sejawat indonesia

Mengapa Dokter Harus Membersihkan Akun Media Sosialnya?

Media sosial dapat menjadi cara yang bermanfaat untuk tetap berhubungan dengan orang-orang, sekaligus bisa menjadi jalan bagi dokter untuk mengadvokasi isu-isu penting, terutama dalam hal menghentikan penyebaran informasi yang salah yang bisa berbahaya bagi pasien dan komunitas medis.

Meskipun memiliki banyak manfaat potensial, media sosial pun dapat merusak karier dan kehidupan pribadi dokter.

Tinjauan sistematis yang diterbitkan dalam Journal of Medical Internet Research mempelajari prevalensi kesalahan informasi kesehatan di media sosial. Beberapa studi dalam ulasan tersebut mencatat menemukan informasi yang keliru hingga 87%.

Dokter memiliki kesempatan unik untuk mengedukasi masyarakat melalui media sosial. Ada kebutuhan bagi para profesional medis dengan informasi yang akurat untuk melawan banjir misinformasi dan disinformasi yang merembes ke media sosial.

Tetapi, Dokter juga harus berhati-hati tentang apa yang pernah dibagikan secara online. Khususnya, terkait postingan-postingan lama di media sosial. Jadi, mungkin sudah waktunya untuk melakukan review dan bersih-bersih di akun media sosial.

Aturan praktis yang baik untuk diingat oleh dokter saat membersihkan akun media sosial atau memposting konten baru apa pun adalah dengan mempertimbangkan apakah mereka merasa nyaman dengan pasien atau Teman Sejawat yang melihatnya.

Tujuannya bukan untuk menyembunyikan semua jejak, tetapi untuk berhati-hati dan memastikan apa pun yang diposting, bagikan ulang, sukai, atau komentari tidak dapat dianggap menyinggung oleh siapa pun. Banyak orang, termasuk profesional kesehatan dan pasien, dapat tersinggung dengan postingan yang mungkin dimaksudkan untuk menjadi sebuah lucu-lucuan belaka.

Berikut adalah beberapa tips untuk melakukan pembersihan media sosial:

  • Cari diri Anda sendiri di Google. Lihatlah apa yang muncul; kemudian periksa setiap akun media sosial yang Anda kendalikan setidaknya 5 tahun yang lalu dan hapus apa pun yang dianggap kontroversial.
  • Ubah pengaturan Anda menjadi privat.
  • Telusuri pengikut atau daftar teman Anda dan hapus siapa pun yang tidak ingin Anda kaitkan.
  • Pertimbangkan untuk membuat akun pribadi dan profesional/publik yang terpisah melindungi informasi pribadi Anda.

Sangat mudah bagi orang lain untuk kembali menelusuri masa lalu Anda di Internet, lalu mencari kesalahan yang pernah Anda buat. Dan meskipun setiap orang bisa berubah, postingan masa lalu tetap berpotensi membahayakan integritas, karir masa depan, atau perjalanan akademik Anda.

Melakukan bersih-bersih di media sosial berarti menelusuri postingan lama di akun media sosial dan menghapus apa pun yang berpotensi merusak. Ini termasuk foto yang tidak pantas, postingan tentang politik, agama, atau topik apa pun yang mungkin dianggap kontroversial. Bahkan, termasuk postingan yang mungkin akan dianggap salah atau menyinggung seseorang harus dihapus, karena pasien sering mencari dokter mereka secara online.

Seorang dokter juga patut menghilangkan tag foto kiriman mana pun yang mungkin dianggap tidak pantas. Membebaskan diri dari anggapan terafiliasi dengan kelompok atau kegiatan tertentu.

Menghapus atau melakukan bersih-bersih akun Media Sosial, mungkin akan memakan waktu berjam-jam, tapi menyisihkan waktu untuk itu adalah sesuatu yang tidak akan sia-sia demi kelancaran karir dan keprofesian Anda.

Dokter dan Media Sosial

Panduan Media Sosial dan Tenaga Kesehatan di Indonesia diatur lewat Fatwa Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) dalam Surat Keputusan Nomor 029/PB/K/MKEK/04/2021.

Ada 13 poin yang diatur di dalamnya:

  • Dokter harus sepenuhnya menyadari sisi positif dan negatif dari aktivitas media sosial dalam keseluruhan upaya kesehatan dan harus menaati peraturan perundangan yang berlaku.
  • Dokter selalu mengedepankan nilai integritas, profesionalisme, kesejawatan, kesantunan, dan etika profesi pada aktivitasnya di media sosial.
  • Penggunaan media sosial sebagai upaya kesehatan promotif dan preventif bernilai etika tinggi dan perlu diapresiasi selama sesuai kebenaran ilmiah, etika umum, etika profesi, serta peraturan perundangan yang berlaku.
  • Penggunaan media sosial untuk memberantas hoax atau informasi keliru terkait kesehatan/kedokteran merupakan tindakan mulia selama sesuai kebenaran ilmiah, etika umum, etika profesi, serta peraturan perundangan yang berlaku.

