sejawat indonesia

Mengenali Gejala dan Penanganan Infeksi Varicella Zoster pada Anak

Varicella (chickenpox) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus varicella-zoster. Penyakit ini tergolong ringan-sedang, self limitting (dapat sembuh sendiri) dengan komplikasi yang jarang.

Kasus Varicella sering terjadi dan sangat menular yang terutama terjadi pada populasi anak yang rentan (immunocompromised, belum imunisasi) sebelum memasuki usia remaja. Walaupun status imunitas yang terbentuk dari infeksi varicella dapat bertahan seumur hidup, kejadian reinfeksi dari virus ini banyak dilaporkan terjadi juga pada anak yang sehat.

Virus Varicella-Zoster merupakan anggota dari subfamili human herpesvirus Alphaherpesvirinae dan seperti virus lainnya, virus ini merupakan virus DNA (deoxyribonucleic acid). Virus ini masuk melalui sistem respirasi dan berkolonisasi di saluran pernapasan atas.

Replikasi virus kemudian terjadi di kelenjar limfe dalam 2-4 hari. 4-6 hari kemudian, viremia primer akan menyebarkan virus masuk ke dalam sistem retikuloendotelial, spleen, liver, dan tempat lainnya. Setelah 1 minggu, viremia sekunder akan menyebarkan virus ke daerah organ visera dan kulit, yang menyebabkan gejala klinis yang tipikal pada kulit (Gambar 1).

Viremia ini akan menyebarkan virus ke daerah pernapasan yang menyebabkan penularan dapat terjadi sebelum munculnya kelainan pada kulit. Infeksi pada sistem saraf pusat, atau hati juga dapat terjadi sehingga dapat menyebabkan ensefalitis, hepatitis atau pneumonia. Setelah infeksi primer, virus Varicella akan menyebar dari daerah mukosa, dan epidermal menuju saraf sensoris lokal.

Setelah itu virus ini akan menetap pada sel ganglion dorsal dari saraf sensoris. Sistem imunitas tubuh anak yang sehat dapat mencegah reaktivasi virus ini dari sel gangion dorsal sensoris, tapi reaktivasi virus ini masih dapat terjadi kemudian hari dan menimbulkan sindrom klinis yang berbeda seperti Herpes zoster (shingles), Neuralgia post herpetik, dan Ramsay Hunt syndrome tipe II.

Selain itu virus Varicella zoster juga dapat merusak arteri pada leher dan kepala sehingga menyebabkan stroke. Bentuk infeksius dari virus ini berupa partikel bebas virus yang didapatkan dari lesi kulit atau saluran pernapasan.

Transmisi terjadi terutama dari droplet yang mengandung virus, yang membuat penyakit menjadi sangat infeksius bahkan sebelum ruam muncul. Kontak langsung antar individu yang terinfeksi juga dapat menularkan virus ini. Papul, vesikel mengandung banyak virus, tapi tidak dengan krusta. Selain itu, varicella juga dapat ditularkan secara transplasenta ke fetus. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya varicella neonatal.


Gambar 1 : Ruam pleomorfik yang merupakan karakteristik dari varicella. Papul, vesikel, dan pustul biasanya muncul bersamaan.

Anak immunocompromised sering mengalami varicella yang berat dengan komplikasi, dan mortalitas penyakit yang lebih tinggi dibandingkan pasien anak imunokompeten. Anak golongan ini, lebih rentan untuk mengalami varicella dengan kelainan organ multipel.

Pasien ini mengalami gejala demam tinggi yang lebih panjang, gejala ruam yang lebih lama, dan hepatitis. Diagnosis Varicella-Zoster dibuat berdasarkan karakteristik klinis dari ruam. Ruam pertama kali muncul pada wajah dan badan, dimulai dari makula dan dalam 12-14 hari kemudian menjadi papul, vesikel, pustul dengan krusta.

Lesi krusta biasanya muncul pada hari ke-6 (2-12 hari), dan akan sembuh sempurna pada hari ke 16 (7-34 hari). Erupsi yang berkepanjangan dari lesi baru, atau keterlambatan terbentuknya krusta dan penyembuhan ruam kulit biasanya disebabkan pada kondisi terganggunya imunitas selular.

Demam biasanya ringan (37,7-38,8°C), tapi dapat juga demam tinggi hingga (41°C). Pada anak yang sehat, demam ini akan berhenti dalam 4 hari. Pada kasus demam yang lebih lama perlu dicurigai adanya komplikasi atau keadaan imunodefisiensi. Pada anak yang imunokompeten, rata-rata terdapat 250-500 lesi yang tersebar di tubuh.

Lesi paling dominan pada daerah sentral tubuh, dan daerah proksimal ekstremitas atas yang hanya sedikit mengenai ekstremitas bagian distal dan ekstremitas bawah. Beberapa lesi dapat muncul di daerah orofaring, dan lesi pada daerah mata jarang terjadi.

Lesi yang muncul dimulai dari makula kemerahan yang akan mengalami stadium menjadi papul,vesikel, pustul, dan krusta. morfologi vesikel jernih berisi air dengan dasar yang eritem, sehingga memberikan bentuk seperti tetesan embun atau butir mutiara pada di atas kelopak bunga mawar.

Vesikel juga dapat muncul pada daerah membran mukosa yang dapat pecah membentuk ulkus aftosa. Adanya kemerahan dan pembengkakan di sekitar lesi perlu dicurigai adanya infeksi sekunder bakteri. Pada saat terjadi reaktivasi, distribusi lesi akan mengikuti pola dermatom kulit, yang membedakannya dengan infeksi primer.

 (A)

 (B)

Gambar 2 : (A) Perkembangan ruam lanjut dengan beberapa krusta. (B) Lesi vesikular khas dengan tepi yang eritem.

Secara umum, pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan untuk mendiagnosis, karena secara klinis varicella sangat jelas. Walaupun begitu, beberapa pemeriksaan penunjang dapat berguna untuk konfirmasi diagnosis atau mengidentifikasi komplikasi.

Modalitas radiologi biasanya tidak diperlukan untuk Varicella kecuali jika dicurigai adanya komplikasi sekunder, seperti varicella pneumonia yang membutuhkan pemeriksaan thorax. Pada pemeriksaan laboratorium, kebanyakan akan memperlihatkan leukopenia pada 3 hari pertama, yang diikuti oleh leukositosis.

Leukositosis yang tinggi, biasanya ditemukan pasa keadaan yang disertai oleh infeksi sekunder. Leukositosis neutrofilik dan neutrofilia juga ditemukan pada beberapa kasus dengan komplikasi infeksi bakteri sekunder yang serius. Peningkatan spesifik dari ALT (alanine aminotransferase) terjadi pada 20-25% kasus anak dan remaja dengan hepatitis akibat komplikasi varicella.

Namun, kadar ALT akan kembali normal dalam waktu 1 bulan pada semua kasus. Pada anak dengan komplikasi neurologis seperti ensefalitis viral, patut dilakukan punksi lumbal untuk identifikasi CSF (Cerebrospinal Fluid)

Tatalaksana Varicella yaitu tatalaksana suportif, terapi antivirus, pemberian VZIG (Varicella zoster imunoglobulin) dan tatalaksana jika terjadi infeksi sekunder. Deteksi awal penyakit dan pencegahan infeksi sekunder serta follow-up rutin pada anak penting untuk dilakukan, terutama pada anak dengan keadaan immunocompromized.

Kegagalan dalam penatalaksanaan infeksi sekunder dan komplikasi dapat berakibat fatal dan menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Mengontrol rasa gatal dapat dengan menggunakan kompres dingin dan mandi secara rutin tanpa menggesek daerah lesi. Hindari menggaruk lesi untuk mencegah timbulnya luka sekunder. Menggunting kuku anak dan menggunakan kain berbahan lembut juga dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya luka.

Penggunaan rutin asiklovir dan valasiklovir pada anak dengan infeksi Varicella telah direkomendasikan oleh AAP (American Academy of Pediatrics) yang dapat diberikan 24 jam pertama setelah munculnya ruam pada anak yang berumur lebih dari 12 tahun, pada anak dengan kelainan kutaneus kronik, kelainan pulmonal akibat varicella, atau pada anak yang diberikan terapi kortikosteroid.

Pada anak dan pasien dengan berat badan di bawah 40 kg , asiklovir diberikan dengan dosis 20 mg/kgBB/kali pemberian, diberikan dengan dosis 4 kali sehari selama 5 hari. Dosis asiklovir harian maksimal pada pasien anak adalah sebesar 800 mg.

Asiklovir intravena hanya direkomendasikan pada kondisi varicella pada anak imunokompeten atau pada anak sehat dengan Pneumonia Varicella dan Ensefalitis. Penggunaan imunoglobulin varicella telah disetujui oleh FDA pada Desember 2012.

Penggunaan imunoglobulin ini diindikasikan terutama pada pasien dengan risiko tinggi (immunocompromized, ibu hamil, bayi prematur, dll) yang telah terpapar oleh virus ini sebagai usaha penatalaksanaan profilaksis.

Namun di Indonesia, penggunaan terapi ini masih jarang dilakukan. Tidak ada penelitian klinis terkontrol yang telah mengevaluasi keamanan penggunaan Asiklovir dalam tatalaksana varisela neonatal.

Walaupun begitu, banyak klinisi yang merekomendasi penggunaan obat ini dalam tatalaksana varisela pada bayi baru lahir, dengan pertimbangan karena obat ini merupakan antivirus yang mudah didapatkan.

Ketahui lebih banyak tentang pencegahan Varicella pada anak dalam LIVE CME Updates on Varicella Disease Prevention Strategies in Children.


Penulis : dr. Dody Abdullah Attamimi

Referensi :

  • Blumental, S., & Lepage, P. (2019). Management of varicella in neonates and infants. BMJ paediatrics open, 3(1), e000433.
  • Kirsten A Bechtel, M. D. (2021, September 21). Pediatric chickenpox. Practice Essentials, Background, Pathophysiology. Diakses pada 7 Agustus 2022, melalui https://emedicine.medscape.com/article/969773-overview
  • Acyclovir - statpearls - NCBI bookshelf. (n.d.). Diakses pada 7 Agustus 2022, melalui https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542180/ 
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaInfeksi Hepatitis B pada Ibu Hamil: Screening, Diagnosis hingga Tatalaksana

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar