Mengapa Teori Konspirasi di Dunia Kesehatan Terus Bertahan?
Teori konspirasi marak beredar di dunia kesehatan. Meski bukan hal baru, teori ini telah berkembang pesat di platform media sosial dalam beberapa tahun terakhir—sebagian karena pandemi COVID-19: Satu studi menemukan bahwa misinformasi yang dibagikan di media sosial, bahkan setelah dibantah, berkorelasi dengan orang-orang yang menunda vaksinasi COVID atau menolak vaksinasi secara langsung.
Jadi apa yang membuat sebagian orang tetap percaya pada teori konspirasi kesehatan, bahkan setelah teori tersebut telah dibantah oleh para ahli?
Faktor Kepribadian
Laporan tahun 2023 oleh American Psychological Foundation menemukan bahwa kerentanan orang terhadap teori konspirasi dipengaruhi oleh kombinasi antara ciri-ciri kepribadian dan motivasi. Ini termasuk ketergantungan yang kuat pada intuisi, perasaan antagonisme, dan superioritas terhadap orang lain, serta persepsi yang lebih tinggi terhadap ancaman sekitar.
Penggunaan platform media sosial juga memungkinkan disinformasi kesehatan menyebar, karena tidak adanya pemeriksaan fakta atau kebutuhan bagi influencer terkenal untuk memberikan bukti terhadap klaim mereka.
Namun, seperti yang kita ketahui, konspirasi kesehatan tidak dimulai pada tahun 2021 dengan vaksin COVID. Selama bertahun-tahun, mitos bahwa vaksin anak-anak dapat menyebabkan autisme terus berlanjut, dengan beberapa orang tua memilih untuk tidak memvaksinasi anak-anak mereka sama sekali karena kekhawatiran akan kecurigaan tersebut.
Vaksin menyebabkan autisme?
Konspirasi vaksin autisme dapat ditelusuri kembali ke sebuah studi kasus kecil pada tahun 1998 yang melibatkan 12 anak. Studi tersebut menunjukkan adanya hubungan antara vaksin campak, gondongan, rubella (MMR) dan autisme.
Lancet kemudian menarik kembali artikel tersebut dan para peneliti dinyatakan bersalah atas publikasi palsu yang disengaja.
Studi-studi berikutnya tidak menunjukkan adanya hubungan antara vaksin MMR dan autisme, namun itu tidak berhasil memupus mitos ini untuk tetap hadir di momen-momen vaksinasi.
Vaksin HPV mendorong seks di kalangan anak muda?
Vaksin HPV juga telah menjadi subjek konspirasi. Beberapa orang tua percaya vaksin akan mendorong atau mendukung aktivitas seksual remaja.
Namun, survei yang dilakukan selama beberapa tahun oleh CDC membantah mitos kesehatan ini setelah para peneliti menganalisis apakah remaja yang tinggal di negara bagian dengan vaksin pro-HPV lebih aktif secara seksual, mereka menyimpulkan bahwa hal tersebut adalah sebuah kekeliruan.
Secara umum, tingkat vaksinasi menurun karena pengaruh konspirasi kesehatan—dan penyakit seperti campak, yang dulunya dapat diberantas dengan vaksin, kini muncul kembali. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, kasus campak meningkat sebesar 79% pada tahun 2023 lalu.
HRT meningkatkan risiko penyakit?
Konspirasi kesehatan yang sangat meresahkan dan masih ada adalah kepercayaan bahwa terapi penggantian hormon (HRT) meningkatkan risiko kanker payudara dan penyakit jantung. Mitos tersebut telah membuat pasien menopause takut dan membuat dokter ragu untuk meresepkan HRT kepada pasien mereka.
Kontroversi seputar HRT dimulai pada tahun 2002, ketika Women's Health Initiative (WHI) yang berpusat di AS, menghentikan penelitian mereka karena mereka diduga menemukan bahwa, meskipun HRT memiliki beberapa manfaat, manfaat tersebut dikalahkan oleh peningkatan risiko seperti pembekuan darah, stroke, dan kanker payudara.
Saat ini, penelitian tersebut secara luas dianggap cacat. (Sebagai salah satu contoh, sebuah penelitian tahun 2024 yang diterbitkan dalam JAMA menemukan manfaat HRT untuk pengobatan gejala menopause lebih besar daripada risikonya di kalangan wanita di bawah usia 60 tahun.
Sejak penelitian tersebut pertama kali dipublikasikan, WHI telah mengoreksi dan membalikkan temuan mereka. Namun, kesalahpahaman terus berlanjut, dan sebagai hasilnya, banyak wanita yang mengalami menopause menderita secara diam-diam dengan gejala-gejala yang mungkin muncul karena ketidakseimbangan dan fluktuasi hormon, termasuk kabut otak, hilangnya libido, kecemasan, nyeri sendi, dan banyak lagi.
Banyak ahli telah menganjurkan para dokter untuk berbicara dengan pasien mereka tentang informasi yang sudah ketinggalan zaman dan untuk membahas risiko dan manfaat HRT. Bagi wanita yang lebih muda, manfaat HRT seringkali lebih besar daripada risikonya, terutama bagi mereka yang mengalami gejala menopause yang parah. 80% wanita mengalami gejala yang memengaruhi setiap aspek kehidupan mereka. Pasien dengan gejala-gejala tersebut harus mendapat manfaat dari HRT.
Merasa lebih spesial dari orang lain
Sebuah studi yang dirilis pada tahun 2024 menemukan hubungan antara tingkat dukungan terhadap teori konspirasi dan perasaan lebih layak dari orang lain (sense of entitlement). Sense of entitlement diartikan sebagai perasaan yang menganggap diri lebih layak mendapatkan sesuatu dibanding orang lain.
Peneliti menemukan bahwa orang-orang yang merasa spesial, seringkali tertarik pada teori konspirasi sebagai mekanisme pertahanan diri yang mengancam harga diri mereka. Mereka juga memandang konspirasi sebagai cara untuk membenarkan pelanggaran norma sosial (misalnya, konspirasi seputar vaksin COVID dan penggunaan masker).
Tips untuk Teman Sejawat
Untuk mengatasi konspirasi perawatan kesehatan dan perbedaan keyakinan di antara pasien Anda secara efektif, penting untuk melibatkan pasien dengan cara yang memvalidasi perspektif mereka dan mendorong pendekatan kolaboratif. Menggunakan bahasa yang berempati, seperti "Saya mengerti bahwa..." atau "Apa yang Anda katakan adalah...", membantu menyelaraskan pandangan Anda dengan pandangan mereka dan bekerja menuju tujuan kesehatan bersama.
Membangun kepercayaan melalui kejujuran dan komunikasi yang jelas sangatlah penting, terutama di era misinformasi kesehatan yang merajalela. Dengan menghindari jargon medis dan mengarahkan pasien ke sumber informasi yang andal dan berbasis bukti, Anda dapat memberikan edukasi yang berharga tanpa membuat mereka kewalahan.
Meskipun konspirasi kesehatan sering terjadi, Teman Sejawat dapat mendengarkan pasien, berempati dengan kekhawatiran mereka, dan mengarahkan mereka ke sumber informasi yang kredibel. Dengan menyajikan fakta (tanpa memperdebatkannya), berfokus pada pencegahan kesehatan, dan memperbolehkan pasien untuk bertanya, Teman Sejawat dapat membantu memerangi konspirasi kesehatan.
Referensi:
- Pierri F, Perry BL, DeVerna MR, et al. Online misinformation is linked to early COVID-19 vaccination hesitancy and refusal. Sci Rep 12, 5966 (2022).
- Bowes SM, Costello TH, Tasimi A. The conspiratorial mind: A meta-analytic review of motivational and personological correlates. Psychol Bull. 2023 Jun 26. doi: 10.1037/bul0000392. Epub ahead of print. PMID: 37358543.
- Vaccines and Autism. Children’s Hospital of Philadelphia. February 5, 2024.
- Leidner AJ, Chesson HW, Talih M. HPV vaccine status and sexual behavior among young sexually-active women in the US: evidence from the National Health and Nutrition Examination Survey, 2007–2014, Health Econ Policy Law, 2020. 15(4):477-495.
- Measles Makes a Comeback: What Parents Need to Know. Cedars-Sinai. February 22, 2024.
- White C. Second long term HRT trial stopped early. BMJ. 2002 Nov 2;325(7371):987. doi: 10.1136/bmj.325.7371.987.
- Manson JE, Crandall CJ, Rossouw JE, et al. The Women’s Health Initiative Randomized Trials and Clinical Practice: A Review. JAMA. 2024;331(20):1748–1760. doi:10.1001/jama.2024.6542.
- Neville L, Fisk GM, Ens K. (2024). Psychological entitlement and conspiracy beliefs: evidence from the COVID-19 pandemic. The Journal of Social Psychology, 1–23. https://doi.org/10.1080/00224545.2023.2292626.
Log in untuk komentar