sejawat indonesia

Infeksi Hepatitis B pada Ibu Hamil: Screening, Diagnosis hingga Tatalaksana

Infeksi Hepatitis B (HBV) merupakan masalah kesehatan masyarakat global yang menyebabkan beban penyakit tinggi di seluruh dunia. Hingga saat ini, virus tersebut masih menjadi endemik di beberapa belahan dunia. Diperkirakan 257 juta orang di seluruh dunia terinfeksi virus Hepatitis B kronis.

Jue Liu et. al. dalam penelitiannya dengan pendekatan kesehatan masyarakat menyatakan bahwa penularan dari ibu ke anak merupakan cara utama infeksi HBV. Sehingga, mencegah penularan dari ibu ke bayi merupakan cara utama dalam meredakan tingginya infeksi HBV. Secara mekanisme transmisi vertikal atau penularan dari ibu ke bayi melalui paparan darah perinatal. 

Oleh karena tingginya angka penularan Hepatitis B dari ibu ke anak, WHO melakukan pembaruan rekomendasi untuk mencegah penularan virus secara vertikal dalam pedoman terbaru yang terbit pada tahun 2020 lalu.

Dalam rekomendasi tersebut, WHO menganjurkan semua bayi yang baru lahir menerima dosis pertama vaksin Hepatitis B sesegera mungkin setelah lahir, sebaiknya kurang dari 24 jam post-partum. Dosis kelahiran diikuti oleh dua atau tiga dosis vaksin pada vaksinasi selanjutnya, setidaknya empat minggu setelah vaksinasi pertama untuk menyelesaikan tahapan primer. 

Vaksinasi terhadap Hepatitis B yang dimulai setelah lahir merupakan dasar dari pencegahan prenatal dan horizontal penularan HBV. Dalam Pedoman WHO tahun 2015 untuk pencegahan, perawatan dan pengobatan orang dengan infeksi Hepatitis B kronis, tidak ada rekomendasi yang dibuat dalam penggunaan terapi antivirus tambahan untuk mencegah penularan dari ibu ke anak.

Hal ini disebabkan masih terbatasnya basis bukti, kualitas yang rendah dalam beberapa penelitian, serta kurangnya konsensus mengenai implikasi program dari kebijakan untuk penggunaan antivirus yang lebih luas pada kehamilan.

Juga, studi epidemiologi dan pemodelan menunjukkan bahwa vaksinasi bayi saja tidak cukup untuk mencapai tujuan prevalensi HBsAg 0,1% pada anak-anak di tahun 2030. Sehingga juga diperlukan profilaksis peripartum. 

Berikut adalah tahapan dalam mereduksi tingginya infeksi virus Hepatitis B :

Pencegahan

World Health Organization (WHO) dalam visinya tahun 2030 ingin menghilangkan endemik Hepatitis B, dengan cara mereduksi infeksi HbsAG+ pada bayi. Oleh karena itu, WHO menerbitkan suatu algoritma (Gambar 1)  dalam melakukan intervensi kepada ibu dan bayi untuk pencegahan penularan secara vertikal serta penilaian kelayakan ibu untuk mendapatkan pengobatan selanjutnya.


(Gambar 1 Algoritma intervensi ibu dan bayi untuk pencegahan penularan dari ibu ke anak dan dan penilaian kelayakan ibu untuk pengobatan.)


Baca Juga :


Screening

Skrining infeksi HBV selama kehamilan untuk mengidentifikasi wanita yang bayinya berisiko mendapatkan transmisi perinatal. Data dari sampel yang representatif secara nasional menunjukkan prevalensi infeksi HBV ibu dari 85,8 kasus per 100.000 sampel dari tahun 1998 hingga 2011 (0,09% persalinan tunggal lahir hidup di Amerika Serikat).

Meskipun ada pedoman untuk vaksinasi HBV bayi universal, tingkat kematian ibu dengan Infeksi HBV tetap meningkat setiap tahun sebesar 5,5% sejak tahun 1998. Infeksi HBV kronis dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas jangka panjang dengan predisposisi sirosis hati dan  kanker hati. 

U.S Preventive Services Task Force (USPSTF) 2020 merekomendasikan screening untuk infeksi hepatitis B pada wanita hamil pada kunjungan pertama pemeriksaan kandungan (Tabel 1).



USPSTF menemukan bukti yang meyakinkan bahwa skrining prenatal universal untuk infeksi HBV secara substansial mengurangi transmisi perinatal HBV dan perkembangan selanjutnya dari penyakit kronis infeksi HBV.

USPSTF menemukan bukti yang memadai bahwa vaksinasi semua bayi terhadap HBV infeksi dan memberikan profilaksis pasca pajanan dengan Hepatitis B Immunoglobulin (HBIG) saat lahir dari bayi dari ibu yang terinfeksi HBV secara substansial mengurangi risiko akuisisi Infeksi HBV pada bayi.

Penatalaksanaan pada Ibu Hamil

Pasien dengan sirosis yang menerima Antiviral Therapy (AVT) harus tetap menggunakan AVT selama kehamilan dan setelah melahirkan. Pada pasien dengan HBV kronis yang sebelumnya tidak menggunakan AVT:

1. Wanita hamil yang dinyatakan memenuhi indikasi standar untuk pengobatan infeksi HBV, termasuk Flare HBV (sering didiagnosa sebagai hepatitis akut), harus diperlakukan/ditatalaksana sebagai wanita tidak hamil.

2. Pengobatan dengan AVT direkomendasikan pada trimester ketiga pada  wanita hamil dengan HBsAg+ dan perempuan hamil dengan HBV DNA >200,000 IU/mL untuk mengurangi risiko penularan dari ibu ke bayi. Pengobatan biasanya dimulai pada usia kehamilan 28-32 minggu dengan tenofovir (lebih banyak digunakan) atau telbivudine.

3. Pengobatan diindikasikan untuk HBV akut pada kehamilan, bila ALT >5x. 

Penghentian AVT saat melahirkan atau dalam periode postpartum 4 sampai 12 minggu pada wanita:
  1. Tanpa peningkatan ALT.
  2. Tanpa fibrosis atau sirosis hati yang sudah ada sebelumnya.
  3. Seperti yang diindikasikan untuk manfaat klinis wanita tersebut.
  4. Setelah penghentian, lanjutkan pemantauan ketat setiap 3 bulan selama 6 bulan. Selanjutnya, ikuti rutinitas protokol manajemen untuk infeksi HBV kronis pada pasien tidak hamil.

Imunoprofilaksis Bayi pada Bayi yang Lahir dengan HBsAg+

Ibu (atau status tidak diketahui) : dosis pertama vaksin HBV dan HBIG harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah melahirkan dan dua dosis vaksin tambahan dalam periode 6 hingga 12 bulan.

Kehamilan dan menyusui untuk AVT menggunakan registri Kehamilan Antiretroviral:

1. Entecavir : Kontraindikasi pada kehamilan karena potensi karsinogenik, ditemukan pada penelitian dengan objek kajian hewan.

2. Telbivudine : Data yang tersedia tidak menunjukkan peningkatan risiko keseluruhan untuk cacat lahir yang utama. Kehadirannya dalam ASI atau efek pada bayi yang disusui belum diketahui.

3. Lamivudine : Data yang tersedia tidak menunjukkan peningkatan risiko cacat lahir secara keseluruhan. Namun, efeknya pada bayi yang disusui tidak diketahui.

4. Tenofovir : Untuk TDF, data yang tersedia tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap keseluruhan risiko cacat lahir mayor. Ini hadir dalam ASI manusia. Tapi, efeknya pada bayi yang disusui tidak diketahui. TDF dikaitkan dengan kerugian kepadatan mineral tulang pada bayi dan cedera ginjal pada ibu, butuh pemantauan ketat. TAF telah ditingkatkan profil keamanan kepadatan mineral tulang dan fungsi ginjal. Kendati demikian, saat ini, tidak ada rekomendasi klinis yang memandu penggunaannya pada kehamilan.

Standarisasi jalur manajemen perempuan hamil dengan Hepatitis B dan bayinya berdasarkan pedoman nasional diperlukan untuk meningkatkan perawatan yang diberikan di seluruh sektor, dan audit yang ketat harus dilaksanakan.

Sehingga perempuan yang hidup dengan Hepatitis B memiliki pengalaman positif dari perawatan Hepatitis B baik antenatal maupun postpartum, terutama mengenai jaminan kesehatan bayi, kesehatan ibu sendiri dan pentingnya pemantauan berkelanjutan.

Cari tahu cara penanganan penyakit Hepatitis pada ibu yang sedang mengandung bersama ahlinya melalui Live CME Hepatitis pada Ibu Hamil.


Penulis : Suci Sasmita, S.Ked

Referensi :

Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaPeneliti Temukan Virus Penyebab Varicella dan Herpes Bisa Picu Alzheimer

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar