sejawat indonesia

Telusur Kandungan Susu Sapi sebagai Pemicu Disfungsi Gastrointestinal

Produk susu, terutama yang berasal dari susu sapi merupakan salah satu sumber komponen nutrisi penting yang digunakan di seluruh dunia. Komponen penting dalam protein susu sapi yaitu karbohidrat, protein, dan beberapa mikronutrien penting dalam metabolisme tubuh.

Sekitar 95% protein dari susu sapi terdiri dari kasein dan protein whey. Di antara protein kasein ini, β-casein merupakan komponen kedua terbanyak dan memiliki asam amino yang penting sebagai nutrisi (Gambar 1).

Bovin β-kasein ini mengalami mutasi menjadi 12 varian, termasuk diantaranya A1 dan A2 yang paling banyak. β-kasein A1 akan melalui aktivitas proteolitik gastrointestinal dan diserap dalam bentuk peptida bioaktif yaitu beta casomorphin 7 (BCM 7). Pada pasien dewasa BCM 7 akan dikeluarkan oleh brush border usus, sedangkan pada bayi BCM-7 ini akan diserap karena sistem gastrointestinal bayi yang belum matang.


(Gambar 1. Beberapa peptida bioaktif dalam kandungan protein susu. Kasein submisel dan protein whey yang di proses oleh beberapa enzim digestif. Proses ini akan menghasilkan beberapa peptida bioaktif seperti peptida antimikroba, peptida antioksidatif, peptida immunomodulasi, peptida opioid, peptida pembawa mineral, dan peptida vasoaktif. Beberapa peptida ini akan berinteraksi dengan organ-organ sistemik sehingga memberikan efek terhadap sistem gastrointestinal, saraf, dan kardiovaskular. (J Nutr, Volume 151, Issue 5, May 2021, Pages 1061–1072.))

BCM 7 dihubungkan dengan efek yang buruk terhadap kesehatan manusia, karena zat in dapat memengaruhi beberapa reseptor opioid pada sistem saraf, endokrin, dan sistem imun. BCM-7 dapat berikatan dengan reseptor opioid μ yang terdapat pada sistem saraf pusat dan sistem gastrointestinal pada manusia (Gambar 2).

Terdapat bukti yang kuat pada beberapa literatur bahwa efek disfungsi gastrointestinal akibat produk susu sapi diakibatkan oleh aktivitas proteolitik dari BCM-7 yang berasal dari b-kasien.

Studi yang sama juga melaporkan bahwa konsumsi A1 β-kasein dapat menginduksi proses inflamasi pada usus halus. Sehingga dapat meningkatkan insiden intoleransi laktosa dengan menurunkan fungsi enzim laktase.

Berdasarkan penelitian yang ada terdapat overlap dari gejala klinis akibat intoleransi laktosa dan akibat ikatan reseptor opioid agonis akibat aktivitas BCM-7. Gejala klinis dari intoleransi laktosa dapat juga diakibatkan oleh aktivitas agonis opioid akibat peptida BCM-7 yang memperlihatkan adanya penurunan massa feses, memengaruhi bakteri feses, dan motilitas saluran cerna.

BCM-7 dapat mengubah bakteri normal pada sistem saluran cerna. Studi pada binatang, menunjukkan BCM-7 tidak hanya dikaitkan dengan aktivitas pro-inflamasi, tapi juga dengan perlambatan waktu transit gastrointestinal.

Pada sel usus dan saraf, BCM-7 menurunkan kadar glutation, yang merupakan antioksidan penting pada tubuh untuk melawan stres oksidatif, sehingga menyebabkan inflamasi. Dalam beberapa studi terakhir, ditemukan bahwa BCM-7 dapat menurunkan uptake asam amino sulfur sistein pada sampel kultur sel epitel saraf dan gastrointestinal melalui reseptor opioid μ.

Dalam beberapa studi terakhir, ditemukan bahwa BCM-7 dapat menurunkan uptake sistein pada sampel kultur sel epitel saraf dan gastrointestinal melalui reseptor opioid μ. Menurunnya kadar sistein ini dapat menyebabkan stres oksidatif pada saluran gastrointestinal.

Studi double-blind crossover oleh Deth (2015) menemukan konsetrasi glutation yang meningkat setelah konsumsi susu konvensional yang mengandung A1 dan A2 β-kasein. Tapi, setelah susu diganti menjadi A2 β-kasein didapatkan kadar glutation yang meningkat dua kali lebih banyak dibandingkan pemberian susu konvensional.

Lebih lanjut, inflamasi gastrointestinal akibat peptida bioaktif ini dapat memengaruhi fungsi kognitif pada anak seperti memori, konsentrasi, dan proses berpikir seiring perkembangannya. Di lain sisi, varian b-kasien A2 mempunyai kecepatan digesti proteolitik yang lebih lama. Oleh karena itu, efek disfungsi jarang terjadi dengan konsumsi varian susu ini.

Sejauh ini beberapa penelitian masih dilanjutkan untuk mengetahui secara pasti hubungan konsumsi jenis susu yang berbeda dengan efeknya sistem gastrointesinal akibat marker inflamasi.

Berbagai macam populasi sedang diteliti mulai dari usia pra-sekolah hingga dewasa, dan pada sampel intoleransi laktosa, hingga populasi toleransi laktosa tanpa keluhan gastrointestinal. Belum diketahui berapa kadar minimum BCM-7 yang dibutuhkan untuk menimbulkan respon inflamasi.

Beberapa studi telah dilakukan untuk mengetahui kadar minimum tersebut, seperti sebuah studi dengan menggunakan apusan perifer sel mononuklear yang di inkubasi dengan Bovin BCM-7 dosis terendah (nilai terendah dalam nanomolar dan pikomolar). Dengan dosis yang rendah tersebut tetap didapatkan adanya peningkatan marker inflamasi interleukin-8.

(Gambar 2 : Mekanisme efek samping gastrointstinal akibat peptida BCM-7. Peptida BCM-7 dilepaskan oleh β-casein A1 yang berikatan dengan reseptor opioid μ yang berada pada traktus gastrointestinal. Mekanisme ini yang menyebabkan terjadinya beberapa efek samping gastrointestinal yang juga terlihat pada intoleransi laktosa, perubahan flora normal usus, dan peningkatan produksi musin. BCM-7 (β-casomorphin), GI (Gastrointestinal), MPO (Myeloperoxidase).)

Studi oleh Yang (2000) didapatkan adanya efek dari A1 β-kasein dapat menyebabkan kondisi inflamasi yang mengeksaserbasi gejala intoleransi laktosa pada anak usia prasekolah di Cina, di mana gejala ini mereda setelah diganti menjadi susu A2.

Berdasarkan studi oleh Jianqin S et al (2016) membandingkan pemberian susu konvensional (susu yang mengandung A1 dan A2 β-kasein), dan susu yang hanya mengandung A2 β-kasein. Pada penelitian ini ditemukan adanya perbedaan dari gejala gastrointestinal anak yang konsumsi susu konvensional seperti perut kembung, nyeri perut, flatulen, atau perasaan penuh pada lambung, sedangkan gejala ini tidak ditemukan pada anak yang mengonsumsi susu A2.

Kemudian dilakukan pengukuran kadar biomarker inflamasi serum dan didapatkan adanya peningkatan kadar sitokin inflamasi interleukin-4, ntibodi igG, igG1 dan igE setelah konsumsi susu konvensional pada anak pra-sekolah, tapi tidak pada anak yang diberikan A2 β-kasein.

Sebuah studi oleh Monica (2020) dengan menggunakan sampel individu dengan intoleransi laktosa yang diberikan susu A2 β-Kasein dan susu konvensional, ditemukan bahwa konsumsi susu A2 secara signifikan dapat menurunkan insiden nyeri perut dibandingkan anak yang diberikan susu konvensional.

Studi oleh Crowley (2013) dengan menggunakan metode double blind crossover yang melihat hubungan antara produk susu sapi dengan konstipasi fungsional kronik pada 52 anak yang diberikan susu konvensional. Dari penelitian ini diduga pengaruh BCM-7 yang menyebabkan respon alergi pada pasien sehingga menimbulkan konstipasi fungsional kronik pada pasien.

Pada penelitian ini, Crowley menemukan gejala konstipasi pada anak yang menghilang setelah pemberian susu konvensional diganti dengan susu soya. Pada awal penelitian banyak dari anak ini yang menderita gejala alergi akibat protein susu sapi seperti asma, infeksi telinga, dan dermatitis.

Dampak susu A1 terhadap individu immunocompromised dan populasi berisiko membutuhkan investigasi lebih lanjut, termasuk pasien anak dan lansia. Walaupun konsumsi susu A2 telah banyak diteliti, mekanisme pasti pada tingkat selular perlu diketahui.

Studi lanjut jangka panjang diperlukan untuk memonitor efek A2 ini terhadap organ sistemik pada manusia di berbagai negara, umur, dan etnis. Pemahaman lebih jauh terkait efek A2 β-kasein ini dapat bermanfaat untuk memperbaiki kondisi-kondisi gastrointestinal, penyakit neurologis, dan kondisi penyakit-penyakit lain akibat protein susu sapi pada anak.


Penulis : dr. Dody Abdullah Attamimi

Referensi :

Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaBerbagai Terobosan Penting dalam Sejarah Hepatitis C

Event Mendatang

Komentar (1)
Andi Mashdarul Khair
Posted at 31 July 2022 16:01

Sangat bermanfaat

Komentar

Log in untuk komentar