Pada upaya tersebut, dokter harus menyadari potensi berdebat dengan masyarakat. Dalam berdebat di media sosial, dokter perlu mengendalikan diri, tidak membalas dengan keburukan, serta menjaga marwah luhur profesi kedokteran.

Apabila terdapat pernyataan yang merendahkan sosok dokter, tenaga kesehatan, maupun profesi/organisasi profesi dokter/kesehatan, dokter harus melaporkan hal tersebut ke otoritas media sosial melalui fitur yang disediakan dan langkah lainnya sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

  • Pada penggunaan media sosial, dokter harus menjaga diri dari promosi diri berlebihan dan praktiknya serta mengiklankan suatu produk dan jasa. Hal ini sesuai dengan SK MKEK Pusat IDI No. 022/PB/K.MKEK/07/2020 tentang Fatwa Etika Dokter Beriklan dan Berjualan Multi Level Marketing yang diterbitkan MKEK Pusat IDI tanggal 28 Juli 2020.
  • Pada penggunaan media sosial untuk tujuan konsultasi suatu kasus kedokteran dengan dokter lainnya, dokter harus menggunakan jenis dan fitur media sosial khusus yang terenkripsi end-to-end dan tingkat keamanan baik, dan memakai jalur pribadi kepada dokter yang dikonsultasikan tersebut atau pada grup khusus yang hanya berisikan dokter.
  • Pada penggunaan media sosial termasuk dalam hal memuat gambar, dokter wajib mengikuti peraturan perundangan yang berlaku dan etika profesi.

Gambar yang dimuat tidak boleh membuka secara langsung maupun tidak langsung identitas pasien, rahasia kedokteran, privasi pasien/keluarganya, privasi sesama dokter dan tenaga kesehatan, dan peraturan internal RS/klinik.

Dalam menampilkan kondisi klinis pasien atau hasil pemeriksaan penunjang pasien untuk tujuan pendidikan, hanya boleh dilakukan atas persetujuan pasien serta identitas pasien seperti wajah dan nama yang dikaburkan.

Hal ini dikecualikan pada penggunaan media sosial dengan maksud konsultasi suatu kasus kedokteran sebagaimana yang diatur pada poin 6.

  • Pada penggunaan media sosial dengan tujuan memberikan edukasi kesehatan bagi masyarakat, sebaiknya dibuat dalam akun terpisah dengan akun pertemanan supaya fokus pada tujuan.

Bila akun yang sama juga digunakan untuk pertemanan, maka dokter harus memahami dan mengelola ekspektasi masyarakat terhadap profesi kedokteran.

  • Pada penggunaan media sosial dengan tujuan edukasi ilmu kedokteran dan kesehatan yang terbatas pada dokter dan atau tenaga kesehatan, hendaknya menggunakan akun terpisah dan memilah sasaran informasi khusus dokter/tenaga kesehatan.
  • Pada penggunaan media sosial dengan tujuan pertemanan, dokter dapat bebas berekspresi sebagai hak privat sesuai ketentuan etika umum dan peraturan perundangan yang berlaku dengan memilih platform media sosial yang diatur khusus untuk pertemanan dan tidak untuk dilihat publik.
  • Dokter perlu selektif memasukkan pasiennya ke daftar teman pada akun pertemanan karena dapat mempengaruhi hubungan dokter-pasien.
  • Dokter dapat membalas dengan baik dan wajar pujian pasien/masyarakat atas pelayanan medisnya sebagai balasan di akun pasien/masyarakat tersebut.

Namun sebaiknya dokter menghindari untuk mendesain pujian pasien/masyarakat atas dirinya yang dikirim ke publik menggunakan akun media sosial dokter sebagai tindakan memuji diri secara berlebihan.

  • Pada kondisi di mana dokter memandang aktivitas media sosial sejawatnya terdapat kekeliruan, maka dokter harus mengingatkannya melalui jalur pribadi.

Apabila dokter tersebut tidak bersedia diingatkan dan memperbaiki perilaku aktivitasnya di media sosial, maka dokter dapat melaporkan kepada MKEK.

Sumber:

  1. Suarez-Lledo V, Alvarez-Galvez J. Prevalence of health misinformation on social media: Systematic review. J Med Internet Res. 2021;23(1):e17187.
  2. Surat Keputusan Nomor 029/PB/K/MKEK/04/2021.
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaKenali Urosepsis: Penyebab Kematian Cepat Non-Cardiac

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar