sejawat indonesia

Efek Jangka Panjang Konsumsi Proton Pump Inhibitor

Sekresi asam lambung merupakan proses kompleks yang berhubungan dengan interaksi neuronal, enzimatik, dan hormonal. Semua proses kompleks ini akan menghasilkan produk akhir berupa ion hidrogen yang dihasilkan oleh sel parietal lambung. Proton pump inhibitor (PPI) bekerja dengan cara menghambat produksi asam lambung melalui ketiga jalur yang diperantarai oleh asetilkolin, histamin, dan gastrin. Oleh karena itu golongan ini dianggap sebagai obat yang paling potensi dalam menghambat sekresi asam lambung. Terdapat 6 jenis obat golongan PPI yang tersedia di pasaran yaitu omeprazole, lansoprazole, pantoprazole, esomeprazole, rabeprazole, dan dexlansoprazole. PPIs di indikasikan untuk mencegah dan terapi dari kelainan produksi asam lambung. PPIs biasanya diberikan dalam jangka waktu pendek, yaitu 8 minggu untuk penyakit ulkus peptik, gastroesofageal reflux disease (GERD), dan esophagitis erosive. Serta pemberian selama 2 minggu pada kondisi nyeri ulu hati dan untuk eradikasi Helicobacter pylori. Walaupun obat ini memiliki manfaat yang besar, namun penggunaan jangka panjang dari obat ini telah dikaitkan dengan beberapa efek samping. Efek samping ringan yang dapat terjadi dapat berupa nyeri kepala, mual, nyeri abdomen, flatulen, dan diare yang biasanya bersifat self-limiting atau dapat sembuh sendiri. Namun, terdapat beberapa efek samping serius yang dapat terjadi dari penggunaan jangka panjang seperti pneumonia, diare akibat infeksi C. difficile, risiko fraktur, hypomagnesemia, trombositopenia, defisiensi besi, defisiensi B12, rhabdomiolisis, Nefritis interstisial, hingga neoplasma.  

Pneumonia

Bakteri aerobik dapat bertumbuh dalam lambung akibat peningkatan pH setelah konsumsi PPI. Adanya bakteri dalam lambung dapat menyebabkan mikroaspirasi dan kolonisasi di paru-paru yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia. Terdapat tiga meta-analisis dari studi case control dan kohort yang mendapatkan adanya peningkatan insiden pneumonia dengan penggunaan PPIs. Beberapa meta-analisis menemukan bahwa penggunaan PPI oral dosis tinggi dan dosis rendah dapat secara signifikan meningkatkan insiden Community Acquired Pneumonia (CAP). Begitu juga dengan penggunaan PPI jangka panjang ( >180 hari) juga meningkatkan risiko terjadinya CAP.  

Infeksi Clostridium Difficile

Pada kondisi pH asam pada lambung, beberapa pertumbuhan bakteri dapat dihambat. Namun dengan pemberian PPI, kondisi pH lambung dapat menjadi lebih basa, yang dapat memicu pertumbuhan C. difficile. Pada meta-analisis dari 30 penelitian dengan total sampel sebanyak 202.965 pasien, infeksi Clostridium difficile secara spesifik ditemukan pada sampel yang diterapi dengan menggunakan PPI. Penggunaan obat PPI lama, dosis tinggi, atau penggunaan antagonis reseptor histamin 2 dapat meningkatkan risiko infeksi lambung terhadap C. difficile dibandingkan pasien yang tidak mendapatkan terapi supresi asam lambung.  

Risiko Fraktur

Kalsium yang kita makan biasanya dalam bentuk kalsium karbonat atau kalsium klorida. Kalsium ini sangat sulit untuk larut dan membutuhkan lingkungan yang lebih asam untuk meningkatkan ionisasinya. Jika sekresi asam terganggu, kalsium akan sulit untuk terionisasi sehingga penyerapannya akan terganggu. Hal ini akan menyebabkan penurunan level kalsium dalam darah dan hiperparatiroid sekunder. Dengan peningkatan hormon paratiroid, resorpsi tulang oleh aktivitas osteoklast akan meningkat. Lama kelamaan hal ini akan menyebabkan pengurangan massa tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Pada penelitian dengan menggunakan sampel 18 pasien yang mendapatkan omeprazole selama 7 hari, didapatkan penurunan dalam absorbsi kalsium dari 9.1% menjadi 3.5%. Penelitian ini juga didukung oleh insiden osteoporosis yang meningkat pada pasien lansia yang mengkonsumsi PPI dalam jangka waktu lama dibandingkan pasien lansia yang tidak mengkonsumsi PPI.  

Defisiensi besi

Absorbsi besi sangat bergantung pada kadar pH pada saluran cerna. Besi heme merupakan 30% dari jenis zat besi yang kita makan dimana penyerapannya tidak bergantung pada kadar pH saluran cerna, sedangkan besi nonheme merupakan 70% dari jenis zat besi yang kita makan dan penyerapannya sangat bergantung pada pH saluran cerna. Pada kondisi pH dibawah tiga, besi ferri (FE3+) akan diubah menjadi besi ferro (FE2+)  dimana besi ferro bersifat 100x lebih larut dalam saluran cerna. Jika pH lumen gaster lebih dari 3, besi ferri akan sulit diubah menjadi besi ferro sehingga penyerapan besi akan menurun. Sebuah laporan kasus oleh Khatib MA dkk, melaporkan adanya kaitan antara penurunan kadar besi serum dengan konsumsi omeprazole jangka panjang. Dalam laporannya, seorang pasien umur 49 tahun dengan riwayat konsumsi omeprazole 40 mg sehari mengalami anemia defisiensi besi setelah 3 tahun dengan kadar besi serum 34 mcg/dl (Nilai normal 47-153 mcg/dl). Setelah pemberhentian omeprazole, kadar besi meningkat menjadi 133 mcg/dl dalam beberapa bulan, dan gejala klinis anemia hilang.  

Defisiensi Vitamin B-12

Cobalamin (B-12) merupakan vitamin larut air yang memiliki ikatan kuat dengan protein pada makanan. Di mukosa gaster, asam hidroklorik dan pepsin berperan dalam melepas ikatan kobalamin tersebut dengan protein pada makanan agar dapat berikatan dengan protein R saliva sehingga kobalamin dapat berikatan dengan faktor intrinsic. Ikatan kobalamin-faktor intrinsik akan tetap kuat sampai ikatan ini sampai di ileum distal dimana kobalamin akan di absorbsi.  Pada sebuah studi dengan menggunakan sampel 10 laki-laki yang diberkan omeprazole oral 20 mg/hari dan 40 mg/hari selama 2 minggu. Dari percobaan ini, absorbs kobalamin dibandingkan sebelum dan setelah konsumsi pada kedua grup. Pada grup yang mendapatkan omeprazole 20 mg/hari, absorbsi kobalamin didapatkan menurun dari 3.2% menjadi 0.9%, dan yang mendapatkan omeprazole 40 mg/hari didapatkan absorbsi kobalamin menurun dari 3.4% menjadi 0.4%. (Marcuard SP, 2010)  

Hipomagnesium dan Trombositopenia

Pada penelitian oleh GAU JT (2012), Hipomagnesium dapat terjadi pada konsumsi PPI minmal 3 bulan, dan adanya perbaikan kadar magnesium didapatkan dalam 1 minggu setelah berhenti konsumsi PPI. Pada saat dilakukan rechallenge, hipomagnesium terjadi kembali dalam 2 minggu penggunaan PPI. Konsumsi PPI yang berisiko untuk terjadinya hipomagnesium diduga berkaitan dengan faktor risiko seperti umur, jenis kelamin, adanya penyakit seperti diabetes melitus, gagal jantung, penyakit gastrointestinal akut, penggunaan obat diuretic dan suplemen elektrolit. FDA telah mengeluarkan pernyataan terkait risiko hipomagnesium pada konsumsi PPI dengan kondisi tersebut. Hubungan antara trombositopenia dan konsumsi PPI sebenarnya masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Pada laporan kasus pasien yang mendapatkan lansoprazole 60 mg dua kali sehari pada kasus perdarahan gastrointestinal didapatkan penurunan kadar trombosit dari 160 x 103/mm3 menjadi 36 x 103/mm3 pada 3 hari terapi. Setelah lansoprazole dihentikan, dan diganti dengan penggunaan ranitidine, kadar trombosit naik kembali menjadi 105 × 103/mm3 dan naik lagi menjadi 215 × 103/mm3 pada saat pasien dipulangkan. Oleh karena hal itu, penulis mengaitkan adanya keterkaitan antara trombositopenia dan konsumsi lansoprazole, namun banyak faktor yang dapat berpengaruh dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.    
Referensi
- Wilhelm M, Rjater R, Kale-pradhan P. Perils and Pitfalls of Long-term Effects of Proton Pump Inhibitors. Medscape : Expert revies clinical pharmacology. 2013
- Khatib MA, Rahim O, Kania R, Molloy P. Iron deficiency anemia: induced by long-term ingestion of omeprazole. Dig. Dis. Sci.47(11), 2596–2597(2002).
Marcuard SP, Albernaz L, Khazanie PG. Omeprazole therapy causes malabsorption of cyanocobalamin (vitamin B12). (2010)
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaLima Hal Yang Perlu Diketahui Untuk Membantu Pasien Berhenti Merokok

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar