sejawat indonesia

Dari Kata ke Gejala: Ungkap Depresi melalui Postingan Media Sosial

Media sosial menjadi bagian penting dalam kehidupan modern kita. Banyak orang menggunakan media sosial untuk berinteraksi dengan orang lain, berbagi pengalaman, mendapatkan informasi, dan mengikuti tren terbaru. Namun, kehadiran media sosial juga dapat menyebabkan kesepian dan depresi pada sebagian orang.

Kesepian merupakan faktor risiko depresi, tetapi juga bisa menjadi gejala. Profesional kesehatan mental yang merawat pasien yang mengalami keduanya, harus bisa memetakan hubungan kompleks antara kedua kondisi tersebut, sekaligus juga memahami dan mampu merawatnya secara terpisah.

Sebuah penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan dalam postingan media sosial dapat mencerminkan perasaan kesepian dan depresi seseorang. Para peneliti menggunakan algoritma untuk menganalisis jutaan postingan di media sosial dan menemukan bahwa orang yang merasa kesepian atau depresi cenderung menggunakan kata-kata yang lebih negatif, kurang bergairah, dan kurang keterlibatan dalam konten mereka.

Temuan ini membuka pintu bagi penelitian lebih lanjut dan memberikan informasi penting bagi para profesional kesehatan yang ingin mengidentifikasi dan membantu orang yang menderita kesepian dan depresi.

Ungkapan Kesepian dan Depresi di Media Sosial

Kesepian adalah perasaan yang meresap yang dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik seseorang. Hal ini menjadi semakin umum di era digital, di mana orang lebih sering berinteraksi melalui media sosial daripada secara langsung.

Para peneliti telah menemukan bahwa orang yang merasa kesepian cenderung lebih aktif di media sosial daripada orang yang tidak merasa kesepian.

Selain itu, mereka juga cenderung menggunakan kata-kata yang lebih negatif dalam postingan mereka.

Untuk menjelaskan hal ini, kolaborasi antara Penn, Purdue, Stanford, dan National Institute on Drug Abuse (NIDA) menggabungkan penilaian psikologis tradisional dengan metode linguistik dan analisis pembelajaran mesin (machine learning) dari postingan Facebook.

Penelitian yang terbit di jurnal Nature npj Mental Health Research tersebut, tim peneliti melaporkan bahwa bahasa yang terkait dengan depresi merujuk terutama pada emosi, sedangkan bahasa kesepian lebih mengacu pada kognisi. Keduanya juga berbagi benang merah: sering menggunakan bahasa yang mengacu pada penyakit, rasa sakit, dan emosi negatif.

Karena pengguna media sosial bebas memilih kata mana yang mereka gunakan untuk menggambarkan pikiran dan emosi mereka, posting di platform seperti Facebook menawarkan banyak data linguistik. Dengan kata lain, bahasa yang digunakan orang di Facebook mengungkapkan banyak hal tentang perasaan mereka. 

Untuk mengeksplorasi hal ini terkait kesepian dan depresi, para peneliti mendapat izin untuk mengumpulkan 3,4 juta postingan Facebook dari 2.986 orang. Mereka kemudian melakukan survei depresi dan kesepian untuk mengukur keadaan psikologis dan perasaan isolasi sosial. Terakhir, mereka menganalisis postingan Facebook secara linguistik untuk menemukan kata, frasa, atau tema tertentu yang terkait dengan kesepian dan depresi.

Dalam satu teknik untuk melakukan ini, yang disebut linguistic inquiry word count atau kosakata tertutup, para peneliti menggunakan database yang dikembangkan oleh psikolog Universitas Texas untuk mengkategorikan kata-kata berdasarkan makna dan fungsi gramatikalnya.

Teknik kedua, yang disebut metode kosa kata terbuka, menggunakan pembelajaran mesin untuk mengekstraksi kata, frasa, dan topik umum yang sering ditemukan di postingan oleh peserta yang mengalami kesepian atau depresi.

Para peneliti menemukan bahwa orang yang depresi dan kesepian lebih cenderung menggunakan bahasa yang menggambarkan rasa sakit dan emosi negatif seperti "sedih" dan "lelah (tired)".

Selain itu, orang yang depresi dan kesepian sering menggunakan kata ganti orang pertama tunggal "aku/saya", misalnya, sedangkan orang yang tidak depresi atau kesepian sering menggunakan kata ganti orang pertama jamak "kami", yang menyiratkan hubungan sosial.

Semua korelasi dalam tabel dikendalikan untuk usia dan jenis kelamin. Hasil kumpulan kata dan frasa hadir dengan tingkat signifikan minimum pada p < .05. Risiko = korelasi dengan r > 0, protektif = korelasi dengan r < 0.r = Koefisien korelasi Pearson, rentang nilai r: [nilai r min, nilai r maks]. Interval kepercayaan 95% CI 95%: [batas bawah, batas atas]. ***p < .001, **p < .01. *p < .05. Semua nilai-p dikoreksi menggunakan koreksi Tingkat Penemuan Palsu Benjamini-Hochberg. Ukuran font kata di setiap cloud kata mewakili kekuatan korelasi, semakin besar ukurannya semakin kuat korelasinya.

Temuan lainnya, orang yang kesepian lebih sering merujuk pada aktivitas kontemplatif seperti membaca, menulis, dan mengamati dunia, sedangkan orang yang depresi merujuk pada sikap apatis, rasa sakit, dan kebingungan mereka. Pola-pola ini juga diterapkan pada akronim dan emotikon Internet yang umum, orang yang depresi sering menggunakan emotikon ":(" dan akronim seperti "idc" (kependekan dari "I don't care").

Satu penelitian yang dilakukan di Indonesia menganalisis kemungkinan depresi dari 12402 postingan media sosial Twitter dengan menggunakan teknik Natural Language Processing (NLP).

Pemodelan dilakukan dengan teknik klasifikasi yang sering dipakai dalam sentiment analisis dan pada kasus yang sama yaitu prediksi depresi. Hasil terbaik didapatkan oleh metode SVM dengan akurasi 95.56%.


Visualisasi kata pada post Depresi (Atas). Visualisasi kata pada postingan Normal (Bawah)

Tabel di atas menunjukkan indikasi dari kata pada postingan media sosial. Dari pre-processing ditemukan bahwa bahasa depresi mengandung kata-kata seperti emosi negatif, pikiran bunuh diri, kemarahan, proses interpersonal, kelelahan, dan sering diekspresikan secara somatik melalui gejala tubuh (feel, want, like, wish, sad, wrong life, depression, depressed, want die, shit, fuck, hate, anyone, lonely, alone, bad, boring, sick, tired, empty, cry, stupid, damn, nothing, ugly, hard, sorry, jealous, bored).

Pada Normal post lebih mencerminkan kesenangan, hubungan sosial yang baik dan rasa syukur seperti (life, love, good, happy blessed, good best, great, lucky, thank, batter, make enjoy, girlfriend, pretty, family, fun, dream, allah).

Apa Arti Temuan ini?

Hasil ini menunjukkan bahwa kesepian bisa berasal dari komponen kognitif internal, bukan hanya isolasi atau keterampilan sosial yang buruk, kesepian bisa didorong oleh persepsi orang tentang lingkungan dan ancaman sosial di dalamnya. 

Selain menginformasikan bagaimana terapis bisa mengatasi kesepian dan depresi, para peneliti berharap pekerjaan mereka dapat memandu platform media sosial memantau risiko kesehatan mental dan merespons krisis kesehatan mental lebih cepat.

Bagaimanapun, Kita tidak bisa menggunakan media sosial untuk mendiagnosis seseorang, tetapi media sosial dapat membantu mengidentifikasi kapan seseorang mungkin merasa sedih dan menyediakan sumber daya yang mereka butuhkan.

Referensi:

  • Huang, C., Zhang, H., & Chen, Y. (2022). Unveiling the emotional language in depression and loneliness through social media. Nature Computational Science, 1(2), 137-144.
  • Lin, L. Y., Sidani, J. E., Shensa, A., Radovic, A., Miller, E., Colditz, J. B., ... & Primack, B. A. (2016). Association between social media use and depression among US young adults. Depression and anxiety, 33(4), 323-331.
  • Park, S., Lee, J., & Park, E. (2018). Effect of social support in Facebook during the process of health behavior change: A systematic review and meta-analysis. Journal of medical Internet research, 20(2), e28.
  • Liu, T., Ungar, L.H., Curtis, B. et al. Head versus heart: social media reveals differential language of loneliness from depression. npj Mental Health Res 1, 16 (2022). https://doi.org/10.1038/s44184-022-00014-7

  • Kemungkinan Depresi dari Postingan pada Media Sosial, Siti Mutmainah, Jurnal SNATI (ISSN 2807-5935). Volume 1. Nomor 2. 2022.

Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaHubungan antara Penyakit Jantung dan Kejadian Stroke Emboli

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar