Ketika Pasien Menyapa Anda tanpa Gelar 'Dokter'
Teman Sejawat, apa yang Anda rasakan jika seseorang, khususnya pasien, menyapa Anda tanpa gelar ‘Dokter’ atau ‘Dok’ dan malah memanggil Anda dengan nama depan Anda?
Jika Anda seorang dokter perempuan, kemungkinan besar, Anda mungkin merasa kurang dihargai.
***
Percakapan tentang kesehatan melibatkan sejumlah besar informasi pribadi dan terkadang sensitif. Di masa ketika hubungan dokter-pasien mulai berubah dari apa yang kita temui di masa sebelumnya, pasien semakin memilih gaya komunikasi yang lebih santai, yang mengarah pada lingkungan di mana mereka merasa didengarkan dan dipahami.
Secara historis, hubungan dokter-pasien telah menjadi salah satu penghormatan, dibangun di atas tingkat kepercayaan dan rasa hormat tertinggi. Gelar "Dokter" melambangkan pengetahuan dan pemahaman mendalam tentang tubuh dan pikiran manusia. Itu membawa serta beban akademik dan profesional selama bertahun-tahun, serta tingkat otoritas dalam masyarakat. Ini sering menempatkan dokter dalam posisi dominan dalam hubungan pasien-dokter, berkontribusi pada ketidakseimbangan kekuatan yang dirasakan.
Namun, kita menyaksikan perubahan signifikan. Semakin banyak penelitian menunjukkan bahwa menghilangkan hambatan dan menciptakan komunikasi yang lebih setara dapat meningkatkan hasil perawatan pasien.
Ketika seorang pasien menggunakan nama depan dokter dalam sapaan, itu mungkin melambangkan langkah menuju pijakan yang lebih setara. Ini juga dapat mencerminkan keinginan untuk pendekatan perawatan kesehatan yang lebih personal dan empatik. Pasien, bagaimanapun, adalah seorang individu dengan pengalaman, perasaan, dan ketakutan yang unik. Mereka menginginkan hubungan yang terbuka, hangat, dan empati dengan penyedia layanan kesehatan mereka, hubungan yang memfasilitasi pengertian, kasih sayang, dan kepercayaan.
Selain itu, penggunaan nama depan dapat mempromosikan humanisasi profesional medis. Dokter bukanlah makhluk yang sempurna tetapi manusia yang memiliki kekuatan, kelemahan, dan emosi. Menyadari kenyataan ini dapat berkontribusi pada sikap yang lebih memahami dan memaafkan terhadap kesalahan manusia yang tak terhindarkan dalam praktik medis.
Dari sudut pandang dokter, dipanggil dengan nama depan mereka dapat menciptakan suasana yang lebih informal, mendorong percakapan yang jujur, dan meningkatkan kerja sama.
Namun, hal itu juga dapat mengaburkan batasan profesional bagi sebagian orang, dan dokter mungkin tidak selalu merasa nyaman dengan informalitas ini. Khususnya bagi dokter perempuan.
Potensi Bias Gender
Artikel yang diterbitkan dalam Canadian Medical Association Journal tersebut mengungkap bahwa dalam situasi medis secara langsung, pasien sering memanggil dokter perempuan sebagai “Honey” atau “Baby” (di Indonesia mungkin menggunakan sapaan berbeda) dan menganggap mereka tidak berpengalaman.
Dinamika komunikasi ini tetap ada ketika pasien berinteraksi dengan dokter mereka melalui pesan elektronik juga.
Studi JAMA Network Open meninjau pesan elektronik yang dikirim oleh pasien Mayo Clinic ke dokter mereka melalui sistem rekam medis elektronik.
Setelah disesuaikan dengan jenis kelamin pasien, pesan yang dikirim oleh orang lain atas nama pasien, dan usia, gelar, tingkat, dan spesialisasi dokter, peneliti menemukan bahwa dokter perempuan, dua kali lebih mungkin dipanggil dengan nama depan mereka daripada pria.
Para peneliti berkomentar bahwa ketika gelar dokter tak lagi digunakan, baik oleh pasien atau rekan profesional, itu berdampak negatif pada dokter tersebut. Ini menyampaikan kurangnya rasa hormat, serta mengurangi formalitas hubungan dokter-pasien dan pengaturan medis.
Mengatasi bias pasien
Jika seorang pasien memanggil Anda dengan nama depan Anda di klinik atau di Rumah Sakit, dan Anda lebih suka mereka memanggil Anda "Dokter", ada beberapa tindakan yang dapat Anda lakukan. Hal ini sangat penting bagi dokter perempuan, yang sering mendapatkan pelecehan dan diremehkan kompetensinya.
Menurut artikel Canadian Medical Association Journal, hal-hal berikut dapat dilakukan:
-
Segera atasi komentar yang keliru. Sampaikan dengan terus terang. Jika seorang pasien mengabaikan gelar dokter Anda, tawarkan untuk menuliskannya di suatu tempat di mana mereka tidak dapat melewatkannya. Ini adalah cara yang efisien untuk menghindari pelepasan hak di masa mendatang.
-
Tegur pasien dengan lembut dan ramah. Untuk pasien yang merujuk Anda dengan gelar lain, tanggapi dengan sopan dengan pernyataan klarifikasi, seperti, "Terima kasih atas pujiannya—tetapi sebagai dokter Anda, saya harap Anda menganggap keterampilan medis saya sama baiknya."
-
Tetapkan batasan yang melarang penghinaan seksis. Anda punya otoritas dalam interaksi dengan pasien. Sudah jadi hak Anda untuk menetapkan batasan yang mengidentifikasi dan mengakhiri komentar seksis.
-
Minta rekan pria untuk mendukung Anda. Ketika pasien keliru menyebut jabatan atau peran Anda, minta rekan pria Anda untuk menunjukkan solidaritas dengan mengoreksi pasien dan mengklarifikasi bahwa Anda adalah seorang dokter.
***
Namun, terlepas dari itu, tujuan akhir tetap tidak berubah: untuk mengembangkan lingkungan pelayanan kesehatan yang mendorong komunikasi, empati, dan saling menghormati. Apakah kita menggunakan gelar atau nama depan, esensi dari praktik medis harus menjadi perawatan holistik pasien, menghormati individualitas mereka, dan memberi mereka perawatan sebaik mungkin.
Pergeseran menuju pendekatan yang lebih informal untuk menyapa dokter melambangkan keinginan masyarakat untuk hubungan perawatan kesehatan yang lebih terbuka, empati, dan adil.
Saat bidang ini terus berkembang, sangat penting untuk diingat bahwa pilihan kata harus selalu memfasilitasi hubungan dokter-pasien, berfungsi sebagai jembatan, bukan penghalang. Penggunaan gelar atau nama depan harus mencerminkan kebutuhan individu dan tingkat kenyamanan semua pihak yang terlibat, mempromosikan lingkungan perawatan kesehatan yang penuh kepercayaan, rasa hormat, dan pengertian.
Referensi:
-
Harvey JA, Butterfield RJ, Ochoa SA, et al. Patient use of physicians’ first (given) name in direct patient electronic messaging. JAMA Network Open. 2022;5(10):e2234880.
-
Manzoor F, Redelmeier DA. Sexism in medical care: “Nurse, can you get me another blanket?” CMAJ. 2020;192(5):E119–E120.
Log in untuk komentar