang ditandai dengan fissura dan ulserasi yang dalam pada permukaan sendi. Osteoarthritis adalah salah satu penyumbang terbesar insiden kelumpuhan dan gangguan pergerakan sendi. Data dari WHO menunjukkan 9.6% laki-laki dan 18.0% wanita diatas usia 60 tahun memiliki OA simptomatik. Terdapat sekitar 30 juta penduduk di Amerika Serikat yang memiliki OA, sedangkan terdapat 8 juta penduduk di Inggirs yang mengalami OA. Sampai sekarang belum terdapat guideline internasional yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam penatalaksanaan OA. Penatalaksanaan yang biasa diberikan berupa farmakologis (obat anti inflamasi nonsteroid dan steroid), nonfarmakologis (fisioterapi, terapi okupasional, penurunan berat badan, dan latihan fisik), terapi alternatif (akupuntur) dan metode bedah pada OA tahap lanjut. Kondroitin sulfat (KS) merupakan salah satu glikosaminoglikan yang dapat ditemukan pada kartilago dan matriks ekstraselular sendi. Penggunaannya dapat bermanfaat secara klinis dalam menangani OA simtomatik yang terjadi pada jari, lutut, sendi panggul, punggung bawah, dan sendi lainnya melalui efek anti-inflamasi dari obat ini. Obat ini juga bekerja dengan cara menjaga integritas struktural sendi, dan homeostasis sendi, sehingga mencegah kerusakan pada sendi. Obat ini sering di kombinasi dengan glukosamin untuk tatalaksana OA. Efek anti-inflamasi dari CS secara in vitro telah dibuktikan melalui inhibisi sintesis berbagai macam substansi pro-inflamasi seperti NO (nitric oxide), COX-2 (cyclooxygenase 2), microsomal prostaglandin synthase 1 (mPGES)-1, dan prostaglandi E2 (PGE2). Efek anti-inflamasi dari CS juga telah dilihat secara in vivo, yaitu dengan mencegah sinovitis yang di induksi oleh kolagen dan menurunkan ekspresi sitokin pro-inflamasi interleukin 6 (IL-6) pada sampel tikus. KS juga ditemukan memiliki efek anti oksidan secara in vitro pada sel fibroblast kulit manusia, dan secara in vivo pada produksi kolagen yang menginduksi arthrtitis. KS memberikan proteksi terhadap efek hidrogen peroksida dan anion superoksida. Kondroitin biasanya diberikan secara oral dengan dosis 800-1200 mg/hari yang secara aktif di absorbsi oleh sistem gastrointestinal. Kondroitin sulfat telah direkomendasikan penggunaannya oleh OARSI (Osteoarthritis research society international) dan EULAR (European League Against Rheumatism) untuk tatalaksana OA lutut. OARSI merekomendasikan kondroitin sulfat sebagai terapi OA karena efek perbaikan klinis dan efek perbaikan struktur sendi. Namun, OARSI juga merekomendasikan untuk memberhentikan obat ini jika tidak ada perbaikan klinis klinis dalam waktu 6 bulan setelah konsumsi obat. Efek perbaikan struktur sendi terhadap pemberian kondrotin telah banyak diteliti. Studi terbaru oleh kahen et al (2009) dengan konsumsi kondroitin sulfat selama 2 tahun menunjukkan adanya pencegahan terjadinya penyempitan celah sendi dibandingkan dengan kelompok placebo. Walaupun kondroitin sulfat memiliki efek moderat dalam perbaikan nyeri dan fungsional sendi pada pasien OA, obat ini dapat menjadi salah satu pertimbangan terapi. Bahkan, beberapa guideline menyarankan pemberian obat ini pada kasus OA. Keuntungan klinis dari obat ini adalah dapat dipakai pada semua golongan terutama pada pasien lansia dengan komorbid. Glukosamin sulfat (GS) adalah aminosakarida yang merupakan substrat yang penting dalam pembentukan rantai glikosaminoglikan, produksi agrekan dan proteoglikan lain di kartilago sendi. Oleh karena fungsinya yang penting, agrekan berperan dalam memberikan sifat hidrofilik sendi. Produksi agrekan yang tinggi juga memberikan manfaat pada progresifitas kasus OA. Efek kondroprotektor dari glukosamin dalam tubuh manusia adalah dengan stimulasi langsung kondrosit, serta menjaga agar tidak terjadi proses degradatif di dalam tubuh melalui perubahan ekspresi genetik. Namun, sampai saat ini mekanisme pasti glukosamin dalam tubuh belum diketahui. Secara in vitro glukosamin sulfat (GS) dapat menekan produksi prostaglandin E2 (PGE2), dan konsumsi jangka panjang dari obat ini dapat menurunkan destruksi kartilago sendi. Glukosamin dapat mencegah proses demetilasi yang di induksi oleh sitokin sehingga menurunkan ekspresi IL1B. Pada OA diduga terjadi peningkatan turn over protein struktural, dimana katabolisme lebih dominan dibandingkan proses sintesis pada sendi. Dari beberapa mekanisme ini, peneliti menduga glukosamin menghambat proses anabolik (anti-anabolik) maupun katabolik (anti-katabolik)  sehingga menimbulkan efek terapeutik terhadap osteoarthritis. Selama 20 tahun terakhir, beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat manfaat perbaikan terhadap nyeri dan fungsi sendi pada pasien OA yang diberikan glukosamin. Beberapa penelitian tersebut menemukan bukti bahwa pemberian glukosamin oral dengan dosis 1500 mg/hari secara nyata memperbaiki klinis dan fungsionalitas sendi pasien yang menderita osteoarthritis. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa glukosamin sulfat dapat mencegah penyempitan celah sendi sehingga menurunkan indikasi kasus yang membutuhkan pembedahan pada pasien dengan osteoarthritis ringan hingga sedang. Efektivitas dan keamanan penggunaan GS telah di uji di beberapa penelitian acak terkontrol dengan menggunakan sampel penderita OA, terutama pada OA lutut dan tulang belakang. Sebuah penelitian membandingkan penggunaan injeksi GS intramuskular pada OA lutut (dosis 400 mg 2x seminggu selama 6 minggu) dengan placebo (n=155). Setelah terapi dihentikan selama 2 minggu, terdapat penurunan jumlah indeks Lequesne (indeks sistem penilaian terhadap nyeri dan fungsi untuk menilai secara dini apakah pasien perlu untuk operasi penggantian sendi atau tidak) pada pasien yang diberikan glukosamin dibandingkan plasebo. Adanya respon positif (pasien dengan penurunan indeks lequesne sebanyak 3 poin) didapatkan pada pasien yang diberikan glukosamin dibandingkan pasien plasebo.  
Referensi
- Henrotin Y. Mathy M, Sanchez C. Chondroitin Sulfate in the Treatment of Osteoarthritis : From in Vitro Studies to clinical recommendations
- Osteoarthritis : care and management in adults. 2014. Diakses dari https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25340227/
- Reginster JY, Neuprez A, Lecart MP. Role of glucosamine in the treatment for osteoarthritis. Rheumatology international. 2012
- Kahan A, Uebelhart D, Vathaire F. Long term effect of chondroitin 4 and 6 sulfate on knee osteoarthritis. Arthritis Rheum. 2009.
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaSeberapa Besar Peranan Probiotik dan Prebiotik Dalam Pencegahan Insiden Kanker Kolorektal?

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar