sejawat indonesia

Gambaran Umum Manajemen Terkini Hernia Inguinalis

Tindakan bedah masih menjadi pilihan utama dalam manajemen hernia inguinalis. Banyak perbedaan dalam hal pendekatan, indikasi tindakan dan serangkaian teknik yang signifikan untuk pedoman perbaikan hernia inguinalis. Untuk itu masih terus dilakukan pengembangan rekomendasi terbaik dalam penanganannya.

Hernia adalah salah satu diagnosis yang umum di bidang bedah. Ada banyak jenis hernia, sebagian besar terjadi di inguinal yang disebut hernia inguinalis (groin hernia).

Hernia inguinalis terdiri dari tiga jenis, tergantung pada lokasi relatif terhadap segitiga inguinalis (Hesselbach) yaitu hernia inguinalis direk, hernia inguinalis indirek, dan hernia femoralis (Gambar 1).

Hernia inguinalis direk adalah penonjolan jaringan melalui dinding posterior kanalis inguinalis, medial dari pembuluh darah epigastrika inferior. Sedangkan hernia inguinalis indirek menonjol melalui cincin inguinalis interna, lateral dari pembuluh darah epigastrika inferior, dan hernia femoralis adalah penonjolan jaringan di bawah ligamentum inguinalis, medial dari pembuluh darah femoralis.

Di Indonesia, data nasional untuk insiden hernia inguinalis masih belum diketahui. Tapi, berkaca pada Amerika Serikat yang jumlah penduduknya juga melimpah, diketahui 1,6 juta hernia inguinalis didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 700 ribu di antaranya memerlukan perbaikan melalui pembedahan.



Gambar 1 : Segitiga Hesselbach (garis merah) adalah penanda anatomis yang dibatasi oleh otot rektus abdominis di medial, ligamen inguinalis di inferior, dan pembuluh darah epigastrika inferior di lateral.

Secara global, perbandingan risiko seumur hidup pada pria dan wanita mengalami hernia inguinalis adalah 27% dan 3%. Hernia inguinalis juga dapat terjadi pada semua kelompok usia dan risikonya meningkat pada kelompok yang lebih tua. Meskipun demikian, etiologi hernia inguinalis masih belum jelas.

Frekuensi perbaikan hernia inguinalis meningkat dari 0,25% pada pasien usia 18 tahun menjadi 4,2% pada pasien usia 75 hingga 80 tahun. Hernia inguinalis hampir selalu bergejala, dan satu-satunya metode penyembuhannya sejauh ini adalah pembedahan.

Baca Juga :


Etiologi dan Faktor Risiko Hernia Inguinalis

Hernia inguinalis dianggap memiliki komponen bawaan (kongenital) dan didapat. Pada umumnya, kasus hernia di usia dewasa cenderung didapat. Tapi, ada bukti yang menunjukkan bahwa genetika juga berperan. Pasien dengan riwayat keluarga yang diketahui menderita hernia, setidaknya 4 kali lebih mungkin mengalami hernia inguinalis.

Penelitian juga menunjukkan bahwa penyakit tertentu seperti Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), sindrom Ehlers-Danlos dan sindrom Marfan, berkontribusi pada peningkatan insiden hernia inguinalis.

Peningkatan tekanan intra-abdomen akibat obesitas, batuk kronis, kebiasaan angkat berat, dan mengejan karena sembelit, juga berperan dalam pengembangan hernia inguinalis. Jenis kelamin laki-laki dan usia tua adalah faktor risiko yang paling umum pada kasus hernia inguinalis.

Hipotesis Terjadinya Herniasi

Kanalis inguinalis dimulai dari cincin inguinalis interna dan berakhir pada cincin superfisial, yang berisi korda spermatika pada pria dan ligamentum rotundum pada wanita. Integritas dinding abdomen tergantung pada orientasi kanalis inguinalis, fascia transversalis, dan fungsi cincin internal seperti sfingter.

Hipotesis terhadap tingginya insiden hernia inguinalis pada manusia adalah bahwa dinding perut khususnya daerah inguinal tidak mampu beradaptasi dengan cepat ketika kita berdiri.

Herniasi hernia lateral muncul dari cincin inguinalis interna melalui prosesus vaginalis dan berjalan di kanalis inguinalis dengan atau tanpa keluar melalui cincin superfisial. Sedangkan herniasi hernia medial melalui fascia transversalis yang mungkin melemah di segitiga Hesselbach.

Penegakan Diagnosis Hernia Inguinalis

Manifestasi klinis hernia inguinalis dapat beragam pada setiap pasien. Pada umumnya, pasien datang dengan mengeluhkan adanya tonjolan atau rasa nyeri di selangkangan yang memburuk dengan aktivitas fisik seperti berdiri, mengejan, mengangkat, atau batuk. Beberapa juga menggambarkan adanya sensasi terbakar atau mencubit di selangkangan yang dapat menyebar ke skrotum atau ke kaki bawah.

Pemeriksaan fisik adalah cara terbaik untuk mengkonfirmasi hernia. Pemeriksaan paling baik dilakukan dengan posisi pasien berdiri. Inspeksi visual daerah inguinal dilakukan terlebih dahulu untuk menyingkirkan tonjolan yang jelas atau asimetri di inguinal atau skrotum.

Selanjutnya, pemeriksa melakukan palpasi di atas inguinal dan skrotum untuk mendeteksi adanya hernia. Palpasi dilakukan dalam kondisi terdapat benjolan hernia, diraba konsistensinya dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat direposisi. Palpasi dilakukan dengan finger test (Gambar 2), dimana jari telunjuk pemeriksa masuk melalui skrotum dan menuju cincin inguinalis eksternal.

Pasien kemudian diinstruksikan untuk batuk atau melakukan manuver valsava. Jika ada hernia, pemeriksa akan dapat merasakan adanya tonjolan yang bergerak masuk dan keluar, baik di sisi jari pemeriksa (hernia direk) atau di ujung jari saat mendekati cincin internal (hernia indirek), saat tekanan intra-abdomen pasien meningkat sebab adanya batuk atau valsava.

Hernia indirek dapat meluas sampai ke dalam skrotum dan memberikan gambaran kasar hidrokel. Transiluminasi isi skrotum di ruangan yang gelap akan membantu membedakan hidrokel dari hernia inguinalis indirek intraskrotal. Pemeriksaan sisi kontralateral sangat penting karena memungkinkan klinisi untuk membandingkan simetri dan/atau abnormalitas kanan dan kiri.

USG, CT Scan, MRI maupun herniografi jarang sekali diperlukan pada kebanyakan kasus. Karena pemeriksaan fisik seharusnya sudah dapat menjelaskan gambaran hernia inguinalis.


Gambar 2 : Finger test untuk hernia inguinalis.

Manajemen Hernia Inguinalis 

Manajemen hernia inguinalis ditentukan dengan melakukan triage pasien berdasarkan keparahan gejala ke dalam kelompok observasi (watchful waiting), atau pembedahan. Hernia inguinalis simtomatik harus ditangani dengan pembedahan.

Sedangkan kasus hernia inguinalis misal pada laki-laki dan tanpa gejala atau gejala minimal dapat diobservasi karena risiko kedaruratannya rendah, meskipun pada akhirnya tetap membutuhkan pembedahan.

Untuk itu, risiko pembedahan dan strategi observasi harus didiskusikan dengan pasien. Manajemen bedah harus disesuaikan dengan keahlian ahli bedah, karakteristik pasien dan hernia, serta sumber daya yang tersedia. 

Terdapat dua teknik pembedahan untuk hernia inguinalis yaitu non-mesh dan mesh. Teknik Shouldice adalah teknik bedah non-mesh yang direkomendasikan untuk hernia inguinalis karena memiliki tingkat kekambuhan yang lebih rendah daripada teknik jahitan lainnya.

Sementara, teknik pembedahan berbasis mesh adalah yang direkomendasikan dalam pedoman internasional sebagai pilihan pertama, baik dengan prosedur open mesh (anterior) maupun laparo-endoskopi (posterior).

Beberapa jenis teknik yang digunakan pada open mesh, antara lain transinguinal preperitoneal (TIPP), transrectal pre-peritoneal (TREPP), dan Lichtenstein. Teknik Lichtenstein merupakan teknik yang paling direkomendasikan. Sedangkan, teknik laparo-endoskopi meliputi transabdominal preperitoneal (TAPP) dan totally extraperitoneal (TEP).

Pada kedua teknik tersebut, mesh berukuran besar akan diletakkan menutupi orifisium myopectineal, sehingga dapat memperbaiki hernia direk, maupun indirek. Pada teknik pendekatan TAPP, direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan kontralateral, jika didapati hernia maka dilakukan pembedahan juga.

Keduanya aman, efektif dan memiliki hasil yang sebanding, untuk itu terdapat rekomendasi bahwa pemilihan teknik pendekatan laparo-endoskopi harus berdasarkan keterampilan, pendidikan, dan pengalaman ahli bedah.

Apabila sumber daya dan keahlian memadai, prosedur laparo-endoskopi adalah pilihan yang lebih menguntungkan mengingat waktu pemulihan lebih cepat, risiko nyeri kronis lebih rendah, dan hemat biaya.

Pedoman HerniaSurge merekomendasikan penggunaan mesh sintetis monofilament berpori besar, sekitar 1–1,5 mm dengan kekuatan 16 Nm² pada pembedahan berbasis mesh. Pemakaian low weight mesh memang mengurangi nyeri pasca operasi namun dilaporkan berhubungan dengan rekurensi dan nyeri kronis pasca operasi.

Nyeri kronis merupakan komplikasi yang sering terjadi pascaoperasi terbuka hernia, dan dilaporkan mencapai 16%. Hal ini diduga berhubungan dengan berat mesh yang digunakan, serta cara fiksasi mesh. 

Pemberian profilaksis antibiotik dalam pengaturan pembedahan hanya direkomendasikan untuk prosedur open mesh pada pasien berisiko tinggi di lingkungan berisiko rendah dan pada semua pasien di lingkungan berisiko tinggi.

Pemberian profilaksis antibiotik tidak direkomendasikan untuk prosedur open mesh pada pasien risiko rata-rata di lingkungan berisiko rendah dan prosedur laparo-endoskopi pada semua pasien di lingkungan berisiko apapun.

Terkait penggunaan anestesi dalam pembedahan hernia inguinalis, anestesi lokal pada open repair memberi banyak keuntungan, dan penggunaannya direkomendasikan selama ahli bedah memiliki pengalaman memadai.

Anestesi general lebih direkomendasikan daripada anestesi regional pada pasien berusia 65 dan lebih tua karena memungkinkan komplikasi yang ditimbulkan lebih sedikit seperti infark miokard, pneumonia dan tromboemboli.

Blok lapangan perioperatif dan/atau infiltrasi subfasia/subkutan direkomendasikan pada semua kasus perbaikan terbuka. Tindakan anestesi lokal pra operasi atau perioperatif seperti blok lapang saraf inguinalis dan/atau infiltrasi subfascial/subkutan direkomendasikan di semua open repair hernia inguinalis. 

Penggunaan NSAID konvensional atau inhibitor COX-2 selektif ditambah parasetamol direkomendasikan untuk manajemen pasca operasi selama tidak ada kontraindikasi. Pasien dianjurkan untuk melanjutkan aktivitas normal tanpa batasan segera setelah merasa nyaman.

Untuk hernia berulang setelah perbaikan anterior, direkomendasikan perbaikan posterior dan jika kekambuhan terjadi setelah perbaikan posterior, perbaikan anterior dianjurkan. 

Pada akhirnya, yang harus diketahui adalah ketiadaan teknik yang pasti untuk semua hernia inguinalis mengharuskan ahli bedah memberikan pilihan pendekatan anterior (Lichtenstein) dan posterior (TEP atau TAPP) untuk menyesuaikan manajemen hernia inguinalis.

Pelajari cara penegakan diagnosis, tatalaksana dan perawatan pada pasien hernia bersama ahlinya melalui LIVE CME "Updates Of Hernia Care: Surgery Or The Other Options?"


Penulis : dr. Pamela Sandhya De Jaka

Referensi :

  • Shakil, Amer, et al. “Inguinal Hernias: Diagnosis and Management.” American Family Physician, 15 Oct. 2020, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2020/1015/p487.html. 
  • Öberg, Stina et al. “Etiology of Inguinal Hernias: A Comprehensive Review.” Frontiers in surgery vol. 4 52. 22 Sep. 2017, doi:10.3389/fsurg.2017.00052.
  • Inguinal Hernia - Statpearls - NCBI Bookshelf. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513332/. 
  • LeBLANC, KIM EDWARD, et al. “Inguinal Hernias: Diagnosis and Management.” American Family Physician, 15 June 2013, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2013/0615/p844.html.
  • HerniaSurge Group. “International guidelines for groin hernia management.” Hernia : the journal of hernias and abdominal wall surgery vol. 22,1 (2018): 1-165. doi:10.1007/s10029-017-1668-x.
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaAnti-Epileptic Drug: Bagaimana Cara Pemberian, Mekanisme Obat hingga Efek Samping pada Epilepsi

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar