sejawat indonesia

Pentingnya Zat Besi dan Kalsium sebagai Suplementasi dalam Kehamilan

Pertumbuhan dan perkembangan janin yang intens selama kehamilan membutuhkan adaptasi fisiologis ibu dan perubahan kebutuhan nutrisi. Selain makronutrien, peran mikronutrien juga sangat penting untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi serta mendorong perkembangan embrionik dan janin yang optimal dalam kandungan. Di antara mikronutrien yang cukup besar perannya adalah zat besi dan kalsium.

Saat ini, secara global, prevalensi kekurangan zat besi prenatal cukup tinggi yaitu mencapai 19,2%, sementara pada kasus kekurangan kalsium mencapai 29,2%.

Anemia, umumnya disebabkan oleh kekurangan zat besi, dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian ibu, kematian perinatal dan berat badan lahir rendah. Sedangkan, kekurangan kalsium selama kehamilan dikaitkan dengan munculnya hipertensi pada masa kehamilan yang merupakan penyebab utama peningkatan mortalitas dan morbiditas ibu, hambatan pertumbuhan janin, dan kelahiran prematur. 

Zat Besi

Zat besi diklasifikasikan sebagai mikronutrien. Peran gizi utama besi adalah untuk mendukung erythropoiesis. Zat besi diprioritaskan untuk sel darah merah di atas semua sistem organ lainnya, termasuk otak, pada janin yang sedang berkembang dan anak kecil untuk mendukung sintesis hemoglobin.

Setiap sel dan sistem organ dalam tubuh membutuhkan zat besi untuk perkembangan yang tepat dan fungsi metabolisme selanjutnya. Peran fisiologisnya dalam protein gugus besi dan hemoprotein adalah untuk memfasilitasi proses enzimatik yang penting untuk fungsi metabolisme seluler, termasuk yang penting untuk pengiriman oksigen dan pembentukan adenosin trifosfat seluler.

Diet yang kekurangan zat besi dapat berdampak negatif pada metabolisme otot, perkembangan kognitif, dan pertumbuhan. Kelebihan asupan zat besi menyebabkan stres oksidatif, yang berhubungan dengan hemokromatosis, beberapa jenis kanker, penuaan dini, penyakit neurodegeneratif, dan aterosklerosis.

Perempuan dewasa cenderung membutuhkan lebih banyak zat besi daripada pria dewasa karena hilangnya zat besi dalam darah selama menstruasi. Food and Nutrition Board at the National Academies of Sciences, Engineering, and Medicine merekomendasikan asupan zat besi yang lebih tinggi untuk perempuan berusia 14-50 tahun.

Selain itu, adanya kebutuhan fisiologis zat besi pada perempuan yang sedang menjalani kehamilan lebih tinggi, rekomendasi saat ini mendukung asupan zat besi yang lebih tinggi pada perempuan hamil daripada perempuan tidak hamil.

Unit fetoplasenta membutuhkan sejumlah besar zat besi untuk pertumbuhan dan perkembangannya sendiri selama kehamilan. 1 gram zat besi perlu ditambahkan oleh ibu selama kehamilan—di mana 360 mg ditransfer dari ibu ke janin, khususnya selama trimester ketiga saat pertumbuhan paling pesat—untuk mempertahankan kandungan 75 mg zat besi per kg berat badan janin.

Perempuan hamil memperluas plasma dan volume darahnya sendiri untuk mempertahankan sirkulasi yang tepat dan pengiriman oksigen ke organnya sendiri serta ke plasenta. Ekspansi volume darah mengkonsumsi 450 mg dari 1 gram zat besi tambahan yang dibutuhkan selama kehamilan.

Faktanya, kebutuhan besi fisiologis ibu berfluktuasi sepanjang kehamilan. Selama trimester pertama, kebutuhan zat besi menurun karena berhentinya menstruasi, dan simpanan zat besi dapat meningkat. Selama trimester kedua, kebutuhan besi fisiologis meningkat karena ekspansi volume darah ibu dan massa sel darah merah.

Peningkatan linier dalam kebutuhan zat besi berlanjut hingga trimester ketiga karena zat besi terakumulasi di plasenta untuk mendukung perkembangan sel darah merah bayi. Pada perempuan hamil yang sehat dengan simpanan zat besi prenatal yang memadai, peningkatan kebutuhan zat besi diimbangi dengan penyerapan zat besi yang lebih efisien dari makanan, pengiriman oksigen yang lebih baik ke jaringan, dan peningkatan curah jantung.

