sejawat indonesia

Transfusi pada Pasien Kritis Tanpa Perdarahan. Restriktif atau Liberal?

Anemia dan koagulopati seringkali muncul pada pasien sakit kritis di unit perawatan intensif (ICU) dan secara independen terkait erat dengan peningkatan mortalitas dan morbiditas. 

Secara etiologi, transfusi darah bisa menjadi salah satu jalan dalam penyelamatan pasien. Namun, pemberian transfusi masih menyimpan sebagian besar pertanyaan, sebab adanya efek samping yang mengancam nyawa, seperti: hemolysis, cedera paru akut, dan kelebihan sirkulasi. Selain itu, prosedur transfusi berhubungan dengan biaya dan membutuhkan sumber daya untuk mengumpulkan, menyimpan, dan mengelola produk darah. 

Pedoman praktik klinis mengenai transfusi pada pasien kritis, belum ada yang secara komprehensif membahas sub-kelompok yang relevan dari pasien sakit kritis. Berbagai alasan yang melatarbelakangi sulitnya pedoman tersebut di antaranya: perubahan kebutuhan oksigen jaringan yang kerap kali berubah selama periode kritis, gangguan eritropoiesis sekunder akibat peradangan dan penyerapan zat besi, risiko anemia iatrogenic karena pengambilan sampel darah berulang, serta peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas terkait transfusi. 

Dari beberapa pertimbangan tersebut, European Society of Intensive Care Medicine membentuk gugus tugas untuk menilai dan meringkas bukti penggunaan RBC, transfusi trombosit, transfusi plasma dan strategi apabila pada pasien dewasa yang dalam kondisi kritis tanpa perdarahan tidak memungkinkan mendapatkan transfusi. 

Sebagian besar uji klinis mengevaluasi ambang transfusi dalam dua kategori di mana identifikasi ambang batas “restriktif” sebagai intervensi transfusi, menunjukan manfaat yang sama pada ambang batas “liberal”. Maka penggunaan pedoman ini, ketika tenaga kesehatan dalam perawatan pasien yang masuk dalam kategori populasi, dapat mengikuti anjuran dalam ambang batas liberal. 

Gugus tugas ini mencakup 13 pemangku kepentingan dengan berbagai keahlian dalam kedokteran di antaranya: perawatan kritis, anestesiologi, hematologi, bedah jantung, dan farmakolog. Serta, tiga ahli metodologi berpengalaman dalam pengembangan pedoman menggunakan Grading of Recommendations, Assessment, Development, and Evaluation (GRADE).

Baca Juga:

Transfusi Sel Darah Merah Restriktif vs Liberal

1. Strategi transfusi mana yang harus digunakan untuk anemia pada pasien kritis tanpa perdarahan?

Direkomendasikan batas ambang restriktif (7g/dL) dibandingkan ambang batas liberal (9g/dL) pada populasi umum ICU dengan atau tanpa ARDS (rekomendasi kuat, kepastian sedang). Tidak diketahui pasti efeknya pada infark miokard. 

Mortalitas jangka panjang tidak meningkat dengan strategi transfusi restriktif dan kebanyakan hasil yang penting (selain infeksi) dapat juga dikurangi ataupun tidak berubah dengan pendekatan restriktif. Transfusi restriktif menyebabkan penggunaan produk darah yang lebih sedikit. 

Lebih jauh lagi, strategi restriktif telah menjadi standar di banyak populasi ICU, penggunaan strategi liberal tidak dianjurkan karena tidak memberi manfaat dibandingkan strategi restriktif.

2. Haruskah strategi transfusi digunakan pada pasien sakit kritis tanpa perdarahan dengan sindroma koroner akut?

Disarankan menggunakan ambang batas liberal (9-10g/dL) dibandingkan ambang batas restriktif (7-8 g/dL) pada dewasa sakit kritis dengan sindroma koroner akut. 

Penggunaan strategi restriktif pada pasien dengan sindrom koroner akut meningkatkan angka mortalitas dalam 30-60 hari. Sindroma koroner akut disebabkan oleh rendahnya distribusi oksigen ke miokard, baik karena trombosis atau stenosis pada arteri koroner yang menyebabkan ketidakseimbangan suplai dan permintaan oksigen. Secara teori, rasionalnya distribusi oksigen harus ditingkatkan. 

3. Haruskah strategi transfusi restriktif digunakan pada pasien anemia tanpa perdarahan, sakit kritis dengan sepsis dan syok sepsis?

Direkomendasikan strategi restriktif dibandingkan liberal pada pasien dengan sepsis dan syok sepsis. 

Tidak ada perbedaan mortalitas antara penggunaan strategi restriktif dan liberal dalam jangka panjang, mortalitas jangka pendek, maupun kualitas hidup dalam kurun waktu 1 tahun. Penggunaan strategi restriktif memungkinkan penggunaan produk darah yang lebih sedikit. 

Strategi liberal bisa digunakan jika kondisi fisik pasien sangat rendah, adanya penyakit jantung yang tidak dapat direvaskularisasi, atau preferensi dari pasien.

4. Haruskah transfusi restriktif versus liberal digunakan pada pasien dengan perawatan berkepanjangan dengan ventilator mekanik?

Kami menyarankan ambang batas restriktif dibandingkan liberal pada pasien sakit kritis dengan penggunaan ventilator berkepanjangan. 

Penggunaan ventilator berkepanjangan dideskripsikan sebagai lebih dari 4 hari atau lebih dari 7 hari. Tidak ada dampak dari penggunaan strategi restriktif terhadap mortalitas jangka panjang maupun jangka pendek, serta kualitas hidup jangka panjang pasien. 

Strategi liberal bisa digunakan jika kondisi fisik yang sangat rendah, adanya penyakit jantung yang tidak dapat direvaskularisasi, atau preferensi dari pasien.

5. Haruskah strategi transfusi restriktif digunakan pada pasien anemia tanpa perdarahan, sakit kritis dengan post operasi jantung?

Direkomendasikan ambang batas restriktif dibandingkan liberal pada pasien dewasa yang menjalani operasi jantung. 

Strategi restriktif memiliki pengaruh sangat kecil hingga tidak ada mortalitas jangka panjang maupun pendek. Tidak ada pengaruh pada kualitas hidup jangka waktu 3 bulan. Tidak memberikan perbedaan pada tingkat infeksi, serta stroke, dan hampir tidak ada pengaruhnya untuk infark miokard. 

Strategi restriktif dapat mengurangi penggunaan produk darah. Untuk rekomendasi ini digunakan range, restriktif (7-8 g/dL), liberal (9-10 g/dL, atau HCT 28-32%).

6. Haruskah strategi transfusi restriktif digunakan pada pasien anemia, sakit kritis dengan cedera saraf akut?

Belum dibuat rekomendasi untuk penggunaan strategi restriktif (7g/dL) atau liberal (9-11.5g/dL) pada pasien sakit kritis dengan cedera pada saraf (traumatic brain injury, perdarahan subarakhnoid, atau stroke). 

Mortalitas pada strategi restriktif belum jelas. Penyembuhan fungsional juga belum jelas, bisa menyebabkan perbedaan kecil pada pemulihan fungsional yang buruk, yang diukur dengan Glasgow Outcome Scale Score atau follow up kemandirian hidup sehari-hari selama 3-6 bulan. 

Terdapat beberapa kelebihan dari strategi restriktif, namun efeknya belum jelas karena kurangnya bukti.

7. Haruskah strategi transfusi restriktif digunakan pada pasien sakit kritis yang menjalani ECMO?

Belum dibuat rekomendasi untuk menggunakan strategi restriktif atau liberal untuk pasien sakit kritis yang menjalani ECMO. Data yang dikumpulkan masih kurang untuk mendukung suatu meta-analisis untuk membuat rekomendasi. 

Meskipun panel mencatat kemungkinan tidak ada alasan yang membutuhkan ambang transfusi yang lebih tinggi (misalnya: pasien menerima darah yang teroksigenasi dengan baik melalui sirkuit ECMO), populasi ini memiliki karakteristik lain (misalnya hemolisis, koagulopati) yang meningkatkan kemungkinan untuk efek yang berbeda dari ambang batas yang berbeda pada populasi ICU umumnya. 

8. Haruskah strategi restriktif versus liberal digunakan pada pasien anemia sakit kritis onkologi dan dan hemato-onkologi?

Belum dibuat rekomendasi untuk pasien kritis dengan malignansi, kriteria transfusi masih pending karena dibutuhkan penelitian lanjutan. 

Dari dua data yang dikumpulkan, penggunaan strategi restriktif dapat menyebabkan peningkatan besar pada mortalitas 60-90 hari, dan peningkatan besar pada mortalitas 30 hari, dan peningkatan sedang pada stroke, namun tidak ada peningkatan yang berarti terhadap infark miokard. 

Efeknya terhadap infeksi dan ARDS belum diketahui pasti. Meskipun dari data lebih mengarah ke strategi liberal, namun belum didapat kepastian, karena kedua data berasal dari single centre trials yang biasanya memberikan hasil yang berlebihan. Dan kedua penelitian dilakukan di centre yang sama.

Cakupan pedoman ini hanya berfokus pada transfusi produk darah dan pencegahan transfusi pada orang dewasa yang sakit kritis tanpa perdarahan. Anak-anak yang sakit kritis berada di luar cakupan. Pedoman ini juga tidak berlaku untuk pasien sakit kritis dengan perdarahan aktif, atau pasien dalam pengaturan pra-operasi atau non-ICU.

Temukan informasi dari berbagai topik kedokteran, hanya di Sejawat Indonesia. Dapatkan juga penanganan dan tatalaksana lengkap dan terbaru di Sejawat CME yang bisa diakses kapanpun yang Anda inginkan.

Penulis: Suci Sasmita, S.Ked.

Referensi: 


Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaSmart Surgical Suture, Solusi untuk Semua Jahitan Bedah

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar