Puasa dan Diabetes: Menentukan Tingkat Risiko dan Asupan Nutrisi
Puasa Ramadan dapat memberikan banyak manfaat jangka panjang bagi kesehatan. Ia bisa menjadi peluang untuk menciptakan gaya hidup yang lebih baik, penurunan berat badan, dan penghentian kebiasaan tidak sehat seperti merokok. Bagi penderita diabetes yang memilih untuk berpuasa, Ramadan juga dapat membantu memperkuat aliansi terapeutik antara pasien dan dokter, sekaligus dapat membantu meningkatkan manajemen diabetes secara umum.
Namun, penderita diabetes dan dokter menghadapi tantangan selama Ramadan. Bagi mereka yang berpuasa, awal Ramadan dapat menyebabkan perubahan mendadak pada gaya hidup – ini dapat mencakup perubahan waktu dan pola makan, perubahan jam tidur, dan penyesuaian pola aktivitas fisik. Untuk penderita diabetes, perubahan lebih lanjut juga diperlukan, ini mungkin melibatkan kebutuhan akan pendidikan, pengetahuan tentang rencana manajemen diabetes dan adaptasi terhadap jadwal pemantauan glukosa darah (SMBG) mandiri serta rejimen pengobatan.
Selain itu, karena sifat diabetes yang bervariasi dan metabolik, orang yang hidup dengan diabetes juga berisiko lebih besar mengalami komplikasi akibat perubahan besar dalam asupan makanan dan cairan. Potensi bahaya kesehatan termasuk hipoglikemia, hiperglikemia, dehidrasi, dan komplikasi metabolik akut seperti ketoasidosis diabetikum.
Bagi dokter atau tenaga kesehatan secara umum, tantangannya adalah memastikan bahwa individu dengan diabetes yang ingin berpuasa dapat melakukannya dengan aman. Agar para dokter dapat menjamin rasa aman tersebut, mereka perlu memberikan pemahaman berbasis bukti yang lebih besar tentang diabetes dan Ramadan, maka dibutuhkan seperangkat panduan yang ditetapkan untuk membantu menginformasikan strategi manajemen terbaik selama Ramadan.
Baca Juga:
- Ketika Pasien Bertanya, "Dok, Bolehkah Saya Puasa?"
- Risiko Patah Tulang pada Pengobatan Diabetes Melitus
Dengan meningkatnya jumlah orang dengan diabetes yang berpuasa, ada kebutuhan yang lebih besar untuk bimbingan yang lebih efektif. International Diabetes Federation (IDF) memberikan panduan tentang puasa selama Ramadan bagi orang-orang dengan diabetes.
Stratifikasi risiko merupakan aspek utama dan pertama dalam panduan ini, sebagai fondasi untuk menentukan langkah selanjutnya yang perlu ditempuh bagi orang-orang dengan diabetes dalam berpuasa.
- Hipoglikemia, terutama saat menjelang waktu berbuka puasa.
- Hiperglikemia, biasanya terjadi di negara-negara dengan durasi puasa lebih lama dan beriklim panas.
- Bertambahnya berat badan akibat peningkatan asupan kalori dan aktivitas fisik yang berkurang.
- Ketidakseimbangan elektrolit.
- Gagal Ginjal Akut pada individu yang rentan terhadap dehidrasi berat, terutama pada lansia dan mereka yang memiliki gangguan fungsi ginjal.
- Konsumsi kalori harian harus dalam jumlah yang cukup. Terbagi dalam proporsi pas di waktu sahur dan buka puasa, serta 1-2 camilan sehat dapat dikonsumsi jika perlu.
- Makanan harus seimbang, dengan total karbohidrat sekitar 40-50% dan lebih baik dari sumber GI yang rendah, Kandungan protein (Kacang-kacangan, ikan, unggas, atau daging tanpa lemak) harus ada di kisaran 20-30%, dan lemak harus berkisar 30-35%. Lemak jenuh harus dibatasi <10% dari total asupan kalori harian.
- Metode Ramadan Nutrition Plate harus digunakan untuk merancang asupan makanan. Komposisi Ramadan Nutrition Plate, dapat digunakan pada menu sahur dan berbuka.
- Makanan yang mengandung banyak gula harus dihindari setelah berbuka atau di antara waktu buka dan sahur.
- Karbohidrat yang rendah GI harus dipilih, terutama yang mengandung serat tinggi. Dianjurkan konsumsi karbohidrat dari sayuran, buah-buahan, yogurt, susu dan turunan produknya. Konsumsi karbohidrat dari gula dan biji-bijian yang diproses (tepung gandum dan pati seperti jagung, nasi putih, dan kentang) harus dihindari atau dikurangi.
- Mempertahankan tingkat hidrasi yang memadai dengan minum cukup air tanpa pemanis pada, atau di antara buka dan sahur sangat penting. Minuman manis, sirup, jus kalengan, atau jus segar dengan tambahan gula harus dihindari. Konsumsi minuman berkafein serta minuman cola harus diminimalkan karena bertindak sebagai diuretik yang dapat menyebabkan dehidrasi.
- Sebisa mungkin makan sahur di penghujung waktu, terutama saat berpuasa lebih dari 10 jam.
- Konsumsi protein dan lemak dalam jumlah yang cukup saat sahur menggunakan makanan dengan kadar makronutrien yang lebih tinggi dan tingkat karbohidrat yang lebih rendah, biasanya jenis makanan tersebut memiliki nilai GI yang lebih rendah daripada makanan yang kaya karbohidrat, serta tidak memiliki efek langsung pada glukosa darah postprandial. Makanan kaya protein dan lemak berkualitas baik dapat menginduksi rasa kenyang dengan lebih baik dibandingkan makanan yang kaya karbohidrat.
- Buka puasa harus dimulai dengan minum banyak air untuk mengatasi dehidrasi, serta camilan (misalnya kurma) untuk meningkatkan glukosa darah.
- Jika perlu, camilan yang lebih sehat seperti sepotong buah, segenggam kacang, atau sayuran bisa dikonsumsi di sela waktu makan. Biasanya, setiap camilan harus mengandung 100-200 kalori, tetapi itu bisa saja lebih tinggi tergantung pada kebutuhan kalori individu.
- DAR practical guidelines for healthcare professionals, International Diabetes Federation, 2021.
Log in untuk komentar