Untuk mengimbangi potensi ketidakseimbangan cadangan zat besi selama kehamilan dan mencegah anemia defisiensi besi pada ibu, suplementasi zat besi rutin dilakukan secara luas. 

Pada kehamilan tipikal, kebutuhan zat besi ibu meliputi 300 hingga 350 mg untuk janin dan plasenta, 500 mg untuk perluasan massa sel darah merah ibu, dan 250 mg terkait dengan kehilangan darah selama persalinan dan persalinan. Kebutuhan zat besi meningkat secara bertahap dari 0,8 mg per hari pada trimester pertama menjadi 7,5 mg per hari pada trimester ketiga. CDC merekomendasikan bahwa semua perempuan hamil harus memulai suplementasi zat besi oral 30 mg per hari, sementara WHO menyarankan dosis 60 mg per hari untuk semua perempuan hamil, sejak pemeriksaan antenatal pertama hingga menjelang persalinan.

Selain suplementasi besi oral, modifikasi dalam diet juga penting dilakukan meningkatkan penyerapan zat besi selama kehamilan. Konsumsi makanan yang mengandung peningkat penyerapan zat besi, seperti daging dan buah-buahan dan sayur-sayuran yang kaya akan asam askorbat, dan menghindari zat penghambat yang kuat seperti teh harus dilakukan untuk mencegah defisiensi zat besi. 

Semakin banyak bukti yang mendukung konsep bahwa status zat besi pasca kelahiran pada usia 9 bulan bergantung pada cadangan zat besi janin yang tepat selama kehamilan. Risiko kekurangan zat besi pascakelahiran pada bayi berkurang ketika cadangan zat besi neonatal normal setelah masa kehamilan, penundaan penjepitan tali pusat dilakukan, dan laju pertumbuhan pasca kelahiran tidak berlebihan. Kemungkinan juga bahwa cadangan bayi baru lahir yang cukup melalui jalur ibu-janin mengurangi kebutuhan suplementasi zat besi awal yang berlebihan pada bayi pasca kelahiran pada populasi yang cukup zat besi tertentu.

Kalsium

Kalsium, elemen penting yang hanya tersedia melalui sumber makanan, bertanggung jawab untuk pemeliharaan gradien listrik melintasi membran, pembentukan tulang, dan fungsi enzim dan hormon. Kalsium disimpan sebagian besar dalam tulang (99%) dan sangat penting untuk fungsi kontraksi otot, perkembangan tulang dan gigi, pembekuan darah, transmisi impuls saraf, regulasi irama jantung, dan keseimbangan cairan dalam sel. 

Pertumbuhan tulang terjadi secara perlahan selama masa kanak-kanak, meningkat dengan cepat selama masa pubertas, dan mencapai puncaknya antara usia 25 dan 30 tahun. Asupan kalsium yang tidak memadai dapat menyebabkan beberapa masalah pada pertumbuhan anak dan remaja, termasuk pertumbuhan terhambat dan kepadatan tulang puncak berkurang.

Selama kehamilan, efisiensi penyerapan kalsium usus dua kali lipat. Asupan kalsium sangat penting selama kehamilan karena potensi efek buruk pada kesehatan tulang ibu dan janin jika simpanan kalsium ibu habis. Karena janin dan bayi baru lahir yang disusui bergantung pada sumber kalsium total ibu, asupan kalsium ibu yang memadai juga dapat mempengaruhi kesehatan tulang janin secara positif. Kalsium yang tidak memadai selama kehamilan juga berdampak pada perkembangan gangguan hipertensi terkait kehamilan.

Asupan kalsium yang rendah dapat merangsang sekresi PTH, meningkatkan kalsium intraseluler dan kontraksi otot polos. Selain itu, dapat menyebabkan pelepasan renin dari ginjal, menyebabkan vasokonstriksi dan retensi natrium dan cairan. Perubahan ini lah yang dapat menyebabkan perkembangan hipertensi terkait kehamilan (pregnancy induced hypertension; PIH) dan preeklampsia. 

Dua meta-analisis menunjukkan potensi dampak positif suplementasi kalsium pada PIH dan preeklampsia. Studi pertama menunjukkan bahwa tambahan asupan kalsium selama kehamilan adalah ukuran yang efektif untuk mengurangi kejadian preeklampsia, terutama pada populasi berisiko tinggi karena etnis, jenis kelamin, usia, indeks massa tubuh yang tinggi, dan asupan kalsium awal yang rendah.

Studi kedua menunjukkan bahwa untuk perempuan dengan asupan kalsium rendah, suplementasi kalsium lebih besar dari 1 gram per hari dapat mengurangi risiko preeklamsia, kelahiran prematur, kematian ibu, dan morbiditas serius, tetapi bukan kelahiran mati atau masuk ke perawatan tinggi neonatal. Data terbatas pada suplementasi kalsium dosis rendah menunjukkan penurunan preeklampsia, hipertensi, dan masuk ke perawatan tinggi neonatal.

Untuk itu, WHO dan FAO merekomendasikan asupan makanan atau suplementasi kalsium sebesar 1200 mg/hari untuk perempuan hamil dalam mencegah berbagai efek buruk pada ibu dan janin, termasuk osteopenia, tremor, parestesia, kram otot, tetanus, keterlambatan pertumbuhan janin, berat badan lahir rendah dan mineralisasi janin yang buruk.

Sementara, pada populasi dengan asupan kalsium diet rendah, suplementasi kalsium harian yang direkomendasikan adalah 1.5-2.0 gram kalsium elemental oral untuk ibu hamil yang dapat dibagi dalam 3 dosis untuk mengurangi resiko pre-eklampsia. Karena tidak ada bukti yang jelas mengenai waktu dimulainya suplementasi kalsium, WHO merekomendasikan suplementasi oksigen sebaiknya dimulai sesegera saat kontak pemeriksaan antenatal pertama, aga meningkatkan kepatuhan terhadap regimen.

Sumber makanan utama kalsium antara lain susu, produk susu, tahu kalsium, dan tepung jagung yang diolah. Dalam suplemen, kalsium hadir dalam bentuk karbonat, sitrat, laktat atau glukonat, dan secara umum semua bentuk ini memiliki bioavailabilitas yang baik meski kalsium karbonat yang memiliki kandungan unsur kalsium tertinggi (40%). 

Perlu diinformasikan kepada ibu hamil yang hendak mengkonsumsi suplemen besi dan kalsium untuk tidak mengkonsumsi suplemen besi dan suplemen kalsium secara bersamaan. Yang terbaik adalah memberi jarak 1-2 jam. Setiap zat memiliki "golden time" yang berbeda dalam penyerapan.

Para ahli menganjurkan agar ibu hamil mengkonsumsi zat besi pada pagi atau siang hari karena setelah lama tidur, kandungan zat besi tubuh berada pada titik terendah sehingga pada saat tersebut pun zat paling mudah diserap serta sebaiknya dikonsumsi 30 menit-1 jam sebelum makan.

Sementara, waktu yang tepat untuk mengkonsumsi kalsium adalah pagi atau siang hari di mana aktivitas siang hari dan sinar matahari akan memudahkan tubuh Anda menyerap dan memetabolisme kalsium. Kalsium dikonsumsi sekitar 1-2 jam setelah sarapan atau makan siang. Hindari minum kalsium pada malam atau sore hari karena waktu tersebut akan membatasi penyerapan kalsium sehingga menyebabkan stagnasi kalsium.

Referensi:

  • Finnell RH, Shaw GM, Lammer EJ, Brandl KL, Carmichael SL, Rosenquist TH. Gene-nutrient interactions: importance of folates and retinoids during early embryogenesis. Toxicol Appl Pharmacol. 2004;198(2):75-85. doi:10.1016/j.taap.2003.09.031
  • Achebe MM, Gafter-Gvili A. How I treat anaemia in pregnancy: Iron, cobalamin, and Folate. Blood. 2017;129(8):940–9. doi:10.1182/blood-2016-08-672246. 
  • Georgieff MK, Krebs NF, Cusick SE. The benefits and risks of iron supplementation in pregnancy and childhood. Annual Review of Nutrition. 2019;39(1):121–46. doi:10.1146/annurev-nutr-082018-124213 
  • Institute of Medicine (US) Committee on Nutritional Status During Pregnancy and Lactation. Nutrition During Pregnancy: Part I Weight Gain: Part II Nutrient Supplements. Washington (DC): National Academies Press (US); 1990. 14, Iron Nutrition During Pregnancy
  • WHO recommendation: Calcium supplementation during pregnancy for the prevention of pre-eclampsia and its complications. Geneva: World Health Organization; 2018. Licence: CC BY-NC-SA 3.0 IGO.
  • Iron Supplement (oral route, Parenteral Route) precautions [Internet]. Mayo Foundation for Medical Education and Research; 2023. Available from: https://www.mayoclinic.org/drugs-supplements/iron-supplement-oral-route-parenteral-route/precautions/drg-20070148 
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaProsedur Pemeriksaan Kesehatan Jiwa untuk Profesi/Jabatan tertentu

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar