sejawat indonesia

Indeks Glikemik Tinggi Sebagai Pemicu Penyakit Kardiovaskular

Telah dilakukan sebuah penelitian penting yang mengandung big data tentang pengaruh indeks glikemik dengan penyakit kardiovaskuler—yang bersifat ringan hingga menyebabkan kematian—yang telah dipublikasikan secara online di New England Journal of Medicine¸pada 24 Februari 2021. Penelitian ini dilakukan oleh PURE (Prospective Urban Rural Epidemiology) yang dilakukan secara global dengan melakukan terhadap 137.851 peserta dengan rentang usia antara 35 – 70 tahun yang tinggal di seluruh lima benua. Peneliti menggunakan kuesioner makanan yang spesifik pada masing-masing negara untuk menentukan asupan diet dan memperkirakan indeks glikemik (GI, Glycemic Index) dan beban glikemik (GL, Glycemic Load) pada konsumsi karbohidrat dasar harian. Setelah itu hazard ratio lalu dihitung menggunakan model Cox-frailty-multivariable. Hasil utama penelitian ini adalah gabungan dari berbagai kejadian kardiovaskular mayor (kematian akibat penyakit kardiovaskular, infark miokard, stroke, dan gagal jantung), atau kematian karena sebab apapun. Dari populasi tersebut, terjadi 8780 kematian dan 8252 kejadian kardiovaskular mayor selama periode penelitian. Hasilnya ditemukan bahwa diet dengan makanan indeks glikemik yang tinggi berhubungan dengan peningkatan resiko kejadian kardiovaskular mayor atau kematian, baik pada peserta dengan penyakit kardiovaskular sebelumnya (hazard ratio, 1.51;95% CI, 1.25 – 1.82), dan pada populasi tanpa penyakit penyerta (hazard ratio, 1,21; 95%CI, 1.11 – 1.34). Penelitian ini mendokumentasikan hubungan yang jelas antara tingginya konsumsi  makanan dengan indeks glikemik yang tinggi dengan peningkatan kematian akibat penyakit kardiovaskular secara signifikan hingga 25%, dibandingkan dengan kelompok yang dalam dietnya melibatkan makanan dengan indeks glikemik yang lebih rendah. Hasil ini diperoleh dari data dengan median tindak lanjut selama 9,5 tahun. Analisis penting lainnya yang dihasilkan oleh penelitian ini adalah dampak yang ditimbulkan oleh diet dengan indeks glikemik yang tinggi pada orang yang memiliki BMI (Body Mass Index) <25 kt/m2 atau lebih. Pada kelompok dengan BMI yang rendah, asupan indeks glikemik yang banyak menyebabkan angka kematian dan kejadian kardiovaskular meningkat secara bermakna. Peserta dengan BMI yang lebih tinggi yang mengkonsumsi paling banyak makanan dengan indeks glikemik yang besar, memiliki angka kematian dan kejadian kardiovaskular yang lebih bermakna sebesar 38% dibandingkan dengan peserta yang memiliki BMI serupa tetapi dengan asupan indeks glikemik yang lebih rendah. Makanan dengan indeks glikemik tinggi yang dimaksud misalnya makanan yang mengandung pemanis buatan atau makanan yang mengandung tinggi gula, minuman bersoda, refined grains—seperti beras putih, tepung terigu, sereal, atau makanan olahan lainnya. Sementara makanan dengan indeks glikemik yang rendah termasuk whole grains—atau biji-bijian dan buah serta sayuran yang belum mengalami proses pengolahan atau masih alami. Refined grains adalah kelompok makanan yang berasal dari biji-bijian atau padi-padian yang telah mengalami proses olahan digiling agar kuman dan dedaknya dihilangkan, sehingga memberikan tekstur yang lebih halus dan lebih tahan lama disimpan. Kekurangannya, refined grains ini kehilangan beberapa kandungan gizi esensialnya seperti serat, besi, dan banyak vitamin B jika dibandingkan dengan whole grains. Sementara Whole grains mengandung seluruh komponen biji-bijian—dedak, kuman, dan endosperma padi—sehingga tidak kandungan gizi yang tersimpan di dalamnya tetap terjaga. Kedua kelompok makanan mengandung karbohidrat, tetapi makanan dengan indeks glikemik yang tinggi juga mengandung karbohidrat buatan yang mengakibatkan lonjatan glukosa dalam darah segera setelah dikonsumsi. Gula dalam karbohidrat buatan ini secara cepat berpindah dari saluran cerna dan langsung ikut ke peredaran darah. Peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah menyebabkan peningkatan konsentrasi insulin. Lonjakan glukosa postprandial memicu kompensasi berupa hyperinsulinemia untuk menjaga euglycemia. Hal ini menyebabkan hipoglikemi, lipolysis, dan stimulasi rasa lapar dan asupan makanan.  Sementara makanan dengan indeks glikemik yang rendah, lebih lambat terserap ke dalam saluran pencernaan sehingga tidak terjadi lonjakan glukosa darah sehingga dapat menghindari terjadinya asupan gula secara cepat yang tidak natural. Penelitian ini juga melengkapi penelitian terpisah lainnya oleh PURE yang telah diterbitkan lebih dulu pada 3 Februari 2021 yang diterbitkan di British Medical Journal (BMJ). Penelitian ini mengevaluasi hubungan antara asupan refined grains, whole grains, dan beras putih dengan tingkat kejadian penyakit kardiovaskular, kematian, lipid darah, dan tekanan darah. Hasil penelitian ini adalah bahwa orang yang mengkonsumsi sekitar 350 gram padi olahan per hari secara signifikan meningkatkan resiko kematian maupun kejadian kardiovaskular sebesar 29%, dibandingkan dengan orang yang mengkonsumsi lebih sedikit (kurang dari 50 gram per hari). Sebagai tambahan, penelitian ini juga menunjukkan bahwa orang yang tinggal di negara-negara Asia Tenggara mengkonsumsi beras lebih banyak sehingga lebih cenderung terkena diabetes tipe 2. Di antara peserta yang tinggal di Asia Tenggara, kelompok yang mengkonsumsi beras putih dengan median 630 gram per hari, terjadi peningkatan DM Tipe 2 yang bermakna sebesar 61% jika dibandingkan dengan yang mengkonsumsi kurang dari 150 gram per hari (P =.02) . Hasil ini telah dipublikasikan lebih awal di Diabetes Care. Peserta yang tinggal di Asia Tenggara (di antaranya Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Kamboja) mengkonsumsi beras putih dengan median 239 gram/hari, sementara yang berasal dari Tiongkok median 200 gram per hari. Negara-negara di Asia Selatan (India, Pakistan, Bangladesh, Nepal, Bhutan, Sri Lanka, dan Maldives) mengkonsumsi sekitar 630 gram per hari. Penelitian yang dilakukan oleh PURE ini merupakan penelitian yang penting karena kebanyakan data yang ada tentang hubungan penyakit sistemik kardiovaskular dengan indeks glikemik berasal dari populasi barat dan berasal dari populasi dengan kesejahteraan yang lebih baik atau dari kelas menengah ke atas. Sementara data tentang subjek yang serupa masih terbatas pada negara-negara berkembang dan khususnya pada populasi Asia. Penelitian ini dapat melengkapi data tersebut karena melibatkan lebih dari 20 negara, meliputi lima benua utama, sehingga penelitian ini memiliki latar belakang yang lebih beraneka ragam. Tetapi, penelitian ini tidak memeriksa dampak yang timbul sehubungan dengan keterkaitannya antara populasi yang merokok, berolahraga, atau mengkonsumsi obat tekanan darah atau statin. Hasil penelitian ini memberikan pesan yang penting untuk memberikan edukasi kepada masyarakat agar lebih banyak mengkonsumsi makanan yang bukan hasil olahan dan lebih mengkonsumsi makanan yang alami seperti sayur-sayuran atau buah-buahan segar.  Terlebih di Indonesia dengan nasi sebagai makanan pokok, penelitian ini dapat menjadi landasan agar lebih memperhatikan jumlah nasi yang dikonsumsi per hari agar terhindar dari penyakit sistemik kardiovaskular di masa yang akan datang.  
Sumber:
1. White Rice Intake and Incident Diabetes: A Study of 132,373 Participants in 21 Countries DOI: 10.2337/dc19-2335
2. Associations of cereal grains intake with cardiovascular disease and mortality across 21 countries in Prospective Urban and Rural Epidemiology study: prospective cohort study. DOI : 10.1136/bmj.m4948
3. Glycemic Index, Glycemic Load, and Cardiovascular Disease and Mortality. DOI: 10.1056/NEJMoa2007123  
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaMelihat Kembali Efektivitas Pemberian Zinc dan Vitamin C Pada Pasien Terkonfirmasi SARS-CoV-2

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar