sejawat indonesia

Pasien Meninggal Akibat Resistensi Antibiotik

Resistensi antibiotik masih menjadi ancaman besar bagi dunia kesehatan masyarakat. Beberapa kasus resistensi antibiotik telah memakan korban jiwa. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat pernah melaporkan kasus di mana seorang wanita dari Nevada meninggal akibat resistensi terhadap 26 jenis antibiotik. Pasien dilaporkan masuk di perawatan akut rumah sakit Washoe County Health District di Nevada dengan diagnosis Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS). Selama dirawat, pasien dinyatakan resisten terhadap 26 jenis antibiotik termasuk semua jenis aminoglikosid dan polimiksin, dan juga resisten derajat sedang terhadap tigesiklin, sebuah derivat dari tetrasiklin yang dikembangkan dalam rangka respon terhadap resistensi antibiotik yang sedang terjadi. Dari isolasi bakteri dari luka yang dimilikinya, teridentifikasi bakteri Carbapenem-Resistant Enterobacteriaceae (CRE). Isolasi bakteri ini kemudian dikirim ke CDC untuk menjalani uji untuk menentukan mekanisme dari resistensi antimikroba, dan ternyata hasilnya menunjukkan keberadaan dari New Delhi metallo-beta-lactamase (NDM), sebuah gen yang dibawa oleh sang bakteri. Sebelumnya, pasien sempat dirawat di rumah sakit di India akibat fraktur pada femur dan osteomielitis pada femur dan pelvis. NDM bukan merupakan kausa dari penyakit, namun NDM memiliki potensi untuk mengubah karakteristik dari bakteri, yaitu membuat bakteri resisten terhadap antibiotik. Kode DNA untuk NDM dapat melompat dari satu bakteri ke bakteri lain melalui sebuah proses yang disebut horizontal gene transfer (HGT) [1]. Penulis dari laporan kasus ini melaporkan bahwa jika sebuah bakteri yang resisten terhadap antibiotik ditemukan dalam sebuah fasilitas kesehatan, maka fasilitas kesehatan harus memastikan bahwa kontrol infeksi yang baik dilakukan untuk mencegah transmisi bakteri, dan juga bahwa profesional kesehatan yang berhubungan dengan kasus sebaiknya dievaluasi untuk menilai adanya transmisi bakteri. Pasien ini meninggal akibat syok sepsis. Namun pasien ini tidak hanya akan menjadi pasien terakhir yang meninggal akibat resistensi antibiotik. Kasus ini adalah bendera merah bagi seluruh profesional kesehatan dan masyarakat di seluruh dunia. Resistensi antibiotik terjadi pada seluruh negara di dunia. Pasien dengan infeksi yang terjadi akibat bakteri resisten berada pada risiko yang tinggi untuk mendapatkan outcome klinis yang lebih buruk, bahkan sampai kematian, dan menguras lebih banyak sumber daya pelayanan kesehatan dibandingkan dengan pasien yang terinfeksi oleh strain bakteri yang sama namun tidak resisten terhadap antibiotik [2]. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan kerjasama yang kuat dari kelompok masyarakat, profesional kesehatan, sampai ke industri agrikultur.  
Referensi: 1. Medical News Today. (2017). What is superbug NDM-1?. [online] Available at: http://www.medicalnewstoday.com/articles/197616.php [Accessed 13 Jan. 2017]. 2. World Health Organization. (2017). Antimicrobial resistance. [online] Available at: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs194/en/ [Accessed 13 Jan. 2017].
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaHipertensi pada Usia Lanjut Dikaitkan dengan Menurunnya Risiko Alzheimer

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar