Hadirnya RS Asing di Indonesia: Betulkah sebuah Solusi?
Keran investasi RS asing kini telah dibuka lebar. Terlebih setelah Presiden Prabowo mengungkap dalam pertemuannya bersama Presiden Dewan Eropa, António Costa, di Brussels, Belgia, Minggu (13/7) waktu setempat.
"Dalam dua tahun terakhir, kami telah membuka partisipasi asing di banyak sektor, dan saat ini kami membuka sektor kesehatan. RS asing mana pun, atau institusi kesehatan di luar negeri dapat membuka cabang mereka, atau institusi yang terkait dengan mereka di Indonesia. Kami telah memperbolehkan RS asing buka di Indonesia,"
Presiden Prabowo ke Presiden Costa saat keduanya bertemu di Kantor Dewan Eropa, Gedung Berlaymont, Brussels.
Pernyataan tersebut disambut ramai oleh berbagai pihak, baik yang Pro maupun Kontra. Merespons hal tersebut, Menteri Kesehatan Budi Gunawan mengatakan bahwa tujuan dari presiden mengundang rumah sakit asing untuk buka cabang di Tanah Air agar masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, serta dengan standar internasional.
"Jadi lebih mudah buat mereka untuk mendapatkan layanan yang kualitasnya baik setara dengan di luar negeri,"
Menteri Kesehatan Budi Gunawan, Selasa (15/7/2025).
Alasan tersebut masuk akal, bagaimanapun warga Indonesia menghabiskan lebih dari Rp 165 triliun per tahun untuk berobat ke luar negeri. Namun, ada banyak hal lain yang harus diperhatikan. Kesehatan yang merupakan kebutuhan dasar, bisa sangat berbeda dengan berbagai industri yang ada. Membuka investasi RS Asing punya banyak jebakan, alih-alih solusi.
Regulasi terkait RS Asing di Indonesia
- UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Mengatur izin praktik dokter asing di Indonesia, termasuk penilaian administratif dan evaluasi kompetensi klinis yang harus dipenuhi sebelum mereka diizinkan melayani Masyarakat.
- UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Pasal tersebut menyatakan bahwa setiap rumah sakit, termasuk rumah sakit asing, wajib menjalankan fungsi sosial. Kewajiban ini mencakup memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin dan mendukung program pemerintah seperti BPJS Kesehatan. Namun, implementasi di lapangan seringkali menemui kendala karena rumah sakit asing lebih fokus pada layanan premium, yang kurang terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah.
- UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Investasi asing di sektor rumah sakit diatur oleh UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan diperkuat oleh Perpres Nomor 10 Tahun 2021. Kedua regulasi tersebut membuka peluang investasi asing dengan pembatasan tertentu, seperti kebutuhan terhadap transfer teknologi dan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan lokal. Namun, implementasi regulasi ini membutuhkan pengawasan ketat agar investasi asing tidak hanya berorientasi komersial tetapi juga berkontribusi terhadap pemerataan pelayanan Kesehatan.
- UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Mengamanatkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang merata dan berkualitas. Dalam konteks rumah sakit asing, pemerintah berperan dalam pengawasan dan penyediaan standar kesehatan yang sesuai untuk melindungi masyarakat.
- UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Membuka peluang investasi asing, termasuk di sektor kesehatan, dengan tujuan mengurangi hambatan regulasi yang tumpang tindih. Namun, tetap menekankan aspek keselamatan dan perlindungan masyarakat.
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 317 Tahun 2010. Mengatur pendayagunaan tenaga kesehatan asing, termasuk evaluasi kualifikasi dan kompetensi. Tenaga kesehatan asing yang bekerja di Indonesia wajib mendapatkan izin melalui jalur yang telah ditentukan, seperti rekomendasi dari Kementerian Kesehatan.
Dampak Kehadiran Rumah Sakit Asing terhadap Layanan Kesehatan Indonesia
Rumah sakit asing berpotensi mengubah sistem rujukan nasional. Dengan fasilitas yang lebih maju, mereka seringkali menjadi pilihan langsung bagi pasien yang mampu secara finansial, sehingga menggeser alur rujukan yang seharusnya mendukung penguatan rumah sakit daerah.
Hal tersebut memerlukan evaluasi regulasi agar keberadaan rumah sakit asing tidak melemahkan fungsi rumah sakit pemerintah. Meskipun demikian, keberhasilan pemanfaatan bergantung pada regulasi yang mendorong kolaborasi dengan rumah sakit lokal, memperluas akses layanan, dan menjaga fungsi sosial sektor kesehatan.
BACA JUGA:
- Mengapa Vaksin Baru TB diuji klinis di Indonesia?
- Mengapa Perundungan tetap Terjadi di Dunia Kedokteran Kita?
- Angka Kematian Ibu dan Bayi di Papua, tertinggi di Indonesia. Bagaimana Solusinya?
Berikut beberapa manfaat dari hadirnya RS Asing di Indonesia:
Peningkatan Standar Pelayanan Kesehatan
Rumah sakit asing seringkali membawa standar internasional dalam pelayanan kesehatan, termasuk sistem manajemen rumah sakit, fasilitas modern, dan pendekatan berbasis bukti (evidence-based medicine). Kehadiran mereka memotivasi rumah sakit lokal untuk meningkatkan kualitas layanan guna bersaing di pasar domestik. Hal tersebut pada akhirnya berdampak pada perbaikan sistem kesehatan secara keseluruhan dan menguntungkan pasien yang menginginkan perawatan berkualitas tanpa perlu bepergian ke luar negeri.
Penelitian menunjukkan bahwa kehadiran rumah sakit asing secara signifikan meningkatkan standar layanan kesehatan di negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebuah studi menyatakan bahwa rumah sakit lokal cenderung menyesuaikan diri dengan standar baru untuk mempertahankan pangsa pasar mereka. Meskipun demikian, tantangan muncul pada rumah sakit kecil yang mungkin kesulitan bersaing dalam hal teknologi dan modal.
Transfer Teknologi dan Pengetahuan
Rumah sakit asing menjadi sarana transfer teknologi medis dan metode pengobatan terkini. Teknologi yang sebelumnya tidak tersedia di Indonesia, seperti robotik dalam operasi atau layanan diagnostik berbasis Artificial Intelligence, kini dapat diakses melalui fasilitas kesehatan asing.
Transfer teknologi dari rumah sakit asing ke lokal dinilai sebagai salah satu manfaat terbesar. Namun, implementasinya sering kali bergantung pada kebijakan pemerintah dalam mendorong kolaborasi antara tenaga kesehatan asing dan lokal. Pemerintah dapat mewajibkan rumah sakit asing untuk melakukan pelatihan berkala bagi staf lokal sebagai bagian dari izin operasi mereka.
Pengurangan Medical Tourism
Kehadiran rumah sakit asing dapat menurunkan angka pasien Indonesia yang mencari pengobatan di luar negeri, seperti ke Singapura atau Malaysia. Banyak warga Indonesia sebelumnya harus mencari pengobatan ke luar negeri karena kurangnya fasilitas dan kepercayaan terhadap layanan lokal. Kehadiran rumah sakit asing mengurangi kebutuhan tersebut, karena mereka menawarkan layanan yang setara dengan negara maju, tetapi dengan kemudahan akses dan biaya yang relatif lebih terjangkau.
Meskipun kehadiran rumah sakit asing membawa berbagai manfaat, terdapat pula dampak negatif yang dapat memengaruhi sistem kesehatan nasional. Dampak ini melibatkan aspek ekonomi, sosial, dan distribusi layanan kesehatan yang memerlukan perhatian khusus agar tidak menghambat tujuan keadilan dalam sistem kesehatan.
Berikut di antaranya:
Akses Pelayanan Kesehatan
Penelitian menunjukkan bahwa rumah sakit asing cenderung beroperasi di wilayah perkotaan dengan tingkat ekonomi tinggi, seperti Jakarta dan Bali, sehingga meningkatkan ketimpangan akses kesehatan antara kota dan daerah terpencil. Jurnal yang membahas distribusi pelayanan kesehatan di Indonesia mengungkapkan bahwa mayoritas investasi asing dalam sektor kesehatan terkonsentrasi pada pasar yang menguntungkan secara ekonomi, sementara wilayah dengan kebutuhan tinggi tetap kekurangan infrastruktur.
Dominasi Rumah Sakit Asing
Rumah sakit asing sering kali memprioritaskan layanan premium, sehingga biaya perawatan menjadi sangat tinggi dan tidak terjangkau oleh mayoritas masyarakat. Fenomena ini memperbesar jurang ketimpangan sosial dalam akses kesehatan.
Komersialisasi Kesehatan
Meskipun rumah sakit asing diwajibkan untuk menjalankan fungsi sosial sesuai UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, banyak yang lebih fokus pada layanan komersial. Data dari penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar rumah sakit asing tidak terintegrasi dengan program nasional seperti BPJS yang menjadi tulang punggung layanan kesehatan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Kebijakan yang lebih tegas diperlukan untuk memastikan bahwa fungsi sosial tidak diabaikan. Dominasi rumah sakit asing yang didukung teknologi modern dan dana besar menciptakan tekanan bagi rumah sakit lokal, terutama yang berskala kecil.
Bagaimanapun, sistem kesehatan tidak bisa diperlakukan seperti industri biasa. Ketika kita membuka sektor pelayanan kesehatan bagi investasi korporasi asing, bukan hanya soal gedung atau teknologi canggih yang dipertaruhkan, tetapi juga masalah kedaulatan, keadilan, dan keberlanjutan sistem kesehatan nasional.
Pasien tidak seperti konsumen pada umumnya; mereka seringkali tidak memahami kebutuhan medisnya sendiri, tidak punya waktu untuk membandingkan biaya, dan dalam banyak situasi darurat, tidak mampu membuat pilihan rasional.
Di sisi lain, perusahaan asing didorong oleh satu tujuan utama: mencari keuntungan. Karena itu, kehadiran rumah sakit asing lebih ditujukan untuk mendirikan fasilitas kelas atas di Jakarta, Bali, atau kota besar lainnya, bukan untuk meningkatkan layanan di puskesmas daerah. Sasaran utamanya adalah kalangan elite dan ekspatriat, sementara rakyat biasa jarang menjadi pertimbangan.
Pengalaman negara berkembang lain membuktikan, jika tidak ada pengawasan ketat, masuknya rumah sakit asing akan menciptakan sistem kesehatan ganda (dual track system ) — satu jalur untuk fasilitas elit yang melayani segelintir orang kaya, dan satu jalur lagi untuk rumah sakit publik yang semakin tertinggal bagi sebagian besar masyarakat. Lebih jauh lagi, tenaga medis unggulan berpotensi beralih ke rumah sakit asing karena imbalan finansial dan fasilitas yang lebih baik. Hal ini menyebabkan rumah sakit milik pemerintah dan di daerah semakin kesulitan mendapatkan dokter spesialis. Terjadilah brain drain internal yang memperburuk keterpisahan layanan kesehatan.
Dalam situasi seperti ini, Indonesia hanya dijadikan sebagai pasar, bukan sebagai tuan rumah yang memiliki kontrol. Bahkan ada risiko terjadinya kenaikan harga layanan kesehatan secara umum, karena pasar menyesuaikan tarif dengan standar premium internasional, bukan berdasarkan daya beli masyarakat luas.
Langkah awal mengatasinya, perlu ada empat syarat wajib untuk dilakukan sebagai regulator:
Pertama, Knowledge transfer. Rumah sakit asing harus menjalin kerja sama dengan rumah sakit pendidikan di dalam negeri, memberikan pelatihan bagi tenaga medis lokal, serta berbagi teknologi dan sistem manajemen.
Kedua, kewajiban menyediakan layanan yang inklusif. Pemerintah bisa menerapkan aturan bahwa minimal 10–15 persen dari seluruh layanan ditujukan untuk pasien BPJS atau kasus-kasus rujukan nasional sebagai prasyarat izin operasional.
Ketiga, regulasi terhadap harga dan etika bisnis. Harus ada batas atas biaya pelayanan, sekaligus larangan praktik pemasaran yang memanfaatkan ketakutan atau menonjolkan kesan eksklusivitas berlebihan.
Keempat, adanya kontribusi nyata terhadap sistem kesehatan nasional. Rumah sakit asing wajib ikut mendukung penelitian, program pelayanan kesehatan publik, atau subsidi lintas sektor, misalnya dengan membantu pembiayaan layanan primer atau penanganan penyakit tropis yang kurang menguntungkan secara komersial.
Referensi:
- Abdullah, A. R., Cheah, S., Mulia, V. B., & Abdul Fatah, I. (2019). Factors attracting Indonesian medical tourists to Penang. African Journal of Hospitality, Tourism and Leisure, GCBSS Special Edition, 1-10.
- Adisasmito, W. (2007). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
- Agustina, R., Dartanto, T., Sitompul, R., Susiloretni, K. A., Achadi, E. L., Taher, A., Wirawan, F.,Sungkar, S., Sudarmono, P., & Shankar, A. H. (2019). Universal health coverage in Indonesia: concept, progress, and challenges. The Lancet, 393(10166), 75-102.
- Aiken, L. H., Clarke, S. P., Sloane, D. M., & Consortium, I. H. O. R. (2002). Hospital staffing, organization, and quality of care: cross-national findings. International Journal for quality in Health care, 14(1), 5-14.
- Al‐Amin, M., Makarem, S. C., & Pradhan, R. (2011). Hospital ability toattract international patients: a conceptual framework. International Journal of Pharmaceutical and Healthcare Marketing, 5(3), 205-221.
- Asa, G. A., Fauk, N. K., McLean, C., & Ward, P. R. (2024). Medical tourism among Indonesians: a scoping review. BMC Health Services Research, 24(1), 49.
- Aspinall, E. (2014). Health care and democratization in Indonesia. Democratization, 21(5), 803-823.
- Aziz, M. R. L. (2020). Perspektif Neoliberalisme Dalam Privatisasi Sektor Kesehatan.TRANSBORDERS: International Relations Journal, 3(2), 44-59.
- Betan, A., Sofiantin, N., Sanaky, M. J., Primadewi, B. K., Arda, D., Kamaruddin, M. I., & AM,A. M. A. (2023). Kebijakan Kesehatan Nasional. Yayasan Penerbit Muhammad Zaini. Calundu, R. (2018). Manajemen Kesehatan (Vol. 1). Sah Media.
Log in untuk komentar